Jika dipukul rata setiap rit Suharyanto mendapat uang Rp35 ribu, hasil yang diterimanya setiap rit -setelah potong beli bensin- hanya Rp10 ribu.
“Misal sehari bisa narik sampai 5 rit, berarti kan cuma dapat setoran saja Rp50 ribu. Belum untuk makan dan yang lain-lain," paparnya.
Angkot yang dibawa Suharyanto milik orang lain yang berarti dia harus menyerahkan setoran. Dulu sebelum pandemi Covid, bos angkot menetapkan setoran Rp70 ribu sehari.
Saat penumpang berkurang drastis selama pandemi, ada keringanan membayar setoran hanya Rp50 ribu sehari. Itupun setoran kadang tidak terpenuhi karena tidak ada penumpang.
“Ya mau bagaimana lagi. Rata-rata angkot kan dibawa pulang oleh sopir. Kalau hari ini nggak dapat setoran, mudah-mudahan besok dapat. Satu minggu semoga bisa nutup," jelas Suharyanto.
Dia agak lega jika kebetulan mendapat permintaan carteran. Ongkos carteran biasanya cukup untuk menutup 1 hari setoran.
“Misal satu minggu nggak mampu, ya sudah berarti ada hari yang ngeblong begitu. Misal harusnya setoran tujuh hari, ya berarti cuma bisa setor 6 hari. Selama pandemi tetap narik angkot. Kalau nggak narik terus mau apa,” tukasnya.
Berjuang untuk Dapur
Dihitung secara matematis, pendapat Suharyanto dalam sehari pasti kurang untuk mememenuhi kebutuhan keluarga. Anak pertamanya sudah lulus SMA serta anak kedua duduk di bangku SMP.
Baca Juga: Jokowi Tegaskan Hati-Hati Atur Harga BBM Subsidi
“Yang bontot masih kecil. Empat tahun. Untuk kebutuhan sehari-hari itu kan sekarang anak 3, pengeluaran Rp50 ribu pasti itu,” kata Suharyanto.
Tapi rezeki siapa tahu. Tidak setiap hari Suharyanto mendapati nasib sepi penumpang.
Dia malah mengakui bahwa belakangan ini kondisi mulai membaik. Usaha orang-orang mulai kembali bergeliat setelah lebih dari 2 tahun dihajar Covid.
“Sekarang-sekarang ini sudah lumayan stabil. Kemarin nutup setoran. Bersih. Maksudnya sudah potong makan dan bensin dapat Rp100 ribu. Buat setoran Rp50 ribu, buat di rumah Rp50 ribu,” jelasnya.
Dia menyayangkan jika rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak benar-benar terjadi. Situasi itu pasti akan menganggu dunia usaha yang sedang berjuang bangkit dari cekikan pandemi.
Sebagai sopir angkot, satu-satunya solusi mengatasi kenaikan bahan bakar minyak apa lagi kalau bukan menaikkan tarif angkutan. Organda pasti akan memberlakukan tarif baru menyesuaikan besaran kenaikan harga BBM jenis Pertalite.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
-
Pengguna PLTS Atap Meningkat 18 Kali Lipat, PLN Buka Kouta Baru untuk 2026
-
Bank Dunia Ingatkan Menkeu Purbaya: Defisit 2027 Nyaris Sentuh Batas Bahaya 3%
-
Jadi Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia, John Herdman Punya Kesamaan Taktik dengan STY
-
Kelangsungan Usaha Tidak Jelas, Saham Toba Pulp Lestari (INRU) Digembok BEI Usai Titah Prabowo
Terkini
-
8 Wisata Terbaru dan Populer di Batang untuk Libur Sekolah Akhir 2025
-
5 Rental Mobil di Wonosobo untuk Wisata ke Dieng Saat Libur Akhir Tahun 2025
-
Stefan Keeltjes Enggan Gegabah Soal Agenda Uji Coba Kendal Tornado FC
-
7 Poin Kajian Surat Yasin tentang Ilmu, Adab, dan Cara Beragama menurut Gus Baha
-
7 City Car Bekas Rp50 Jutaan yang Cocok untuk Keluarga Baru di 2025