SuaraJawaTengah.id - Penganut Agama Baha’i sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun hingga saat ini, hak-hak sipil masih belum terpenuhi seperti di Pati. Misalnya seperti hak mendapatkan akta perkawinan yang berpengaruh pada administrasi kependudukan lainnya.
Meski begitu mereka tetap legowo, mengingat di antara landasan iman Baha’i adalah menghilangkan segala bentuk prasangka dan kesetiaan kepada pemerintah.
Perlu diketahui, agama Baha’i adalah agama independen dan bukan sekte dari agama lain. Ciri utamanya adalah berpegang pada tiga pilar yakni, Tuhan YME, kesatuan sumber surgawi dari semua agama, dan kesatuan manusia.
Dikutip dari buku Agama Baha’i terbitan tahun 2015 oleh Majelis Rohani Nasional Baha’i Indonesia. Bahwa agama Baha’i adalah agama yang berdiri sendiri di lebih 230 negara, juga sebagai agama kedua yang paling tersebar di dunia.
Baca Juga: Ini Identitas Korban Kecelakaan Maut di Jalan Pantura Pati-Kudus
Seperti halnya setiap agama, agama Baha’i memiliki kitab sucinya sendiri yang bernama Al Aqdas.
Sementara rumah ibadahnya disebut Mashriqul Adhkar. Uniknya rumah ibadah ini, semua pemeluk agama boleh menggunakannya untuk beribadah sesuai keyakinannya masing-masing.
Umat agama Baha’i juga diwajibkan untuk sembahyang secara individu, berdoa, dan berpuasa. Puasa ini biasanya dilakukan dalam periode tertentu dalam kalender Badi.
Selain itu, sistem kepemimpinan Baha’i tidak mengacu pada hierarki seperti agama kebanyakan.
Sehingga di agama ini tidak mengenal istilah; imam, pendeta, biksu, ustaz, dan sebagainya. Namun dipimpin oleh9 perwakilan di Balai Keadilan Sedunia. Perwakilan itu, ditentukan melalui pemilihan 5 tahun sekali oleh umat agama Baha’i di seluruh dunia.
Baca Juga: Merinding! Detik-detik Kecelakaan Maut di Pati yang Tewaskan 4 Orang
Menengok jauh ke belakang, Baha’ullah sang pembawa wahyu agama Baha’i lahir di Kota Teheran, Iran (dulu Persia) pada tahun 1817. Kemudian pada tahun 1863, Baha’ullah mengumumkan iman agama Baha’i di Kota Baghdad, Irak.
Sebelum meninggal dunia di kota penjara Akka, Palestina (sekarang Israel) pada tahun 1892. Baha’ullah banyak menuliskan wahyu yang diterimanya selama 40 tahun. Kurang lebih ada 100 buku tercipta, khususnya Al Aqdas yang menjadi kitab suci agama Baha’i.
Dalam wasiatnya, Baha’ullah menunjuk putra sulungnya, Abdul Baha’ sebagai penafsir yang sah atas catatan religius tersebut, sekaligus pemimpin pusat perjanjian.
Setelah Abdul Baha’ wafat pada tahun 1921, kepemimpinan agama Baha’i diteruskan oleh cucu sulung Abdul Baha’ yaitu Shoghi Effendi Rabbani sebagai Wali agama Baha’i.
Shoghi banyak mendirikan lembaga masyarakat agama Baha’i, termasuk menerjemahkan tulisan Baha’ullah dan Abdul Baha’ ke dalam bahasa Inggris.
Jejak Baha’i di Indonesia
Agama Baha’i masuk ke Indonesia, tidak lepas dari peran Jamal Effendi dan Mustafa Rumi. Dua orang saudagar itu, kali pertama menginjakkan kaki di Batavia pada 1878. Mereka juga tercatat melakukan perjalanan ke Surabaya, Bali, Makasar, Parepare, dan Bone.
“Tidak sampai di situ. Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, Shoghi Effendi yang merupakan Wali Baha’i waktu itu, menugaskan sejumlah dokter melalui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena saat itu Indonesia kekurangan tenaga medis,” kata Mukmin Baha’i, Sanusi.
Para dokter itu tersebar seantero nusantara. Sementara di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah yang mengemban tugas kemanusiaan ialah dr Khamzi, seorang dokter spesialis asal Persia pada tahun 1950.
“Saat itu di Pantura timur Jawa Tengah seperti Rembang, Blora, Pati, hingga Demak banyak yang belajar (agama Baha’i),” jelas warga Desa Cebolek Kidul, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati itu.
