Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 03 Februari 2022 | 11:06 WIB
Hoo Gien Hwat atau dikenal sebagai Suhu Hwat berdoa di depan altar Avalokitesvara atau Dewi Kwan Im. [suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

Sambil mempelajari teori, Hoo Gien Hwat juga belajar praktik langsung di lapangan. Setelah Suhu Djoko meninggal tahun 2003, Hoo Gien Hwat otomatis melanjutkan praktik feng shui.

Dasar ilmu feng shui adalah memahami sifat 10 batang langit dan 12 cabang bumi. Dalam Mandarin disebut Tien Khan dan Tie The.

Sepuluh batang langit itu terdiri dari 5 elemen: kayu, api, tanah, logam, dan air. “Tahun 2020 kemarin itu shio tikus logam positif. Tahun 2021 shio kerbau logam negatif.”

Dua belas shio yang membawa sifat dan karakter dipelajari para leluhur Tiongkok melalui pengamatan posisi planet Jupiter. Posisi Jupiter yang berubah setiap tahun, kemudian ditandai dengan nama-nama hewan.

Baca Juga: Viral Video Kerumunan Diduga Perayaan Imlek di Sebuah Mal, Netizen: Siapa yang Kasih Izin sih?

Perubahan kondisi alam pada tahun-tahun tersebut kemudian dicatat. Pengetahuan itu yang kemudian menjadi dasar menentukan feng shui.

“Jadi yang diamati pergeseran di alam semesta. Alam semesta ini bergeser sehingga tercipta waktu, iklim, sampai ke bencana. Pergeseran itu mempengaruhi makhluk hidup, baik yang bergerak maupun tidak bergerak,” ujar Suhu Hwat.

Perubahan siang-malam misalnya, menimbulkan reaksi biologis pohon saat memproduksi oksigen dan karbon. Alam juga mempengaruhi manusia yang memiliki karakter dan logika.

Menurut Shu Hwat, feng shui tidak mengubah takdir alam atau karakter manusia. Feng shui hanya membacanya sehingga manusia dapat mengantisipasi.

“Jadi kita hanya menyikapi. Ilmu ini tidak mengubah alam atau manusia. Tapi karena sudah ada hasilnya (pengamatan para leluhur), itu yang kita pegang untuk menyikapi.”

Baca Juga: Selain Tahun Baru Imlek, Ini Daftar Tanggal Merah Bulan Februari 2022

‘Mata’ Menara Petronas

Load More