Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 01 September 2021 | 13:56 WIB
Foto udara perumahan warga terendam banjir di Tirto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (26/2/2021). ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra

SuaraJawaTengah.id - Wilayah Kota Pekalongan terancam tenggelam dalam beberapa puluh tahun ke depan karena penurunan muka tanah yang terus terjadi dan naiknya air laut atau rob.

Wilayah yang berada di pantai utara (pantura) Jawa Tengah itu bahkan diprediksi Pakar geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas akan lebih dulu tenggelam daripada Jakarta karena laju penurunan muka tanahnya lebih cepat dari Ibu Kota.

Berikut rangkuman sejumlah fakta terkait permasalahan yang harus mendapat penanganan serius tersebut agar ancaman Kota Pekalongan tenggelam tak menjadi nyata.

‎Kondisi wilayah pesisir Kota Pekalongan di Jalan Semudera, Kelurahan Panjang Baru, Kecamatan Pekalongan Utara yang semakin tergerus terjangan rob, Selasa (10/8/2021).[Suara.com/F Firdaus]

1. Tanah Turun 6 Sentimeter Per Tahun

Baca Juga: Banjir Rob Terus Terjadi, Rumah di Demak Kian Pendek, Ancaman Tenggelam Semakin Nyata

Penurunan muka tanah di Kota Pekalongan terus dipantau dan diteliti oleh sejumlah pihak, di antaranya Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui patok penanda yang dipasang di Stadion Hoegeng, Kecamatan Pekalongan Barat dan di Kecamatan Pekalongan Selatan.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pekalongan Anita Heru Kusmorini mengatakan‎, kedua patok tersebut dipasang untuk menghitung laju penurunan muka tanah yang terus terjadi.

"Patok yang dipasang di Stadion Hoegeng menunjukkan penurunan muka tanah sekitar 0,5 sentimeter per bulan, sehingga setiap tahunnya 6 sentimeter. Sedangkan patok kedua di Kecamatan Pekalongan Selatan menunjukkan penurunan muka tanah relatif tidak terlalu cepat, yakni sekitar 0,2 sentimeter per bulan," ujar Anita baru-baru ini.

2. Penyedotan Air Tanah Massif Jadi Penyebab

‎Kepala Bappeda Kota Pekalongan Anita Heru Kusmorini menyebut penurunan muka tanah yang terus terjadi salah satunya disebabkan pengambilan air tanah yang massif untuk keperluan warga sehari-hari, industri, hotel, dan kebutuhan lainnya.

Baca Juga: Diiming-imingi Pekerjaan, Wanita Asal Pekalongan Malah Dijarah dan Jadi Korban Pemerkosaan

"Kota Pekalongan ini tidak memiliki sumber air permukaan. Semuanya mengambil air dari tanah, seperti PDAM, industri, dan kegiatan perhotelan. Selain itu, tanah Kota Pekalongan merupakan endapan muda yang secara alami akan mengalami penurunan," jelasnya.

‎3. Banjir Rob Bertambah Parah, Daratan Hilang

Ancaman tenggelamnya Kota Pekalongan semakin nyata karena penurunan muka tanah yang terus terjadi ‎diperparah dengan terjadinya kenaikan air laut yang memicu banjir rob di wilayah pesisir Kota Batik. Salah satu wilayah pesisir yang terdampak rob yakni Kelurahan Panjang Baru, Kecamatan Pekalongan Utara.

‎Menurut Ketua RW 10 Kelurahan Panjang Baru, Dani, rob bertambah parah dalam lima tahun terakhir dan terjadi hampir setiap hari. Padahal sebelumnya, rob biasanya terjadi hanya pada bulan-bulan tertentu, seperti Juni.

"Rob sekarang sudah nggak musiman lagi, tapi hampir tiap hari," ungkap Dani belum lama ini.

‎Menurut Dani, rob biasanya mulai terjadi pukul 07.00 WIB dan baru mulai surut pukul 11.00 WIB. Ketinggian air yang menggenangi jalan dan rumah-rumah warga berkisar 20 - 30 sentimeter.

"Rob terjadi pagi dan sore hari. ‎Rob paling tinggi bisa sampai 1,1 meter," ujar dia.

Dani yang sudah 10 tahun tinggal di Kelurahan Panjang Baru menyebut terus terjadinya penurunan muka tanah dan kenaikan air laut itu membuat daratan di sekitar pantai sudah hilang.

‎"Sekarang jarak lima meter dari rumah sudah laut. Saya buka pintu sudah langsung lihat laut. Padahal dulu kalau menurut cerita orang-orang tua, jaraknya masih 100 meter," ujarnya.

4. Rumah-rumah Warga Bertambah Pendek

‎Dampak penurunan muka tanah dan rob sangat dirasakan warga yang tinggal di wilayah pesisir, salah satunya di Kelurahan Panjang Baru, Kecamatan Pekalongan Utara.

Banjir rob yang hampir setiap hari terjadi tidak hanya menggenangi jalan, tapi juga masuk ke dalam rumah. Warga pun harus berkali-kali meninggikan lantai rumahnya agar tidak tenggelam oleh rob.‎ Alhasil, terdapat sejumlah rumah warga yang kondisinya terlihat bertambah pendek.

"Upayanya warga agar rumahnya tidak tenggelam sesuai kemampuan ekonomi masing-masing. Kalau saya, sudah empat kali meninggikan rumah. Patokannya ketinggian banjir terakhir seberapa, saya tinggikan lebih dari itu, biar kalau ada banjir lagi sudah aman," ungkap Ketua RW 10 Kelurahan Panjang Baru, ‎Dani.

Menurut Dani, jika peninggian lantai tersebut tidak dibarengi dengan peninggian atap‎, maka tinggi pintu rumahnya hanya menyisakan setengah meter alias bertambah pendek.

"Peninggian sudah sampai 60 persen, separuh rumah. Kalau atasnya tidak ditinggikan juga, rumah jadi pendek," ujarnya.

Dani mengungkapkan, genangan rob yang hampir setiap hari terjadi juga menimbulkan kerusakan pada sepeda motor dan barang-barang elek‎tronik. "Barang-barang yang ada besinya cepat rusak karena terendam rob," ujarnya.

5. Badan Geologi Tambah Patok‎ Penanda Penurunan Muka Tanah

Badan Geologi Kementerian ESDM menambah patok penanda untuk memantau dan menghitung laju penurunan muka tanah di Kota Pekalongan. ‎Terdapat 12 patok penanda baru yang akan dipasang.

Belasan patok itu akan dipasang di empat titiik lokasi. Masing-masing lokasi dipasang tiga buah patok. Empat lokasinya yakni di Kelurahan Panjang Baru dan Degayu, Kecamayan Pekalongan Utara; Kelurahan Sentono, Kecamatan Pekalongan Timur; serta Kelurahan Tirto, Kecamatan Pekalongan Barat.

"‎Penambahan patok penanda penurunan muka tanah saat ini sudah dalam tahap pengukuran sesimik. Untuk lokasi pemasangan tepatnya, kedalamannya sampai berapa, kami masih melihat hasil geolistrik," ujar Kepala Bappeda Kota Pekalongan Anita Heru Kusmorini.

Kontributor : F Firdaus

Load More