Budi Arista Romadhoni
Kamis, 29 Juli 2021 | 15:55 WIB
Kusir andong wisata di kawasan Candi Borobudur terdampak pandemi Covid-19. Kuda dijual murah atau terancam dijagal agar para kusir dapat bertahan. [suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

SuaraJawaTengah.id - Kusir andong wisata di kawasan Candi Borobudur terpaksa menjual kuda dengan harga murah agar dapat bertahan di masa pandemi.

Dampak dari penerapan PPKM Darurat dan Level, objek wisata di Magelang tutup total. Kusir andong yang menggantungkan hidup dari pariwisata kehilangan pendapatan.

Ketua Forum Kluster Pariwisata Borobudur, Kirno Prasojo mengatakan kusir terpaksa menjual kuda untuk mengurangi beban pemeliharaan. Biaya makan kuda paling sedikit Rp 50 ribu per ekor setiap bulan.

Padahal kata Kirno, rata-rata kusir memelihara 2 ekor kuda agar tidak kelelahan menarik andong. Kuda yang kelelahan rentan sakit atau mengamuk.

“Kuda harus makan. Saya sendiri ada 4 kuda. Itu biaya upah merawatnya Rp 1 juta per bulan. Untuk cari pakan rumput dan mengurus kuda,” kata Kirno yang juga sesepuh paguyuban pemilik andong Borobudur.

Menyiasati pengeluaran, kusir tidak lagi memberikan polard gandum sebagai pakan tambahan. Harga 10 kilogram polard gandum sekitar Rp 49 ribu.

Selama pendemi, kuda penarik andong hanya diberi pakan rumput dan katul. “Yang penting rumput ditambah katul. Kalau tidak dikasih katul, badan kuda juga rusak. Kuda nanti jadi kurus karena juga jarang diajak jalan,” ujar Kirno.

Belum lama ini, Kirno bermaksud menjual seekor kudanya. Kepada salah seorang penjual kuda di Jumoyo, Magelang, kuda ditawarkan seharga Rp 15 juta.

Penjual menolak membeli kuda milik Kirno dengan alasan stok dagangannya belum habis. Padahal dulu Kirno membeli kuda dari pedagang yang sama seharga Rp 30 juta.

Baca Juga: Pembatasan Aktivitas Masyarakat Tidak Berdampak Banyak Terhadap Kualitas Udara

“Dijual harganya murah, tapi kalau tidak dijual jadi beban. Yang dihadapi kusir berat. Tidak ada pemasukan, tapi pengeluaran terus. Kalau mobil berhenti nggak apa. Kuda kan butuh makan.”

Paguyuban kusir andong pernah mengajukan bantuan pakan kuda kepada Dinas Peternakan. “Kalau orangnya dapat bantuan sembako, (seharusnya) kudanya juga dapat bantuan pakan. Tapi sampai sekarang kok ya belum ada tindak lanjut,” kata Kirno.

Kirno khawatir jika kusir semakin kepepet, terpaksa menjual kuda ke tukang jagal. Kuda disembelih untuk diolah menjadi sate kuda di sejumlah tempat kuliner di Yogyakarta.  

Kuda yang disembelih untuk konsumsi, dihargai Rp 6 juta per ekor. Harga itu jauh lebih murah dari harga beli kuda sandel biasa yang rata-rata Rp 30 juta. “Kita masih eman. Kuda itu kan seperti orang sudah suka. Jadi kasihan (jika dijagal). Kalau nggak kepepet ya nggak dijual ke tukang jagal.”

Salah seorang kusir andong, Bari mengatakan, sebelum pandemi dia bisa mendapat uang paling sedikit Rp 150 ribu per hari. Jika musim liburan, pendapatan melonjak hingga Rp 300-Rp 400 ribu per hari.

Rata-rata kusir andong mendapat pemasukan Rp 2 juta per bulan. Mereka mendapat upah dari bagi hasil penjualan tiket andong wisata yang dikelola Forum Kluster Pariwisata Borobudur.

Load More