Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 07 Mei 2022 | 15:59 WIB
Susan Sasmita, pemilik agen penjualan tiket Kios Kuning di Terminal dr Prajitno, Muntilan sedang melayani pembeli. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]  

SuaraJawaTengah.id - Keramaian penumpang arus balik Lebaran mulai tampak di Terminal dr Prajitno, Muntilan, Magelang. Arus balik Lebaran diperkirakan tiba puncaknya 6-8 Mei 2022.

Empat bus Ramayana jurusan Bogor, Tangerang, dan Bekasi berjajar di depan deretan penjual tiket di terminal Muntilan. Penumpang mengangkut koper dan kardus berisi oleh-oleh ke bagasi.

“Mulai puncaknya tanggal 6, 7, dan 8 Mei, karena tanggal 9 Mei sudah pada masuk kerja,” kata Susan Sasmita (30 tahun), pemilik agen penjualan tiket Kios Kuning, Terminal Muntilan.

Semua tiket bus reguler sudah habis untuk jadwal keberangkatan tanggal 6 Mei. Meski belum merekap pesanan untuk jadwal keberangkatan 7 dan 8 Mei, Susan memperkirakan jumlah penumpang juga akan membludak.

Baca Juga: Korbankan Anak Sekolah dengan Perpanjang Libur karena Alasan Urai Kemacetan Arus Balik, Dinilai Bukan Pilihan Tepat

Tiket yang tersedia tinggal bus pariwisata yang dikerahkan untuk angkutan tambahan mudik dan arus balik Lebaran.    

“Hari ini sudah mulai penuh penumpangnya. Rata-rata ini semua bus reguler sudah penuh. Tinggal bus pariwisata saja. Bus cadangan,” ujarnya.

Kementerian Perhubungan mendata sebanyak 1,2 juta pemudik menggunakan moda transportasi umum (bus) melalui jalur darat. Sehingga diperkirakan jumlah arus balik warga juga sama.

Susan, pemilik agen penjualan tiket Kios Kuning menduga, jumlah pemudik membludak karena 2 tahun kemarin pemerintah melarang mereka pulang kampung saat Lebaran.  

Jika pada hari biasa Susan hanya memberangkatkan rata-rata 10 penumpang sehari, pada puncak arus balik tahun ini dia bisa menjual 70 tiket bus.

Baca Juga: Arus Mudik, Penumpang Bandara Soetta hingga H-1 Sebanyak 1.171.365 Orang

“Biasanya rata-rata cuma 10 penumpang. Ini peningkatannya banyak karena dua tahun pada nggak pulang to. Jadi ini pada pulang. Banyak yang pulang (kampung).”

Berbeda dengan 2 tahun Lebaran dalam suasana pandemi, jumlah pemudik saat itu bisa dihitung dengan jari. Selain aturan pembatasan perjalanan, harga tiket bus juga mahal karena jumlah penumpang tidak banyak.

Hanya orang yang memiliki kebutuhan mendesak di kampung yang memilih mudik. “Pas pandemi itu kebanyakan kirim paket. Di Jakarta kan banyak yang berasnya habis, stok makanan habis. Orang tua disini kan pada mikir to. Terus kirim bahan pangan ke sana.”

Tanpa Batasan Tuslah

Menurut Susan, agen penjualan menaikkan harga tiket untuk perjalanan mudik dan arus balik. Rata-rata agen manaikkan harga tiket 2 kali lipat dari harga normal.

Harga tiket untuk bus kelas VIP yang biasanya dijual Rp200 ribu, pada musim mudik dijual Rp430 ribu sampai Rp450 ribu. Sedangkan harga tiket paling mahal yaitu bus jenis sleeper class dijual seharga Rp600 ribu.

Kenaikan harga itu mau tidak mau harus diterima para calon penumpang. Untuk tiket bus mewah jenis sleeper class, kata Susan selalu habis terjual.

“Berlaku (tuslah). Dua kali lipat dari hari normal. Bus sleeper class itu ada juga. Harga tiketnya Rp600 ribu itu sekarang. Banyak yang beli juga sekarang. Penuh terus.”

Pada Lebaran tahun ini pemerintah tidak memberlakukan batasan tuslah (kenaikan harga tiket) untuk angkutan mudik jenis bus. Tuslah diberlakukan untuk moda transportasi udara.

Kenaikan harga tiket bus 2 kali lipat dari harga normal itu, dikeluhkan salah seorang warga Magelang. Julia Anam memberangkatkan anak sulungnya menengok keluarga di Serang, Banten, sehari setelah Idul Fitri.

Seminggu sebelum Lebaran Julia mencoba mencari tiket ke Terminal Muntilan. Dia kecewa ternyata harga tiket yang ditawarkan jauh lebih mahal dari harga hari biasa.

Harga tiket salah satu perusahaan otobus ditawarkan agen seharga Rp450 ribu. Padahal pada hari biasa tiket yang sama dijual seharga Rp200 ribu.

