"Dari semalam itu sudah dilakukan ritual doa di pasemuan. Pasemuan itu adalah tempat berdoa apabila acara baik tahunan maupun bulanan. Rangkaian acara di Bonokeling setahun bisa sampai 40 kali. Cuma yang orang ketahui hanya unggahan. Sebenarnya setiap bulan ada acara yang kita sebut Perlon," jelasnya.
Biasanya, ritual unggahan memakan waktu lama. Bahkan bisa selesai hingga pukul 22.00 WIB malam saking banyaknya yang berziarah secara bergantian satu persatu. Masyarakat selain anak putu dilarang untuk memasuki area makam Bonokeling. Hal ini bertujuan untuk menghormati para anak putu yang khusuk berdoa.
Dari pukul 11.00 WIB, anak putu beriringan memasuki area makam didahului dengan kaum perempuan. Masyarakat komunitas Bonokeling sangat menghargai kaum perempuan sudah sedari dulu. Terlihat dari cara lelaki memperlakukan kaum perempuan. Termasuk kegiatan masak-memasak.
"Sekitar jam 11 mulai masuk makam karena menunggu masak-masak kambing (becekan) setengah matang. Kemudian baru naik ke atas. Karena banyak tamunya pasti selesainya sampai malam. Setelah selesai baru selamatan dengan makan bersama," tuturnya.
Tahun ini, ada 26 hewan kambing dan satu ekor sapi, serta ratusan ekor ayam. Sumitro sendiri tidak mengetahui hewan ini sumbangan dari siapa saja. Karena dalam prosesi ini tidak ada kewajiban untuk membawa apa saja. Tergantung kemampuan dari setiap individu.
Sosok Bonokeling sendiri, anak putu meyakini adalah tokoh spiritual dari Kadipaten Pasir Luhur (saat ini wilayah Kecamatan Karanglewas, Banyumas). Wilayah ini dulu merupakan bagian dari Kerajaan Padjadjaran. Bonokeling datang ke Pekuncen dalam rangka pembukaan wilayah pertanian.
Saat Islam masuk pada abad ke-16, prosesi ini disamakan dengan ritual sadran, tradisi berziarah dan membersihkan makam leluhur sebelum bulan puasa.
Menurut Sumitro, dalam berpuasa, anak putu Bonokeling menggunakan penanggalan Jawa versi Alif Rebo Wage (Aboge). Lain dari penentuan awal puasa pemerintah yang menggunakan dasar rukyat atau melihat hilal (bulan sabit).
Perhitungan metode ini, sudah dikenalkan sejak ratusan tahun lalu oleh leluhur setempat.
Baca Juga: Masjid-Masjid di Sumsel Bersiap Gelar Salat Tarawih Ramadhan, Tetap Terapkan Prokes
Saat ini ada enam orang bodogol (ketua adat) termasuk juru kunci di Desa Pekuncen. Jumlah tersebut tidak termasuk bedogol dari wilayah Desa Adiraja, dan Daunlumbung di Kabupaten Cilacap.
Dari wilayah Kabupaten Cilacap untuk tahun ini diikuti sebanyak 827 anak putu. Jika digabungkan dengan anak putu Desa Pekuncen, jumlahnya diperkirakan lebih dari 5.000 orang.
Kontributor : Anang Firmansyah
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota