Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Senin, 30 Agustus 2021 | 11:22 WIB
Lukisan karya Brambot Kusuma yang viral dan menjadi perbincangan masyarakat. [Dok pribadi]

SuaraJawaTengah.id - Lukisan seniman asal Salatiga, Jawa Tengah Brambot Kusuma ramai diperbincangkan banyak orang.

Hal itu setelah lukisannya yang memperlihatkan sosok manusia yang tengah melukis mirip Presiden Jokowi menjadi wajah menyerupai Soeharto atau Pak Harto viral di akun Instagram @gajayana memanggil.

Sampai saat ini, lukisan tersebut sudah dilihat ratusan orang. Bahkan, ratusan warganet langsung menyerbu postinngan tersebut di kolom komentar.

Brambot sendiri tak mengira jika lukisannya itu bakal ramai diperbincangkan di media sosial. Lukisan tersebut adalah hasil dari sebuah renungan yang langsung dia eksekusi selama 3 jam.

Baca Juga: Berani Peras Mantan Ajudan Jokowi, Andri Supriyanto Ngaku Orang Dekat Mantan Wali Kota

"Mengira sih tidak, karena seperti biasanya saya ketika ada ide langsung segera di eksekusi," jelasnya kepada Suara.com, Senin (30/8/2021).

Dia menjelaskan, lukisan tersebut terinspirasi dari  situasi yang berkembang sekarang. Dimana pemerintah atau aparat bersikap berlebihan terhdap karya-karya mural yang bermuatan kritik terhadap rezim saat ini.

"Bahkan bentuk intimidasi-intimidasi dilakukan, yang notabene bukan “penjahat”," ujarnya.

Meski demikian, dia mengaku ada rasa ketakutan setelah membuat lukisan tersebut. Namun, lanjutnya, selama kritikannya berangkat dari data-data dia berani mempertanggung jawabkan karyanya.

"Sampai sekarang belum ada intimidasi dan jika saya sampai ditangkap atau ada bentuk intimidasi, apa tidak semakin memperjelas bahwa pemerintah saat ini antiktitik dan selalu bertindak represif," paparnya.

Baca Juga: Menolak Tambang Quarry, Seniman Mural Aksi di Desa Wadas Purworejo

Dia sadar betul, pasti ada yang pro dan kontra terkait lukisannya tersebut. Dia ingin bermain semiotika, bagi yang “rindu romantismenya”  jaman orba, mengintepretasikannya pemerintah saat ini memiliki “kebaikan-kebaikan”, prestasi-prestasi yang sama dengan orba.

Sementara, bagi yang “melawan” kondisi sekarang tak jauh bedanya dengan masa orba, yang mana salah satunya sikap represif pemerintah terhadap rakyatnya yang kritis.

"Dua pesan itu yang ingin saya sampaikan pada karya saya. Tapi tidak menutup kemungkinan, intepretasi yang berbeda-berbeda yang diartikan bagi orang melihatnya," jelasnya.

Kontributor : Dafi Yusuf

Load More