SuaraJawaTengah.id - Hal pertama yang dirasakan pengunjung tatkala datang ke kawasan Pecinan Kota Semarang adalah bau dupa. Di Pecinan, pengunjung bisa mengunjungi beberapa klenteng yang ada di Kawasan bersejarah tersebut.
Ya, kawasan tersebut memang didominasi oleh warga keturunan Tionghoa. Wajar saja ketika mendekati perayaan Imlek banyak kulineran khas Tionghoa dijual di kawasan tersebut mulai dari kue keranjang hingga pernak-pernik khas Imlek.
Meski sangat kental dengan budaya Tionghoa, jarang yang mengetahui jika di tempat tersebut terdapat altar ulama muslim yang diletakan di gedung Perkumpulan Sosial Boen Hian Tong atau Rasa Dharma, Gang Pinggir Pecinan.
Selain altar tokoh-tokoh Tionghoa, warga Pecinan juga memasang altar Gus Dur atau Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid.
Altar Gus Dur diletakan di tengah-tengah Sinci lainnya dan bentuknya berbeda sehingga mudah terlihat. Peletakan altar Gus Duru diartikan sebagai bentuk terimakasih dari warga Tionghoa kepada Gus Dur.
"Hal itu disebut sebagai bentuk penghormatan kalangan Tionghoa kepada Gus Dur sebagai sosok yang berjasa," jelas pengurus Yayasan Rasa Dharma, WS Andi Gunawan," Selasa (1/2/2022).
Dia menjelaskan, altar Gus Dur sengaja diletakan bersama dengan tokoh-tokoh yang lain di gedung Rasa Dharma untuk menghormati arwah para leluhur.
"Ada namanya Presiden RI Abdurrahman Wahid Gus Dur. Jadi ini diletakkan di sini sebagai wujud penghormatan,” katanya.
Selain meletakkan altar di tempat tersebut, pihaknya juga mendoakan Gus Dur, termasuk saat jelang Imlek dan saat peringatan haul Gus Dur.
Baca Juga: Wow! Cara Khas Adella Wulandari, Sampaikan Konten Sex Education Kerap Undang Gelak Tawa
"Kita juga ikut mendoakan sebagai wujud penghormatan,"ujarnya.
Menurutnya, adanya papan arwah atau altar Gus Dur satu-satunya di Indonesia. Bentuknya juga diganti dengan filosofi dan bentuk altar sesuai dengan anjuran Gus Mus yang merupakan sahabat Gus Dur.
“Karena ini langka. Ada papan arwah Gus Dur, mungkin satu-satunya di Indonesia. Kental sekali toleransinya,” ungkapnya
Selain itu, untuk mengingat Gus Dur muslim, cara menyajikan sajian di altar pun diganti. Setelah sebelumnya di kalangan Tionghoa itu harus ada tiga dagingnya yakni ikan, ayam, babi, akhirnya babi diganti dengan kambing.
“Kami ganti kambing. Mengapa tidak sapi, karena ada saudara kita yang tidak makan sapi. Itu contoh-contoh keberagaman masyarakat,"ujarnya.
Kontributor : Dafi Yusuf
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Rp80 Jutaan: Dari Si Paling Awet Sampai yang Paling Nyaman
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
Pilihan
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
Terkini
-
Gubernur Ahmad Luthfi Ajak Para Perantau Bangun Kampung Halaman
-
Geser Oleh-Oleh Jadul? Lapis Kukus Kekinian Ini Jadi Primadona Baru dari Semarang
-
10 Nasi Padang Paling Mantap di Semarang untuk Kulineran Akhir Pekan
-
BRI Peduli Salurkan 5.000 Paket Sembako bagi Masyarakat dalam Program BRI Menanam Grow & Green
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan