SuaraJawaTengah.id - Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono mengaku tidak pernah menerima sepeser pun uang "fee" dari para kontraktor pelaksana berbagai proyek infrastruktur di kabupaten tersebut.
Hal tersebut disampaikan Budhi saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang dugaan korupsi dengan terdakwa Bupati Nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Selasa (10/5/2022).
"Tidak pernah menerima uang dari para kontraktor melalui Kedi Afandi," kata Budhi dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Rochmad dikutip dari ANTARA.
Dalam persidangan tersebut, Budhi mengakui pernah dua kali bertemu dengan para anggota asosiasi penyedia jasa konstruksi usai dilantik pada 2017.
Baca Juga: Deretan Kakak Adik yang Tersandung Kasus Korupsi, Terbaru Ade Yasin dan Rachmat Yasin
Menurut dia, dalam pertemuan tersebut sempat muncul usulan kenaikan harga perkiraan sendiri (HPS) atas barang/ jasa suatu pekerjaan di Banjarnegara sebesar 20 persen. Namun, lanjut dia, usulan tersebut tidak pernah terealisasi.
Budhi juga ditanya tentang posisinya di empat perusahaan jasa konstruksi milik keluarganya.
Selain pernah menjabat sebagai direktur di PT Bumi Rejo, Budhi mengaku memiliki saham di PT Semangat Muda, PT Sutikno Tirta Kencana dan PT Buton Tirto Baskoro.
Dalam kasus dugaan korupsi ini, Budhi diadili bersama orang dekatnya Kedi Afandi.
Dalam keterangannya, Kedi membenarkan bahwa janji kenaikan HPS sebesar 20 persen tidak terealisasi.
Baca Juga: Aset Rp17 Miliar Berhasil Diamankan dari Tersangka Pembobol Kasda Kota Semarang
Selain itu, Kedi juga mengakui sebagai orang yang berperan mengatur sejumlah proyek di Banjarnegara saat Budhi Sarwono menjabat sebagai bupati.
"Ini merupakan inisiatif pribadi karena tanggung jawab yang harus saya lakukan," ucapnya.
Sebelumnya, Budhi Sarwono didakwa menerima suap Rp18,7 miliar dan gratifikasi Rp7,5 miliar dari berbagai proyek yang diduga melibatkan tiga perusahaan miliknya.
Budhi dijerat dengan Pasal 12 huruf i dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Rochmad tersebut digelar secara hibrida di mana kedua terdakwa menjalani persidangan dari ruang tahanan KPK di Jakarta.
Berita Terkait
-
Sepakat Bebaskan Ronald Tannur, Hakim PN Surabaya Pakai Istilah Satu Pintu
-
KPK Minta Hakim Gugurkan Praperadilan Staf Hasto, Pengacara Kusnadi PDIP Meradang!
-
Jatuh Bangun Nasib Ridwan Kamil: Gagal di Jakarta, Kini Terseret Isu Korupsi dan Perselingkuhan
-
Seret Nama Bobby Nasution, KPK Tetap Usut Kasus Blok Medan usai AGK Meninggal di Tahanan
-
Apa Itu LPEI? Mengungkap Peran dan Kontroversi Lembaga Pembiayaan Ekspor RI
Terpopuler
- Pamer Hampers Lebaran dari Letkol Teddy, Irfan Hakim Banjir Kritikan: Tolong Jaga Hati Rakyat
- Kekayaan Menakjubkan Lucky Hakim, Bupati Indramayu yang Kena Sentil Dedi Mulyadi
- Jairo Riedewald Belum Jelas, Pemain Keturunan Indonesia Ini Lebih Mudah Diproses Naturalisasi
- Jualan Sepi usai Mualaf, Ruben Onsu Disarankan Minta Tolong ke Sarwendah
- Bak Trio Ridho-Idzes-Hubner, Timnas Indonesia U-17 Punya 3 Bek Solid
Pilihan
-
Emas dan Bitcoin Banyak Diborong Imbas Ketegangan Perang Dagang AS vs China
-
Red Sparks Bangkit Dramatis, Paksa Set Penentuan di Final Liga Voli Korea 2024/2025
-
RESMI Lawan Manchester United di Malaysia, ASEAN All-Stars Bakal Dilatih Shin Tae-yong?
-
IHSG Hari Ini Anjlok Parah, Prabowo Mengaku Tidak Takut Hingga Singgung Judi
-
Kopicek: Ketika Komunitas Mata Hati Mengubah Stigma Tunanetra Melalui Kopi
Terkini
-
Pemprov Jateng Siap Gelontor Bantuan Keuangan Desa Sebanyak Rp1,2 Triliun
-
Semen Gresik dan Pemkab Blora Teken Kerjasama Pengelolaan Sampah Kota Melalui Teknologi RDF
-
10 Tips Menjaga Semangat Ibadah Setelah Ramadan
-
7 Pabrik Gula Tua di Jawa Tengah: Ada yang Jadi Museum hingga Wisata Instagramable
-
Jateng Menuju Lumbung Pangan Nasional, Gubernur Luthfi Genjot Produksi Padi 11,8 Juta Ton di 2025