SuaraJawaTengah.id - Ketegangan dan gesekan sosial menjadi ciri dinamika kampung kota. Biasanya apa yang terjadi di jalanan, diselesaikan secara damai di jalanan.
Begitupun ketegangan dan gesekan yang belakangan ini terjadi pada skena seni jalanan Kota Magelang. Bermula dari spot jocking 3 pelaku street art, Pablo, Bagor, Kemo yang menutupi sebagian karya mural SmArt dan MRDK.
Di Jalan Kalimas, Senowo, Kota Magelang, hampir separo mural karya SmArt dan MRDK di tembok sepanjang 5 meter, ditimpa blok tulisan nama samaran ketiga anak muda ini.
Seperti biasa, orang-orang mengomel dan menggerutu di media sosial. Mereka menuntut para pelaku ditangkap.
Masalah kemudian berlanjut hingga ke polisi. Pablo, Bagor, dan Kemo ditangkap dan dikenai wajib lapor sebagai hukuman melakukan tindak pidana ringan.
Kasus ini belakangan selesai secara mediasi. Subki (SmArt) meskipun mangkel (kesal) karyanya dirusak, dia memaafkan tindakan para pemuda nakal ini.
Istilah spot jocking jamak digunakan pada komunitas street art untuk menjelaskan tindakan menimpa sebagian karya orang lain.
Ada banyak motif spot jocking. Kebanyakan dilakukan untuk menarik perhatian publik dengan cara membonceng karya mural atau graffiti orang lain.
Tindakan ini kemudian disamaratakan oleh sebagian awam sebagai vandalisme. Aksi merusak mural yang sudah indah, dengan maksud mengotori tembok kota.
Baca Juga: Perayaan Waisak di Candi Borobudur
Terlebih aksi menimpa mural dilakukan pada karya yang digambar di atas tembok legal. Istilahnya legal wall. SmArt dan MRDK memiliki izin dari pemilik bangunan bahkan dari Pemerintah Kota Magelang untuk menggambar disana.
Tanpa bermaksud membenarkan tindakan menimpa karya orang lain, aksi spot jocking, throw up dan bombing lumrah ditemui pada komunitas street art.
Meski begitu ada batas-batas yang tetap tidak boleh dilanggar. Paling tidak batasan itu dipegang sebagai etika diri sendiri saat melakukan aksi street art.
Seniman jalanan kritis sekelas Anti-Tank saja memiliki etika pribadi saat menyebar karya poster stensil-nya di tembok-tembok kota (khususnya Yogyakarta).
Anti-Tank misalnya tidak menempel poster stensil-nya di atas karya mural, stensil, graffiti orang lain. Dia tidak menempel poster di tembok tempat ibadah, rambu lalu-lintas, atau dekat kawasan sekolah.
Ketua Dewan Kesenian Kota Magelang, Muhammad Nafi mengakui street art memiliki sub kultur tersendiri. Aturan dalam komunitas itu sering ‘lompat pagar’ dari cara pandang umum.
"Jadi kedepan dunia street art itu memang menjadi sub kultur sendiri yang mempunyai dunianya sendiri. Sehingga antar seniman pun terjadi ketegangan. Salah satunya ada throw up, sessing atau saling menutupi,' kata Nafi.
Dia berharap kedepan aksi street art di Kota Magelang bisa dilakukan secara elegan. “Tidak secara umpet-umpetan seperti yang selama ini terjadi. Gambaran besarnya kita mempercantik kota. Mendukung tata kota yang ada.”
Sesi Mural 'Ayo Rukun'
Dari atas tangga setinggi 5 meter, Subki melakukan tarikan pertama kuasnya. Menutup bidang polos pada tembok sisi luar Toko Buku Jaya.
Di tembok 2 lantai sepanjang 15 meter itu, sekitar 28 perupa jalanan berbagi ruang kreasi.
"Rencana saya gambar Superman sama Gatotkaca. Gatotkaca yang merupakan budaya Indonesia dan Superman budaya luar. Itu saling berdampingan. Rukun. Nggak ada perbedaan," kata Subki yang memiliki nama jalanan “SmArt”.
Dia tak membantah karyanya yang ditimpa di Jalan Kalimas, Senowo menjadi bagian dari risiko menggambar di jalanan. Dia menyadari saling timpa hasil karya umum terjadi pada komunitas street art.
