Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Selasa, 31 Mei 2022 | 14:46 WIB
Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pledoi dalam persidangan kasus korsupsi di Dinas PUPR Banjarnegara, yang digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Semarang, Selasa (31/5/2022). [Suara.com/Anin Kartika]

SuaraJawaTengah.id - Dua terdakwa kasus korsupsi Dinas PUPR Banjarnegara mendapat kesempatan membacakan nota pembelaan.

Mereka masing-masing bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono, dan Kedy Afandi.

Mereka mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi ( PN Tipikor) Semarang, Selasa (31/5/2022).

Dalam persidangan keduanya dihadirkan secara virtual, dan memaparkan pembelanya. 

Baca Juga: Profil AKBP Brotoseno: Eks Napi Korupsi yang Tak Dipecat dari Polri Karena Berprestasi

Baik Budhi Sarwono maupun Kedy Afandi secara kompak, dakwaan ke mereka tak terbukti dan mendasar.

"Fakta dalam persidangan tidak membuktikan kalau saya melakukan korupsi dan menerima gratifikasi, jadi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK tidak mendasar atau asumsi saja," kata Budhi Sarwono.

Ia mengatakan, keterangan puluhan saksi yang dihadirkan di persidangan juga tak sesuai dengan dakwaan.

"Bukankah para saksi sudah disumpah, tapi keterangan mereka tak sesuai, bahkan berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)," terangnya.

Menyoal kerugian negara, Budhi Sarwono menjelaskan, tidak ada bukti negara mengalami kerugian dari pengadaan barang dan proyek Dinas PUPR Banjarnegara.

Baca Juga: ISESS Kritik Polri Tak Pecat Polisi Korup Brotoseno: Seolah Kekurangan Personel Berkualitas Pilih Pertahankan yang Kotor

"Bahkan dari pemeriksaan BPK, Banjarnegara mendapatkan predikat WTP. Jadi dakwaan ke saya tidak sesuai, karena tidak ada bukti dan saksi yang menyatakan saya menerima gratifikasi maupun korupsi," jelasnya.

Ia menerangkan kasus tersebut sedikit janggal, lantaran tidak dihadirkan bukti atau dokumen angka terkait korupsi.

"Saya sering ngobrol dengan tahan lainnya di KPK. Biasanya KPK menghadirkan bukti dan dokumen angka-angka, namun di kasus saya tidak ada," ucapnya.

Sementara itu, Kedy Afandy mengatakan kasus tersebut seperti kasus yang dipaksakan.

Hal tersebut lantaran pasal yang didakwakan ke Kedy tak tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

Beberapa waktu lalu, dalam pembacaan tuntutan, Kedy dan Budhi didakwa dengan 12 i UU Tipikor dan 12 B.

"Tuntutan itu untuk penyelenggara negara atau ASN, sedangkan saya hanya swasta bukan pejabat. Jadi tuntutan dari JPU tidak tepat," kata Kedy.

Kedy juga menjelaskan dakwah JPU bahwa ia mengatur lelang proyek, tidak terbukti dalam persidangan.

"Saksi yang dihadirkan juga tidak membuktikan saya mengatur lelang, jadi hal itu hanya asumsi dari JPU," jelasnya.

Terkait uang yang ia terima dalam proyek pengerjaan Dinas PUPR Banjarnegara, Kedy mengaku dari hasil transaksi pembelian matareial dan fee terkait surat dukungan.

"Sama sekali tida ada hubungan dengan Budhi Sarwono, jika pun ada pasti ada bukti transfer ataupun pemberian uang secara langsung," ucap Kedy.

Kedy menambahkan, keterangan dalam nota pembelaan ia utarakan sejujurnya tanpa ada yang ditutupi.

"Karena tidak ada bukti, saya minta dengan hormat kepada majelis hakim agar saya dibebaskan dari dakwaan ini," paparnya.

Kontributor : Aninda Putri Kartika

Load More