Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 10 April 2021 | 20:20 WIB
Tokoh Sedulur Sikep Desa Larikrejo Budi Santoso yang juga dianggap sebagai tokoh penghayat kepercayaan ketika menyampaikan sambutan pada diskusi dengan tema "Membangun Toleransi Kerukunan Umat Beragama dan Kepercayaan Dalam Menjaga NKRI dan Mencegah Radikalisme dan Terorisme" di Desa Larikrejo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Kamis (8/4/2021). [ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif]

SuaraJawaTengah.id - Warga sedulur sikep atau komunitas Samin mendukung terhadap usulan terhadap Samin Surosentiko sebagai pahlawan nasional.

Hal itu diunggapkapkan oleh tokoh Sedulur Sikep Desa Larikrejo di Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Budi Santoso. 

"Sebetulnya usulan tokoh Samin Surosentiko menjadi pahlawan nasional sudah lama muncul. Kalaupun saat ini kembali digaungkan, kami warga Sedulur Sikep yang berada di Desa Larikrejo, Kecamatan Undaan, Kudus, sangat mendukung," kata tokoh penghayat kepercayaan, ketika dimintai tanggapannya soal usulan Samin Surosentiko menjadi pahlawan di Kudus, Kamis (8/4/2021).

Kalaupun benar ada usulan kembali, dia berharap, pemerintah bisa memprosesnya sehingga bagi komunitas Sedulur Sikep bisa meneruskan ajaran tokoh itu agar bisa didengar publik.

Baca Juga: Perhatian Warga Kudus! Tilang Elektronik Diterapkan, Ini Lokasi CCTV-nya

Ia menceritakan perjuangan Samin Surosentiko sesuai cerita turun temurun dari leluhurnya, disebutkan bahwa sebutan Samin atau Sedulur Sikep dari nama tokoh.

Samin Surosentiko sendiri diceritakan berasal dari keturunan keraton, kemudian keluar dari lingkungan keluarganya dengan berbaur dengan masyarakat biasa untuk mengadakan perlawanan terhadap penjajah, Belanda.

"Intinya, leluhur kami menentang penjajahan Belanda. Karena tidak boleh membunuh karena ajarannya semua manusia yang ada di bumi merupakan saudara sehingga agar bisa tetap hidup harus menjalin bekerja sama," ujarnya dalam bahasa jawa.

Adapun perlawanan terhadap penjajahan, yakni dengan cara membangkang dengan tidak membayar pajak, menolak membenahi jalan dan menolak ikut ronda atau kebijakan apapun ditentang leluhur beserta pengikut, termasuk simbah-simbah dan buyutnya.

"Setelah dibuang ke Digul, kemudian kedua di Sawah Lunto, Padang, Sumatera Barat, memberikan petuah nantinya ketika Indonesia merdeka harus mau membayar pajak dan kebijakan pemerintah lainnya," ujarnya. (ANTARA)

Baca Juga: Dua Pelajar Kudus Raih Pengharagaan Tingkat Internasional

Load More