Tapi bukan berarti street art ala barat bisa ditelan mentah-mentah begitu saja. Etika, rasa saling menghormati sesama seniman jalanan masih berlaku bagi kita orang timur.
"Kita lestarikan budaya kita juga. Nggak usah saling gontok-gontokan lah. Kita damai dalam berkarya itu lebih nyaman. Lebih tenang. Kalau di barat kayak gitu (street art), pinginnya di Indonesia jangan kayak gitu."
Kegiatan menggambar bersama di tembok Toko Buku Jaya sebagai upaya menengahi ketegangan para perupa jalanan. “Mencairkan ketegangan yang ada di dunia,” kata Ketua Dewan Kesenian Kota Magelang Muhammad Nafi.
Menurut Nafi ini tidak hanya megendurkan syaraf dunia mural yang sedang kenceng di Kota Magelang. Dunia medsos hari ini juga sangat tegang akibat polarisasi politik, residu Pilpres 2014 dan 2019.
"Kami memberi contoh bagiamana kita menyelesaikan masalah dengan elegan. Perlu pakai bahasa-bahasa yang lebih indah. Seni jawabannya dari ketegangan-ketegangan dunia ini."
Jalan Tikus Kampung Kota
Soal saling timpa karya mural dan graffiti di jalanan seharusnya tidak terjadi. Menurut Nafi masih banyak spot tembok kosong di Kota Magelang yang bisa digambari.
Termasuk cita-cita mengubah Jalan Jenggala dari timur RSU Tidar hingga pertigaan Fantasia menjadi lorong mural. Mengubah jalan itu menjadi koridor mural Kota Magelang.
"Coba bayangkan kalau kanan-kiri Jalan Jenggala itu rumah-rumahnya bisa direspon oleh teman-teman ini. Di Indonesia (mural street art) kan belum banyak. Tapi kalau di luar negeri seperti di Malaka, di Melbourn itu menjadi daya tarik kunjungan orang di situ," kata Nafi.
Melbourne memang menjadi jantung street art Australia. Tembok di gang sempit dari Hosier Lane hingga Blander Lane diperlakukan bak kanvas raksasa oleh para perupa jalanan.
Karya graffiti muncul dan tenggelam di spot ini setiap malam.
Nantinya karya yang dipajang di koridor mural Jalan Jenggala akan dikurasi oleh para sesama seniman. Diharapkan semua aliran street art bisa ditampung di lokasi ini. “Bisa memperhidup kehidupan lain. Memperindah. Ini harapan kami.”
Ada seni bersiasat agar bisa bertahan hidup di kampung kota. Jalan tikus bukan hanya menjadi jalur tercepat keluar dari labirin gang-gang sempit dan perumahan yang sesak.
Tapi juga menawarkan sudut pandang baru. Sekaligus alternatif ruang “selonjor” bagi penduduk kampung kota yang semalaman sumpek tidur berjejalan di kamar yang ciut.
Seni jalanan -juga aktivitas supporter sepakbola- sejauh ini pilihan yang paling mungkin dan mudah dijangkau oleh warga kampung kota. Sebagai jalan tikus mereka mengurai ketegangan dan meredam gesekan.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 8 Bedak Translucent untuk Usia 50-an, Wajah Jadi Flawless dan Natural
- Sepatu On Cloud Ori Berapa Harganya? Cek 5 Rekomendasi Paling Empuk buat Harian
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- Pemain Keturunan Jerman Ogah Kembali ke Indonesia, Bongkar 2 Faktor
Pilihan
-
Hasil SEA Games 2025: Mutiara Ayu Pahlawan, Indonesia Siap Hajar Thailand di Final
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
Terkini
-
BRI Dukung Pemberdayaan Difabel melalui Pelatihan dan Program Magang
-
SIG Bersama Semen Gresik Terima Kunjungan Puluhan Duta Minerba dari Kementerian ESDM
-
Diskon Avtur Pertamina: Angin Segar untuk Libur Nataru, Harga Tiket Pesawat Lebih Ramah di Kantong
-
Cari SUV Bekas Rp80 Jutaan? Ini 5 Pilihan Terbaik, Gagah dan Siap Diajak Touring!
-
Insan BRILiaN Region 10 Semarang Serahkan Bantuan Kemanusiaan untuk Bencana di Sumatera