SuaraJawaTengah.id - Panglima TNI Jenderal Andika Prakasa mengubah aturan mengenai penerima prajurit TNI.
Di mana keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) diperbolehkan mendaftar sebagai prajurit TNI.
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS), Agus Riewanto mengatakan jika keputusan itu sudah sangat tepat.
"Itu memang seharusnya begitu. Ini kebijakan yang tepat, tapi menurut saya itu terlambat," kata dia saat dihubungi, Kamis (31/3/2022).
Agus menjelaskan, ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 11 Tahun 2003, itu membatalkan ketentuan pasal 60 UU nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu.
Itu menyatakan mantan narapidana PKI atau tahanan politik dan seterusnya boleh menjadi calon legislatif (caleg).
"Jadi caleg saja, itu sejak Pemilu 2004 lalu. Keputusan MK itu sistem hukum setara dengan UU, bersifat mengikat dan bersifat final," papar dia.
Menurutnya, kalau itu dijadikan yurisprudensi pada seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka keputusan MK itu sudah dapat menjadi pedoman.
"Artinya kalau kebijakan lain menyangkut soal PKI menggunakan yurisprudensi keputusan MK itu bisa," ungkap dia.
Baca Juga: Jenderal Andika Bolehkan Keturunan PKI Masuk TNI, Ini Tanggapan Setara Institute
Jadi kalau sekarang TNI membuat teknis rekrutan prajurit TNI boleh berasal dari keturunan PKI dan tidak dilarang itu sudah tepat.
Organisasi PKI itu kan sudah bubar, kalau melihat dari keputusan MK. Maka dalam hukum itu, kalau itu sudah dibubarkan berati sudah selesai.
"Underbow keturunan dibawahnya itu istilahnya dalam hukum tidak ada. Tidak ada orang yang berbuat salah itu ayah ibunya atau kakek neneknya tiba-tiba dapat stigma itu anak dan keluarganya, itu tidak bisa begitu," sambungnya.
Itu kan masalah personal, tidak bisa kejahatan dialihkan atau diturunkan kepada orang lain. Itu tidak ada hubungannya, apalagi kejahatan politik.
"PKI itu kejahatan politik, dan itu kontroversial. Setiap warga negara itu kan dilindungi hak-hak politiknya, hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, atau hak dalam mendapatkan pendidikan. Itu semua kan dijamin konstitusi, tidak boleh tiba-tiba di stigma karena keturunan tertentu dan itu tidak bisa," jelas Agus.
Ditambahkan, silahkan saja adanya pro kontra dengan adanya keputusan ini. Adanya pro kontra itu soal pendapat dalam berdemokrasi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota
-
Bukan Cuma Sepak Bola! Intip Keseruan dan Kekompakan Jurnalis Semarang di Tiba Tiba Badminton 2025
-
7 Jalur Trek Lari di Purwokerto, Syahdyu untuk Melepas Penat dan Menjaga Kebugaran
-
BRI Genap 130 Tahun, Tegaskan Komitmen terhadap UMKM dan Inklusi Keuangan Nasional
-
5 Mobil Bekas Rp80 Jutaan: Dari Si Paling Awet Sampai yang Paling Nyaman