Julia akhirnya memutuskan membeli tiket melalui online. Dia menebus tiket seharga Rp250 ribu untuk keberangkatan 1 hari setelah Lebaran.

Tapi Julia kembali kecewa. Saat harus menunggu bus di loket tiket terminal, dia ditarik pungutan “uang transit” sebesar Rp25 ribu. “Katanya khusus pembeli online saat Lebaran ada biaya tambahan untuk menggunakan di konter terminal,” kata Julia.

Dia tidak mendapat pejelasan lebih lanjut, apakah kebijakan ini diketahui oleh perusahaan otobus atau penyedia jasa penjualan tiket online. “Saya nggak tanya-tanya lagi. Yang penting anak saya bisa berangkat hari itu.”

Ilustrasi mudik (Pixabay.com/al-grishin)

Drama Mudik Lebaran

Secara umum situasi mudik tahun ini lebih tertib dibandingkan tahun 2019, terakhir mudik diizinkan sebelum pandemi. Situasi semrawut orang menunggu bus di terminal, keributan kecil karena penumpang tidak terangkut kendaraan, tidak terdengar tahun ini.

Salah satu alasannya, menurut Susan karena jadwal perjalanan bus dibagi dalam kelompok pagi dan sore. Sehingga penumpang tidak menumpuk di terminal pada waktu yang bersamaan.

Bus Handoyo, Murni Jaya dan Ramayan dengan trayek tertentu diberangkatkan pada pagi hari. “Setiap hari ada perjalanan pagi. Sekarang jumlah busnya lebih banyak,” kata Susan.

Susan membuka kios pukul 6.30 WIB dan tutup pukul 16.30 WIB. Saat musim ramai penumpang seperti saat ini, kios buka hingga pukul 19.00 WIB.

Kadang Susan harus menunggu hingga bus terakhir berangkat mengangkut penumpang. Biasanya bus Rosalia Indah yang berangkat paling akhir pukul 20.00 WIB.

Susan yang membuka agen penjualan tiket warisan dari orang tuanya sudah hapal betul karakter para penumpang. Cek cok kecil di loket bisa diatasi jika penjual berlaku jujur.

Mengambil keuntungan saat momen Lebaran, kata Susan sah-sah saja selama semuanya dikomunikasikan dengan baik kepada para calon penumpang.

Menolak menyebut angka pasti, Susan memberi perkiraan pendapatan agen penjualan tiket selama musim mudik. “Rahasia perusahaan. Sekitar Rp5 juta-an lebih lah,” katanya seraya tertawa.

Keuntungan menaikkan harga tiket di musim Lebaran digunakan untuk menutup pendapatan yang tidak banyak di saat perjalanan sepi. “Kalau masa rame begini bisa nutup yang sepi. Tiap bulan kan jumlah penumpang beda-beda. Kalau lagi rame begini bisa nutup waktu lagi sepi.”

Jumlah penumpang mudik tahun ini kata Susan tidak sebanyak mudik tahun 2019. Banyak perusahaan di Jakarta yang menyediakan kendaraan mudik untuk karyawan.

Program mudik gratis juga mempengaruhi menurunnya jumlah pemudik meggunakan bus umum tahun ini. “Pabrik sudah pada pakai carteran sendiri. Mobil jemputan pabrik buat arus mudik juga sekarang. Terus rombongan mudik gratisnya banyak,” kata Susan.    

Warisan Agen Tiket

Susan melanjutkan usaha menjual tiket bus dari kedua orang tuanya. Dulu kios menempati lahan di selatan terminal.

Kios Susan berada di lahan milik PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). Terminal dr Prajitno memang menempati lahan bekas stasiun kereta api jurusan Ambarawa-Secang-Magelang.

Jalur kereta yang dibuka pada masa kolonial Belanda tahun 1898 itu, terakhir beroperasi sekitar tahun 1976. Areal stasiun Muntilan kemudian diubah menjadi terminal.

Alasan Susan melanjutkan usaha orang tuanya karena menjual tiket bus tidak terlalu menyita waktu. Sebagai ibu rumah tangga, dia masih sempat mengurus rumah sebelum bekerja.

“Sudah senang saja disini. Nggak diatur sama orang to (kerja sama orang). Saya perempuan yang penting keluarga dan ini bisa untuk sambenan. Bisa ditinggal kalau mongso sepi. Yang penting di rumah selesai,” katanya.

Pemilik kios membayar sewa sebesar Rp14 juta setiap 5 tahun sekali ke PT KAI sebagai pemilik lahan. Kios-kios di terminal Muntilan berstatus hak guna bangunan saja.

Tapi banyak pemilik yang menyewakan kios kepada orang lain. Rata-rata dikontrakkan Rp10 juta per tahun.

“Seharunya memang dipakai untuk usaha sendiri. Kalau pun dikontrakkan ya paling sama sesama saudara, orang yang memiliki hak guna bangunan,” kata Susan.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More