SuaraJawaTengah.id - Irama gamelan, gong, dan kenong terdengar menggema dari Dusun Selagedang, Desa Mekarsari, Kecamatan Cipari pada pertengahan tahun medio 1965. Satimin (67), yang saat itu berusia 11 tahun bersama warga lainnya tengah menyaksikan pagelaran wayang kulit, dikejutkan dengan masuknya tiga unit truk milik pasukan KKO (sekarang Korps Marinir) yang membawa sejumlah warga entah dari mana, masuk menuju perkebunan karet di Cilacap.
Ia tidak ingat betul hari apa waktu itu, yang jelas pada Bulan September. Tak lama berselang, Satimin pulang ke rumahnya. Namun, dalam benaknya masih terbesit rasa penasaran apa yang akan dilakukan rombongan tiga unit truk tadi. Terlebih saat itu, waktu menunjukkan pukul 02.00 WIB dini hari.
"Saya saat itu kelas 5 SD, kalau tidak salah umur 11 tahun. Waktu itu, di Selagedang ada wayang kulit. Saya nonton, waktu itu jam malam-malam sekitar jam 2 ada mobil tiga, berurutan mau menuju ke Singaranting. Kita kan pulang, ga lama kemudian kedengeran suara senapan dar dor dar dor," katanya kepada Suara.com saat ditemui di kediamannya, Grumbul Pitulasi, Desa Mekarsari, Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, Selasa (14/9/2021).
Usai kejadian tersebut beberapa hari berselang, aliran sungai kecil yang menjadi batas permukiman dengan hutan karet setempat mengeluarkan aroma amis. Warga setempat pun akhirnya geger, namun tidak ada yang berani untuk melapor. Hanya saling rasan saja, antar tetangga. Ia curiga aroma amis tersebut berasal dari Makam Singaranting. Karena jarak permukiman hanya sekitar 1 km saja.
"Sungai kecil ini sebelah yang masuk ke sumur juga, sempat bau amis. Tapi warnanya tidak merah. Karena itu cairan thuk sih. Jaraknya tidak jauh juga dari sini, sekitar 1 km an," terangnya yang masih diingat hingga saat ini.
Ia tidak mengetahui persis, siapa saja orang yang berada dalam truk itu. Yang jelas bukan warga sekitar. Ini dilihat tidak adanya warga yang dilaporkan hilang. Namun pasca kejadian tersebut, warga jadi takut untuk keluar rumah. Karena lokasi dusun ini terpisah dari permukiman lainnya di Desa Mekarsari. Untuk masuk ke wilayah ini, ada dua akses jalan.
Yang pertama harus menembus hutan karet dengan jalan rusak mirip sungai kering dengan kontur tanjakkan dan berkelok jarak tempuh sekitar 45 menit. Dan satunya melalui Kecamatan Majenang yang juga tak kalah rusaknya dengan jarak tempuh sekitar 30 menit. Jika kondisi hujan, tentu akan mempersulit warga beraktivitas. Jalan jadi licin dan banyak kubangan.
Cerita mengenai mistisnya Makam Singaranti sebenarnya sudah ada sebelum adanya kejadian ini. Sampai-sampai warga tidak berani melintas sendirian jika ingin sekadar mengurus surat ke balai desa. Tidak adanya penerangan sepanjang jalan juga menjadi faktor utama. Ketambahan rusaknya akses jalan menuju perkotaan.
Pernah suatu ketika, Satimin mendengar cerita dari warga sekitar yang mendengar tangisan saat melintasi hutan karet tersebut. Anehnya ketika dicari tidak ada wujud dari tangisan tersebut. Cerita itu, dalam waktu singkat menyebar ke penjuru dusun.
Baca Juga: Tinjau Vaksinasi Door to Door, Jokowi: Kita Harap Percepat Program Vaksinasi di Indonesia
"Singaranting sepengetahuan saya, sampai sekarang pun masih wingit (angker). Karena orang-orang yang meninggalnya dibunuh bukan karena kehendak Allah, jadi ada bayangan-bayangan orang nangis terus ada bayangan yang tidak kelihatan, ada juga yang minta tolong, ya namanya setan mungkin ga keliatan benar-benar seperti manusia cuma ada suara tapi ga ada rupa," terangnya.
Misteri siapa saja yang dieksekusi dan dimakamkan di Makam Singaranting terkuak dari mulut Misrun (66). Ia merupakan warga asli Dusun Pitulasi. Bapaknya, dahulu merupakan pekerja di perkebunan karet. Namun pada Bulan September tahun 1965 bapaknya mendapat tugas tambahan membuat lubang untuk memakamkan warga yang dieksekusi.
"Waktu itu saya diceritani sama bapak saya karena waktu itu kan kerja di perkebunan. Nah terus dikasih kerjaan untuk membikin lubang untuk ngubur orang-orang diduga PKI yang dibunuh. Membunuhnya itu malam hari. Sekitar jam 9 sudah mulai, kadang-kadang sampai pagi baru selesai, tidak mesti," ungkap Misrun.
Tidak hanya bertugas untuk menggali, bapaknya juga disuruh untuk mengurug kembali setelah eksekusi selesai. Waktu itu, karena usia Misrun masih kecil, belum begitu paham apa yang sebenarnya terjadi. Hampir dua bulan lamanya, orangtua Misrun mendapatkan tugas tambahan tersebut.
"Bapak saya menggali itu waktunya tidak tentu. Bisa dua hari sekali, tidak pasti. Kurang lebih sekitar dua bulanan. Tapi tidak setiap malam, kadang juga seminggu sekali atau dua kali," terangnya.
Misrun tidak mengetahui persis identitas orang yang dieksekusi di Makam Singaranting. Menurutnya, teman dari bapaknya ada yang dibawa oleh KKO namun tidak diketahui keberadaannya. Apakah dieksekusi di tempat lain atau menjalani hukuman penjara.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
CERPEN: Liak
-
Rencana KBMI I Dihapus, OJK Minta Bank-bank Kecil Jangan Terburu-buru!
-
4 Rekomendasi HP 5G Murah Terbaik: Baterai Badak dan Chipset Gahar Desember 2025
-
Entitas Usaha Astra Group Buka Suara Usai Tambang Emas Miliknya Picu Bencana Banjir Sumatera
-
PT Titan Infra Sejahtera: Bisnis, Profil Pemilik, Direksi, dan Prospek Saham
Terkini
-
Libur Nataru Dijamin Irit! Pertamina Tebar Cashback BBM 20 Persen, Diskon Gas hingga Hotel
-
Genjot Ekonomi Baru, Ahmad Luthfi Minta Kabupaten dan Kota Perbanyak Forum Investasi
-
Memperkuat Inklusi Keuangan: AgenBRILink Hadirkan Kemudahan Akses Perbankan di Daerah Terluar
-
15 Tempat Wisata di Pemalang Terbaru Hits untuk Liburan Akhir Tahun
-
10 Wisata Semarang Ramah Anak Cocok untuk Libur Akhir Tahun 2025, Pertama Ada Saloka Theme Park