Di Pati, agama Baha’i dikenal selepas perjumpaan antara dr Khamzi dan Sutiyono yang saat itu berprofesi sebagai pendidik di Rembang pada awal tahun 1958.
“Jadi yang membawa (agama Baha’i) di Kabupaten Pati itu ada dua orang, di Pati Kota adalah Rahman Tarmuzi dan yang di Cebolek itu Sutiyono. Saat itu Agama Baha’i menyebar sampai ke Cluwak,” bebernya.
Indonesia Pernah Jadi Pemeluk Baha’i Terbesar se-Asia
Pada 1950-an disebut sebagai tahun emas agama Baha’i di Indonesia. Majelis-majelis Rohani didirikan hampir di semua wilayah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Rembang dan Pati.
“Umat Baha’i di Indonesia yang terbesar di Asia pada 1950-an. Sehingga sebelum tahun 1960, akan diadakan Konferensi Regional Asia (agama Baha’i) di Jakarta,” ungkap Sanusi.
Adanya konferensi itu pun menjadi magnet tersendiri bagi pemeluk agama Baha’i di seluruh dunia untuk datang ke Indonesia.
Nahasnya saat itu sentimen asing tengah membuncah, lantaran Presiden Sukarno menyerukan operasi Trikora dan Dwikora.
Lahirlah Keppres Nomor 264 Tahun 1962, tentang larangan adanya Organisasi Liga Demokrasi, Rotary Club, Divine Live Society, Vrijmetselarean Loge, Moral Realmament, Acient Mystical Organization of Rosi Crucians, dan Organisasi Baha’i.
Untuk kemudian Keppres tersebut dicabut melalui Keppres Nomor 69 Tahun 2000. Saat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat sebagai Presiden RI ke-4.
“Kadang banyak yang salah mengartikan, yang dilarang di sini adalah organisasinya bukan agamanya. Makanya tahun 1962 (agama Baha’i) masih berkembang,” ujar Sanusi.
Dilansir dari kajian Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaaan Kementerian Agama tahun 2014. Jumlah pemeluk Baha’i di Jakarta berjumlah 100 orang, Bandung sebanyak 50 orang, Palopo 80 orang, Medan 100 orang, Bekasi 11 orang, Surabaya 98 orang, Malang 30 orang, Banyuwangi 220 orang, dan Pati 22 orang.
Khusus untuk Pati pada tahun 2021 berdasarkan data suara.com di lapangan, tercatat hanya tinggal 19 pemeluk agama Baha’i.
Stigma dan Diskriminasi
Persoalan muncul pada tahun 1972, ketika salah satu institusi pemerintah di daerah mengeluarkan surat yang mengacu pada Keppres Nomor 264 Tahun 1962. Tidak sedikit umat agama Baha’i yang ditangkap dan dipenjara.
“Banyak umat agama Baha’i yang dipenjara, termasuk di Pati. Lalu yang PNS diancam dipecat dari jabatannya jika masih berkeyakinan agama Baha’i. Saya sendiri, tahun 1989-1999 harus keluar-masuk Kejaksaan karena persoalan ini,” tutur Sanusi.
Masalah tersebut tuntas, tatkala umat agama Baha’i Cebolek Kidul meminta bantuan Abdurrahman Wahid yang saat itu menjadi Ketua PBNU Pusat (Gus Dur belum menjabat sebagai presiden RI).
“Dikasih surat dari Gus Dur untuk disampaikan kepada Bupati Pati Sauji agar perkaranya dihentikan. Berpesan jangan dititipkan siapa-siapa karena pernah dititipkan, suratnya tidak sampai,” ungkap Mukmin Baha’i, Ibu Jamali.
Selain itu, keadilan dalam administrasi kependudukan pun belum dirasakan sepenuhnya oleh pemeluk agama Baha’i di kabupaten berjuluk Bumi Mina Tani. Perkawinan mereka hanya tercatat dalam surat keterangan nikah Majelis Rohani Nasional Baha’i Indonesia.
Sementara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Pati, belum mau mengeluarkan akta perkawinan selain enam agama resmi dan pemeluk aliran kepercayaan.
Lantaran belum dikeluarkannya akta perkawinan tersebut, berpengaruh pada data akta kelahiran, Kartu Keluarga (KK), dan KTP.
Bendahara Majelis Rohani Setempat (MRS) Agama Baha’i Cebolek Kidul, Sulistiyani mengatakan, dalam akta kelahiran misalnya, di situ hanya tertulis nama sang ibu tanpa nama ayah. Padahal lumrahnya akta seperti itu, diberikan kepada anak di luar nikah.
