Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 09 Juni 2021 | 18:52 WIB
Penjual air bersih blek di dekat Alun-alun Kota Semarang menimba air untuk diedarkan di warung-warung langganan.Penjual air blek keliling juga bisa ditemui di Kota Lama dan bahkan sudah dijalani selama turun-temurun. [AYOSEMARANG.COM/ Audrian Firhannusa]

SuaraJawaTengah.id - Kebutuhan air memang tidak bisa dihindarkan oleh masyarakat. Dari tahun ke tahun, air selalu menjadi yang utama. 

Namun demikian masalah air bersih selalu muncul, meskipun sudah ditemukan berbagai teknologi untuk mengolah air yang siap minum. 

Seperti di Kota Semarang, meski sudah ada modernisasi dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) penjual air keliling masih dibutuhkan di kota lumpia. 

Penjual air di Kota Semarang mempunyai ciri khas tersendiri. Air bersih ditempatkan di kaleng-kaleng besar. 

Baca Juga: 10 SMA Terbaik di Kota Semarang, Berminat Masuk Sekolah Ini?

Salah satu penjual air, Pardi mengaku selalu menimba air di sebuah sumur yang berlokasi di depan Metro Hotel. Ia melayani warung-warung langganannya untuk menyediakan air bersih.

Sebagai penjual air bersih Pardi punya ciri khas. Dia selalu menggunakan gerobak dorong kecil yang di atasnya terdapat berbagai blek-blek kaleng untuk menampung air.

“Blek kaleng ini sumber rezeki saya,” ujar Pardi dilansir dari Ayosemarang.com.

Pardi adalah salah seorang penjual air bersih tradisional yang biasa berkeliling di sekitar alun-alun Kota Semarang atau Kota Lama.

Penjual air bersih ini memang banyak beredar di daerah tersebut dan kebanyakan sudah kawak atau sudah melakoni selama puluhan tahun.

Baca Juga: Alvin Lie Kritik Pemkot Semarang Ajak ASN Naik Angkutan Umum Saat Pandemi

Para penjual air bersih ini biasanya memiliki kelompok-kelompok tertentu, tergantung di lokasi mana mereka berkeliling. Biasanya mereka disatukan karena punya kampung halaman yang sama.

Misalnya saja pada Pardi. Dia berasal dari Sukoharjo dan di Kota Semarang dia bersama 2 temannya yang bernama Sardi dan Paino.

Sardi adalah yang paling senior. Dia sudah menjalani profesi penjual air bersih tradisional ini sejak 1987. Bahkan Sardi adalah generasi ketiga di keluarganya yang menjual air bersih ini.

“Dulu kakek saya masih pakai pikulan. Satu air blek kaleng dihargai selawe rupiah (Rp25),” terangnya.

Secara Sukarela

Sardi mengisahkan, awal mula kakeknya dulu berjualan adalah karena membawakan air secara sukarela. Namun lambat laun, kakeknya diberi upah dan hasilnya cukup lumayan. Oleh karena itu sampai sekarang usaha ini tetap diteruskan oleh Sardi.

Waktu kerja para penjual air bersih ini dimulai pukul 03.00. Biasanya, mereka akan hilir-mudik sampai tengah hari atau kira-kira pukul 02.00. Mereka tidak mengambil air di sumur dengan cuma-cuma.

Tiap bulan, mereka harus membayar sejumlah uang ke pengelola kawasan ruko itu. Nantinya, air bersih dijual Rp2.000 per blek.

Masing-masing penjual air bersih ini termasuk Pardi, Sardi dan Paino sudah punya pelanggan sendiri. Jadi, penghasilan mereka pun berbeda.

Dulu, sebelum penataan air di Semarang sebaik sekarang, tidak hanya warung yang memesan air ke mereka, warga yang kesulitan air pun juga pesan.

Namun, kini penghasilan mereka kian menyusut. Selain sudah tidak adanya problem warga kesulitan air, warung juga banyak yang dipindah.

“Sekarang sepi. Warung-warung juga sudah banyak yang tutup atau pindah karena penertiban kota,” ujar Sardi.

Load More