Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Minggu, 31 Januari 2021 | 08:42 WIB
Pennampakan Motor Royal Enfield Gibran Rakabuming Raka (Instagram)

SuaraJawaTengah.id - Kota Solo sebentar lagi akan memiliki Wali Kota dari tokoh anak muda atau milenial. Ia adalah Gibran Rakabuming Raka

Putra sulung Presiden Joko Widodo itu akan dilantik menjadi Wali Kota Solo pada pertengahan Februari mendatang.

Bisa kita lihat bersama, Jokowi orang tua dari Gibran merupakan tokoh yang pernah sukses memimpin Kota Solo. Jokowi yang merupakan pengusaha mebel itu menerapkan politik makan siang dan blusukan saat menyelesaikan masalah di Solo. 

Akankah Gibran meniru ayahnya? atau malah dengan politik yang keras seperti gaya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada waktu memimpin Jakarta? 

Baca Juga: Ruas Tol Sragen Kembali Memakan Korban, Kini Mobil Lazismu Jepara Terguling

Analis politik Agus Riewanto, menilai Kota Solo tidak tepat jika dipimpin dengan keras seperti ahok. Maka dari itu,  Gibran yang berlatar belakang pebisnis diwanti-wanti supaya jangan menirunya setelah nanti resmi memimpin Surakarta.

"Solo tidak pas dengan gaya kepemimpinan egaliter, menganggap semua orang sama. [Metode Ahok] Tidak pas, tidak bisa di Solo. Gibran justru harus belajar dari bapaknya sendiri [Jokowi] dan Rudy," kata Agus dilansir dari Suarasurakarta.id Sabtu, (30/1/2021). 

Dalam hal komunikasi politik, Gibran lebih disarankan banyak belajar dari pengalaman memimpin dari bapaknya, Joko Widodo, dan F. X. Hadi Rudyatmo.

Jokowi dan Rudy disebut Agus tipe pemimpin yang tidak gemar beretorika, tetapi amat suka bertindak dan mendengar aspirasi warga. Komunikasi politik Gibran dinilai perlu dipupuk terus.

"Saya lihat komunikasi politiknya belum baik. Bagaimana ia berkomunikasi dengan media, bagaimana berkomunikasi dengan kelompok, masih sangat kaku," ujarnya dalam wawancara dengan Solopos.com, jaringan Suara.com.

Baca Juga: Bikin Kangen, Foto Lawas Duet Jokowi-Rudy Memimpin Kota Solo

Sebagai tokoh yang dianggap mewakili milenial, Gibran disarankan untuk tekun belajar unggah-ungguh orang Jawa, termasuk pemilihan diksi dalam komunikasi. Dia juga disarankan untuk mengesampingkan ego sebagai anak muda terpelajar.

"Birokrasi pemda itu adalah mesin yang akan menggerakkan program-program Gibran. Maka harus bisa lebih andhap asor, nguwongke figur birokrasi," kata dia.

"Tidak boleh lagi sebagai anak muda merasa paling tahu dari yang lain."

Soal konsep kepemimpinan Jawa, menurut Agus, tidak bisa lepas dari setiap wali kota. Yang akan membedakan adalah visi, misi, dan tekad untuk mewujudkan kemajuan kota.

"Pada konteks langgam kepemimpinan Jawa itu khas, tidak bisa lepas. Tetap harus dilakukan Gibran. Yang nanti menjadi pembeda dia dengan para pendahulunya pada tataran visi, misi, dan tekad untuk kemajuan kota. Gibran sudah kemana-mana, wawasan luas, penguasa teknologi, kemampuan memahami konsep ekonomi dunia," ujarnya.

Load More