“Hak sipil kami banyak yang belum terpenuhi. Meski begitu tidak membebani kami sebagai umat agama Baha’i karena kami diajarkan untuk memberikan kesetiaan kepada pemerintah. Saya kira semua agama pada asal mulanya juga mengalami hal yang sama,” ujarnya.
Uniknya di beberapa daerah di luar Jawa, imbuh Sulistiyani, akta perkawinan dan kelahiran dicatat oleh dinas setempat.
“Di Jawa sendiri malah yang masih kesulitan. Di Tenggarong (Kalimantan Timur), Timika, dan daerah lain boleh atas nama ayah dan ibu akte kelahiran padahal beragama Baha’i,” ungkap Sulistiyani.
Anak-anak yang beragama Baha’i di Pati pun tidak luput dari kemalangan. Bahkan, ada siswa yang dikeluarkan dari sekolah negeri karena keyakinanannya berbeda dengan enam agama yang “diakui”.
Ada pula siswa beragama Baha’i yang tidak diperbolehkan untuk mendapatkan pendidikan agama oleh Kemenag Pati melalui surat Nomor Kd.11.18/2/BA.00/1303/2012. Dalihnya, di Indonesia tidak ada agama yang bernama agama Baha’i.
Padahal dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 2 disebutkan, bahwa anak didik diberikan pelajaran agama sesuai dengan agama yang dipeluknya.
Kesulitan demi kesulitan terus mendera umat agama Baha’i di Cebolek Kidul, bahkan saat seorang umat meninggal dunia pada tahun 2010, jenazahnya harus merana.
Pasalnya sejumlah warga dan pemerintah desa menolak, jika almarhum dikebumikan di pemakaman umum setempat. Begitupun saat hendak dimakamkan di tanah pribadi (ladang/kebun).
Alternatif terakhir, pihak desa mengizinkan pemakaman di tanah desa yang berada di area pertambakan.
Hanya saja, lokasi makam ini sangat jauh dari permukiman dan susah diakses. Tercatat sudah ada 6 penganut agama Baha’i yang dimakamkan di sana.
Kontributor : Fadil AM
Berita Terkait
-
Daftar Harga Tiket Bus AKAP Jakarta-Pati Jelang Mudik Lebaran 2025, Jangan Sampai Kehabisan!
-
3 Jalur Alternatif Mudik ke Pati, Dijamin Anti Macet Tanpa Drama
-
Anggota TNI Penembak Ilyas Mewek-mewek Ngaku Salah, Hakim Diminta Tetap Tolak Pleidoi Bambang dkk
-
Viral Remaja Pencuri Pisang Diarak di Pati, Netizen Kecam Warga Setelah Tahu Alasannya
-
Review Film Pulung Gantung Pati Ngendat: Ketika Mitos Menjadi Teror Nyata!
Terpopuler
- Mudik Lebaran Berujung Petaka, Honda BR-V Terbakar Gara-Gara Ulang Iseng Bocah
- Persija Jakarta: Kalau Transfer Fee Oke, Rizky Ridho Mau Ya Silahkan
- 3 Pemain Liga Inggris yang Bisa Dinaturalisasi Timnas Indonesia untuk Lawan China dan Jepang
- Pemain Kelahiran Jakarta Ini Musim Depan Jadi Lawan Kevin Diks di Bundesliga?
- Infinix Hot 50 vs Redmi 13: Sama-sama Sejutaan Tapi Beda Performa Begini
Pilihan
-
Mees Hilgers Dituduh Pura-pura Cedera, Pengamat Pasang Badan
-
Anthony Elanga, Sang Mantan Hancurkan Manchester United
-
BREAKING NEWS! Daftar 23 Pemain Timnas Indonesia U-17 di Piala Asia U-17 2025
-
Terungkap! MisteriHilangnya Oksigen di Stadion GBK Saat Timnas Indonesia vs Bahrain
-
Tolak Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Ini Bakal Setim dengan Cristiano Ronaldo
Terkini
-
Wapres Gibran Mudik, Langsung Gercep Tampung Aspirasi Warga Solo!
-
Tragedi Pohon Tumbang di Alun-Alun Pemalang: Tiga Jamaah Salat Id Meninggal, Belasan Terluka
-
BMKG Peringatkan Hujan dan Angin Kencang di Jawa Tengah, Warga Diminta Waspada
-
Arus Mudik di Tol Kalikangkung Semarang Lancar, Simak Tips Aman Berkendara di Jalan Tol
-
Arus Mudik Membludak, One Way di Tol Semarang-Bawen Diberlakukan Lagi