Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 19 April 2022 | 08:34 WIB
ilustrasi depresi. Polisi sudah memastikan pelaku pembunuhan terhadap anak kandungnya sendiri, Kanti Utami (40) mengalami gangguan jiwa berat setelah dilakukan pemeriksaan kejiwaan. (pexels)

SuaraJawaTengah.id - ‎Polisi sudah memastikan pelaku pembunuhan terhadap anak kandungnya sendiri, Kanti Utami (40) mengalami gangguan jiwa berat setelah dilakukan pemeriksaan kejiwaan. Gangguan kejiwaan itu dialami karena pengaruh kekerasan yang diterima sejak kecil.

‎Dokter spesialis kejiwaan RSUD dr Soeselo Slawi, Kabupaten Tegal Glrorio Immanuel mengungkapkan, ‎gangguan kejiwaan sudah dialami Kanti Utami sejak lama meski dia terlihat seperti orang normal.

‎"Dia memiliki gangguan kepribadian sejak masa remaja, tapi dia dapat menyalurkan gangguan kepribadian itu dengan hal-hal yang positif. Kami menyebutnya dengan sublimasi. Apa yang kurang dipikirannya malah menjadi energi positif," ujar Glorio di Mapolres Brebes, Senin (18/4/2022).

Ditanya terkait penyebab gangguan jiwa tersebut, Glorio menyebut ada pengaruh kekerasan dan pelecehan yang dialami Kanti Utami saat kecil dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Kanti saat proses observasi.

Baca Juga: 4 Daya Tarik Rest Area Brebes Heritage KM 260B Banjaratma

‎"Dari observasi yang kami lakukan, tanya jawab dengan berbagai pihak, didapatkan bahwa terduga merasa sejak kecil dia mengalami kekerasan fisik, kekerasan verbal dan pelecehan yang hanya dia simpan sendiri. Dan hari itu keluar semua cerita tentang kejadian masa kecil dan kami ulang lagi besoknya, kami ulang lagi, ceritanya tidak berubah," ungkapnya.

Menurut Glorio, pengalaman mengalami kekerasan sejak kecil itu terus disimpan Kanti Utami menjadi dendam dan membuatnya memiliki ketakutan anak-anaknya akan mengalami‎ hal yang sama.

"Ditambah kecerdasan terduga ada di borderline atau rata-rata. Ibaratnya normal tapi paling rendah. Jadi kemampuan dia beradaptasi terhadap sesuatu yang baru, terhadap stresor bisa kita katakan rendah. Sehingga stresor kecil membuat dia stressnya tinggi. Stressnya dia menyebabkan dia berpikir anak-anaknya akan disakiti orang lain," ujarnya.

Lebih lanjut Glorio menyampaikan, gangguan ‎kejiwaan seperti yang dialami Kanti Utami bukan sebuah gangguan yang tabu dan mungkin dialami oleh siapa saja. "Gangguan jiwa sudah ada pengobatannya. Sudah bisa dijelaskan secara medis,"‎ ujarnya.

Menurut Glorio, perlu ada deteksi dini terhadap ke‎mungkinan seseorang mengalami gangguan jiwa. Deteksi dini itu perlu dilakukan sejak dini atau sejak seseorang masih berusia anak-anak.

Baca Juga: Kabar Gembira! Jalan Lingkar Utara Brebes-Tegal Siap untuk Arus Mudik Lebaran 2022

Sebab, gagal tumbuh kembang anak, keterlambatan berbicara pada anak, hiperaktif pada anak, retardasi mental merupakan bagian dari gangguan kejiwaan, namun bukan sesuatu hal yang tabu. 

"Deteksi dini, meningkatkan pengetahuan orang tua dan lingkungan bahwa gangguan seperti ini bisa didiagnosis, bisa diobati serta bagaimana caranya keluarga mendukung yang menderita di rumah ini sangat-sangat penting. Dengan hal itu kita harapkan hal-hal yang seperti yang kita hadapi seperti sekarang ini tidak terjadi lagi," tandasnya.

Sebelumnya, Kapolres Brebes AKBP Faisal Febrianto mengatakan, Kanti Utami sudah menjalani pemeriksaan atau observasi kejiwaan selama sekitar satu bulan ‎di RSUD dr Soeselo Slawi, Kabupaten Tegal untuk mengetahui kondisi kejiwaannya.

"‎Menurut keterangan dokter atau ahli, ibu ini atau terduga pelaku ini dinyatakan mengalami gangguan jiwa berat," kata Faisal saat konferensi pers di Mapolres Brebes, Senin (18/4/2022) siang. 

‎Menurut Faisal, selain di RSUD dr Soeselo, Kanti Utami juga tengah menjalani observasi kembali di sebuah rumah sakit jiwa di Semarang. "Sampai saat ini terduga pelaku masih mengalami atau halusinasinya sama saja," ujarnya.

Setelah keluar hasil pemeriksaan kejiwaan tersebut, Faisal mengaku‎ akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak lain, seperti kejaksaan dan pengadilan terkait kelanjutan proses hukum.

Menurut dia, sesuai KUHP pasal 44, orang yang mengalami gangguan jiwa tidak dapat dihukum atau dipidana. 

“Jadi ini akan kita koordinasikan ke jaksa maupun ke pengadilan karena menurut undang-undang yang bisa menempatkan orang di RSJ adalah hakim. Kalau secara UU, ini tidak bisa dipidana lagi karena hasil pemeriksaan, hasil observasi dari dokter atau ahli ini gangguan jiwa berat," ujarnya.

Kontributor : F Firdaus

Load More