Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 14 Oktober 2021 | 10:10 WIB
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra di kantor Kemendagri, Rabu (15/1/2020). (Suara.com/M Yasir)

SuaraJawaTengah.id - Dikhianati seorang pemimpin pastinya sangat menyakitkan. Hal itu terjadi pada Prof Yusril Ihza Mahendra yang dikhianati oleh  elite politik

Prof Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan bahwa dalam politik ada banyak hal tidak bisa diduga dan juga terkadang sangat kejam.

Pakar hukum tata negara menjelaskan, dalam batas tertentu politik juga tidak bicara tentang balas budi. Yusril Ihza Mahendra menyebut, bisa jadi ada pihak-pihak yang semula menjadi kawan seiring dan telah banyak berjuang tapi kemudian ditinggalkan dan dilupakan begitu saja.

“Saya sudah sering mengalami hal seperti itu,” kata Yusril dikutip dari Terkini.id, Rabu [13/10/2021].

Baca Juga: Apa Kabar Demokrasi di Indonesia?

Lebih lanjut Yusril menjelaskan bahwa perkataan ia sebelumnya pernah disampaikan kepada Dahnil Azhar Simanjuntak.Waktu itu, Yusril sedang menjadi kuasa hukum pasangan Jokowi-KH Ma’ruf Amin menghadapi gugatan Prabowo-Sandiaga S Uno di Mahkamah Konstitusi.

Setelah MK menolak gugatan Prabowo yang didukung Dahnil, yang disampaikan oleh Yusril benar terjadi. Jokowi sebagai presiden merangkul Prabowo sebagai Menteri Pertahanan, lalu Dahnil dijadikan Prabowo sebagai juru bicara Menteri Pertahanan.

“Politik itu bisa berbalik. Saya yang mati-matian membela Pak Jokowi melawan Pak Prabowo nanti bisa-bisa Prabowo dan Anda yang menikmatinya dan kami semua akan ditinggalkan di belakang. Saya pikir itulah yang terjadi,” papar Yusril. 

Selanjutnya saat menjadi kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf Amin, Yusril tidak meminta bayaran alias probono. Dia pun tak berharap imbalan dalam bentuk lain, termasuk menjadi anggota kabinet.

“Pak Jokowi memang berterima kasih kepada saya, tapi tidak menawarkan masuk kabinet. Saya pun memang tidak meminta,” ujarnya.

Baca Juga: Sinisme Politik Jelang Pilpres 2024, Dulu Cebong dan Kampret, Kini Celeng Vs Banteng

Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini juga menceritakan kisahnya di tahun 1999.

Di masa itu, ketika MPR menolak pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie, Yusril Ihza Mahendra pernah menjadi calon presiden yang diajukan Partai Bulan Bintang. Tapi kemudian, oleh kelompok Poros Tengah, yang dimotori Amien Rais, dia diminta mundur.

sHal itu agar memuluskan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) berhadapan dengan Megawati. Atas kehendak Illahi, Gus Dur memenangkan suara dan terpilih menjadi presiden. Yusril kemudian dipilih menjadi menteri, tapi baru beberapa waktu kemudian dicopot.

“Saya sempat berpikir Anda (Gus Dur) ini saya beri kesempatan untuk maju, tapi sekarang memberhentikan saya sebagai menteri dengan cara seperti ini,” kenang Yusril.

Selanjutnya setelah lima tahun, pada pemilihan presiden langsung PBB yang dipimpinnya termasuk yang mengusung pencalonan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) sebagai calon presiden dan wakil presiden.

Dukungan tersebut memberi warna adanya dukungan kelompok Islam terhadap duet tersebut. Selain Partai Demokrat dan PBB, kemudian masuk Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang saat itu dipimpin oleh mantan Menhankam Jenderal (Purn) Edi Sudrajat.

Pada putaran kedua pilpres, sejumlah parpol berbalik mendukung SBY-JK melawan Megawati-KH Hasyim Muzadi. Para pendukung baru justru terlihat seperti yang paling berjasa, sedangkan Yusril seperti dinihilkan.

“Saat itu kan lalu muncul sosok Andi Mallarangeng, yang sebelumnya ada di kubu lawan, malah jadi jubir Presiden. Saya jadi Menteri Sekretaris Negara tapi pada 2007 dia berhentikan saya,” kata Yusril diiringi tawa.

Load More