Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Jum'at, 15 Januari 2021 | 16:35 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi). [Tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden]

SuaraJawaTengah.id - Ekonom senior INDEF, Prof Didik Rachbini menyebut utang nega terus membengkak dan disembunyikan, baik oleh pemerintah maupun DPR.

Hal itu diungkapkan Didik pada diskusi daring Pergerakkan Indonesia Maju (PIM) dengan tajuk 'Outlook 2021: National Economic Outlook' yang dilansir dari Hops.id jaringan Suara.com, Jumat (15/1/2021).

Menurut Didik, utang yang terus membengkak dan disembunyikan nyaris tidak dipermasalahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Padahal, jumlahnya terbilang sangat besar.

“Ini disembunyikan Rp921 triliun, tidak dibahas di DPR, tetapi yang dibahas Rp446,3 triliun SBN (Surat Berharga Negara). Sedangkan Rp475,2 triliun untuk membayar jatuh tempo," papar Didik.

Baca Juga: Presiden Jokowi Tunjuk Mantan Ajudannya Jadi Kapolri, Ini Komentar Pakar

"Negara ini makin otoriter, pada tahun 2021 tanpa persetujuan DPR tidak apa-apa, utang diteruskan hingga Rp1530,8 triliun. Mengubah utang tidak ada woro-woro di DPR," tambah dia.

Didik secara tak langsung mengaku kecewa dengan capaian Presiden Jokowi di bidang ekonomi. Sebab, sejak dua tahun terakhir, utang negara terus mengalami pembengkakkan. Itulah mengapa, dia mengatakan, pemerintah sedang berjalan ugal-ugalan.

"Pemerintah ugal-ugalan. Sejak 2019 zaman Jokowi utang itu terus bertumpuk-tumpuk, tidak pernah dikendalikan," ujar Didik Rachbani.

Berkaca pada kenyataan tersebut, Didik tak sungkan menyebut Jokowi sebagai raja utang. Bukan hanya itu, secara keseluruhan, pemerintahan yang saat ini menjabat layak juga disebut demikian.

"Jadi Jokowi ini raja utang, pemerintahan Jokowi dengan data ini adalah raja utang," tegas Didik.

Baca Juga: Segera Disidangkan, Pembunuh Kerabat Presiden Jokowi Terancam Hukuman Mati!

Parahnya, kata Didik, pemerintah seakan tak bisa berbuat banyak mengatasi permasalahan besar tersebut.

Bahkan, menurutnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani sebenarnya memahami situasi ini, namun dia tak bisa berbuat banyak lantaran tekanan politik yang kuat.

"Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani ngerti, ini bukan tidak ngerti. Tapi dia tidak bisa apa-apa dengan tekanan politik. Jadi, kalau kita kritik, dia marah-marah. Salah dia," ucapnya.

Load More