Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 27 Januari 2021 | 15:51 WIB
Ahmad Safiul Ulum (26) seorang guru musik sekaligus seniman yang beralih profesi menjadi petani tumbuhan air aquascape di dalam rumahnya. (Suara.com/Fadil AM)

SuaraJawaTengah.id - Pandemi Covid-19 yang masih tak nampak kapan berakhirnya. Membuat pelaku seni ketar-ketir. Bahkan banyak dari mereka yang harus memeras otak, agar asap dapur tetap mengepul.

Satu diantaranya adalah Ahmad Safiul Ulum, seorang seniman musik grup marchingband asal Kabupaten Pati. Job marching band di sejumlah daerah yang biasanya padat, sekarang sepi orderan,.

Belum lagi, pria yang juga mengajar sebagai guru musik di tiga sekolah di Kabupaten Kudus ini, harus kehilangan mata pencariannya. Mengingat, sekolah tempatnya bekerja menyetop jam musik, karena belajar secara daring dinilai tidak efektif untuk kelas musik.

“Saya ngajar sejak tahun 2014. Selama pandemi off kegiatan. Dulu mengajar di tiga sekolah di Kudus. Juga menjadi pelatih di Persatuan Drumband Indonesia (PDBI) Kabupaten Pati,” ujarnya, Rabu (27/1/2021).

Baca Juga: Viral! Pergoki Murid Main Kawin-kawinan, Reaksi Guru Ini Tak Terduga

Alhasil, tabungan pria yang pernah menjuarai III Thailand World Music Championship 2016 ini, semua terkuras habis. Tak terkecuali sejumlah barang berharga pun ikut ludes dijual untuk bertahan hidup.

“Semuanya ludes, tabungan sudah gak ada. Ya gimana lagi emang masanya seperti ini,” tutur warga Desa Ngawen RT 01/RW 02,  Kecamatan Sukolilo.

Yang paling dikhawatirkannya, anak didiknya tak bisa lagi memainkan alat musik. 

“Gak ada jam ngajar, meskipun daring. Paling takut nanti anak-anak kagok,” ungkap pria yang pernah membawa UMS Surakarta menduduki peringkat empat di Grandprix Marchingband (GPMB) Jakarta 2019 itu.

Banting Setir

Baca Juga: Dalih Sayang, Kronologi Guru Les Silvia Culik Anak Murid Berusia 9 Tahun

Tak patah arang, ia pun banting setir lantaran skill basic yang dimiliki tidak lagi bisa menghasilan pundi-pundi rupiah.

Sekarang, ia mencoba menapakai untuk menjadi petani. Jangan salah, bukan seperti petani kebanyakan. Lebih tepatnya bertani tumbuhan air untuk kebutuhan seni menata akuarium atau yang dikenal dengan aquascape.

“Bertani tumbuhan air di rumah. Enaknya usaha ini gak memakan lahan dan bisa dilakukan di dalam rumah,” bebernya.

Setelah mengetahui dasar-dasar merawat tumbuhan air, selama dua bulan. Ulum pun menyulap lantai rumahnya menjadi lahan bercocok tanam, tentunya di dalam akuarium atau tank biasa hobbies menyebutnya.

“Saya intens belajar aquascape, khususnya tanaman air kurang lebih dua bulan. Itu fokus dan continue ya. Sebelumnya saya penghobi juga soalnya,” jelasnya.

Dikatakan, bisnis tanaman aquascape cukup menggiurkan. Mengingat pangsa pasarnya luas. Selain itu, banyak penghobi baru selama pagebluk melanda Indonesia. Sehingga pundi-pundi rupiah pun mengalir ke kantong.

“Pasarnya seluruh Indonesia ya. Kita jualnya secara online, bisa melalui media sosial ataupun online shop,” ungkapnya.

Harga setiap tanaman yang dijualnya bervariasi, mulai dari yang termurah Rp15.000 per pot, hingga Rp150.000 per rizom.

“Memang sekilas kelihatan sepele, tetapi kalau gak diniati ya gak jadi. Kita dituntut tahu, jenis tumbuhan serta karakternya, daya lampu, inject CO2, cuaca, soil, pupuk, hardscape dan tentunya kualitas dan PH air,” paparnya.

Musuh terbesar scaper, disebutnya adalah algae. Jenis lumut ini biasanya muncul ketika faktor pencahayaan dan temperatur air kurang pas.

“Solusinya sesuaikan pencahayaan, dikasih pula pembasmi alga. Karena kalau dibiarkan tumbuhan akan mati,” ucapnya.

Saat ini, hampir semua jenis tumbuhan air dikembangkan di farm-nya. Dimulai dari aneka moss, jenis-jensi anubias, buchepalandra, dan bermacam tanaman stemplant.

Kontributor : Fadil AM

Load More