SuaraJawaTengah.id - Tahun ajaran baru 2021/2022 akan dibuka pada bulan juni ini. Pembelajaran tatap muka (PTM) akan digelar di sejumlah daerah.
Dibukanya kembali sekolah untuk pembelajaran tatap muka atau PTM masih menjadi kekhawatiran bagi sejumlah orangtua, apalagi jika anaknya memiliki kondisi kesehatan tertentu atau penyakit komorbid.
Dokter Spesialis Anak Primaya Hospital Bekasi Timur dr Tuty Mariana, SpA, mengatakan keputusan membolehkan anak kembali ke sekolah bergantung pada situasi penularan COVID-19 di lingkungan terkait, kesiapan sekolah dalam memberikan perlindungan, dan kesehatan anak itu sendiri.
"Bila ada masalah kesehatan yang membuat anak lebih rentan terhadap penularan COVID-19 di sekolah, orangtua sebaiknya memilih pembelajaran jarak jauh dulu," ujar dr Tuty dilansir dari ANTARA, Senin (7/6/2021).
Baca Juga: Mendikbud Ristek Minta PTM Digelar Juli, Disdik DKI Tunggu Arahan Anies
Tuty mengatakan penyakit penyerta pada umumnya tidak ada atau belum muncul pada anak usia sekolah. Komorbid lebih banyak didapati pada orang dewasa, termasuk orangtua siswa.
Itu sebabnya keputusan membuka kembali sekolah di tengah pandemi membutuhkan peran serta semua pemangku kepentingan.
Orangtua dan masyarakat umum wajib terus mematuhi protokol kesehatan guna mencegah penularan pada anak-anak siswa sekolah. Sebab, anak pun bisa terinfeksi virus di rumah atau di jalan saat perjalanan pergi atau pulang sekolah.
Sementara itu, untuk guru dan staf sekolah yang memiliki penyakit komorbid, ada baiknya memastikan bahwa penyakit tersebut dalam kondisi terkendali sebelum menjalani kegiatan di sekolah.
"Orang dewasa berusia 60 tahun ke atas dan masyarakat yang memiliki penyakit komorbid lebih berisiko sakit parah dan meninggal ketika terinfeksi virus corona. Maka dari itu, aturan pembukaan kembali sekolah mesti mengacu pada data tersebut," ujar dr. Tuty
Baca Juga: FGD: Dilema Kembali ke Sekolah di Tengah Lonjakan Covid-19
Panduan dari pemerintah menyatakan guru dan staf bisa kembali ke sekolah asalkan sehat. Adapun bila ada penyakit komorbid, mesti dipastikan bahwa penyakit itu dalam kondisi terkendali.
Berita Terkait
-
Bolehkah Penderita Penyakit Komorbid Berpuasa Ramadan? Ini Saran Dokter
-
Sinergi KKN Unila, UPTD Puskesmas Kalianda, dan PKK Cegah Stunting dan PTM
-
3 Jenis Penyakit Tidak Menular Paling Banyak Diderita Orang Indonesia dan Cara Mengurangi Risikonya
-
Semakin Tua Usia Jumlah Dokter yang Dibutuhkan Bisa Jadi Lebih Banyak, Kenapa Begitu?
-
Pria dengan Kadar Testosteron Rendah Lebih Berisiko Terkena Covid-19 Parah dan Dirawat di Rumah Sakit
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
- Harga Tiket Pesawat Medan-Batam Nyaris Rp18 Juta Sekali Penerbangan
- Rekaman Lisa Mariana Peras Ridwan Kamil Rp2,5 M Viral, Psikolog Beri Komentar Menohok
Pilihan
-
Harga Emas Antam Terpeleset Lagi Jadi Rp1.754.000/Gram
-
'Siiiu' Ala Zahaby Gholy, Ini Respon Cristiano Ronaldo Usai Selebrasinya Dijiplak
-
Hasil Akhir! Pesta Gol, Timnas Indonesia U-17 Lolos Piala Dunia
-
Hasil Babak Pertama: Gol Indah Zahaby Gholy Bawa Timnas Indonesia U-17 Unggul Dua Gol
-
BREAKING NEWS! Daftar Susunan Pemain Timnas Indonesia U-17 vs Yaman
Terkini
-
10 Tips Menjaga Semangat Ibadah Setelah Ramadan
-
7 Pabrik Gula Tua di Jawa Tengah: Ada yang Jadi Museum hingga Wisata Instagramable
-
Jateng Menuju Lumbung Pangan Nasional, Gubernur Luthfi Genjot Produksi Padi 11,8 Juta Ton di 2025
-
One Way Lokal di Tol Salatiga-Kalikangkung Dihentikan: Puncak Arus Balik Lebaran 2025 Terlewati
-
Berkat BRI, Peluang Ekspor bagi Gelap Ruang Jiwa Terbuka Makin Lebar