Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 02 September 2022 | 17:19 WIB
Suasana “dusun mati” Puntingan yang tidak berpenghuni di Desa Dlimas, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jumat (2/9/2022). [Suara.co/ Angga Haksoro Ardi]

SuaraJawaTengah.id - Ada "dusun mati" di Desa Dlimas, Kecamatan Tegalrejo, Magelang. Dusun Puntingan secara misterius ditinggal pergi penghuninya satu per satu.

Menurut keterangan Kepala Desa Dlimas, Saebani, dulu Dusun Puntingan dihuni 10 kepala keluarga. Mereka terhitung saudara dekat yang lahir dan besar di Dusun Puntingan.

Mulai sekitar tahun 1985, satu per satu warga Puntingan keluar dari dusun. Ada yang merantau ke Sumatera, ada juga yang pindah dengan sebab-sebab tidak jelas.

"Penghuninya dulu kurang lebih 10 orang. Terus akhirnya pindah satu per satu hingga akhir tahun 2020an masih ada 1 keluarga yang dihuni oleh 2 orang," kata Saebani, Jumat (2/9/2022).

Baca Juga: Kuat Ma'ruf Sempat Ancam Brigadir J Pakai Pisau Saat di Magelang, Apa Penyebabnya?

Penghuni terakhir Dusun Puntingan adalah keluarga Istiono. Rumah paling ujung sebelah timur dusun itu dihuni Istiono bersama istrinya.

Lama sekali Istiono dan istrinya menempati rumah terakhir di Dusun Puntingan. Rumah-rumah lainnya sudah tidak lagi berbentuk bangunan karena diselimuti tanaman liar merambat.

Sekitar tahun 2020, Istiono jatuh sakit dan meninggal. Rumah lalu dikosongkan karena istri Istiono kemudian ikut sakit dan diboyong anaknya yang tinggal di Koripan, Tegalrejo.

Meski kini tinggal puing-puing, masih bisa dilihat bekas bangunan rumah bercat putih dan hijau itu dulu tampak asri di bawah naungan rumpun bambu.

Tembok muka rumah dihiasi ornamen batu alam yang sebagian besar sudah terkelupas. Dari bentuk dan ukuran rumah yang besar, bisa ditebak penghuninya dulu adalah orang yang berkecukupan.

Baca Juga: Terungkap Fakta Baru Sosok Siapa Skuad Lama yang Ancam Brigadir J di Magelang, Ternyata

Seingat Kades Dlimas, Saebani, rumah milik Istiono diwariskan kepada anaknya. Namun karena anaknya-anaknya tinggal jauh, tak satupun mau menempati rumah di Dusun Puntingan. "Nggak tinggal di situ lagi. Nggak ada teman begitu."

Dulu Dihuni 7 Keluarga

Dari Sakdan, Kepala Urusan Pelayanan Desa Dlimas, kami mendapat informasi siapa saja penghuni Puntingan sebelum menjadi “dusun mati”. Menurut Sakdan, Dusun Puntingan pernah dihuni oleh 7 kepala keluarga.  

"Imam Mustajab, Basam, Piatun, Mundirman, Mbah Sidah, Istiono, sama Ismail anaknya Pak Basam," kata Sakdan.

Dari 7 rumah yang dulu pernah dihuni di Dusun Puntingan, hanya rumah milik Istiono dan Mundirman yang masih terlihat bentuk bangunannya. Rumah lainnya tinggal tersisa pondasi yang menyembul di sela-sela rumput liar.       

Rumah Mundirman kata Sakdan sudah dijual kepada Pak Kumpul, warga Desa Dawung. Rumah besar memanjang ke belakangan berukuran 6x20 meter itu tampaknya masih dalam proses pembangunan saat ditinggalkan.

"Mau dijual tapi belum laku. Rumah besar itu. Yang beli namanya Pak Kumpul, warga Desa Dawung. Beli rumah untuk anaknya tapi nggak mau menempati."

Kami penasaran mengapa warga Dusun Puntingan satu per satu meninggalkan rumah mereka terbengkalai. Juga tidak satupun anak keturunan mereka mau menempati rumah warisan di dusun itu.

"Dulu kan orang-orangnya kurang (bergaul). Kalau sama tetangga kurang bergaul. Kadang-kadang iri sama waris. Kurang rukunlah," kata Sakdan.

Gumuk Angker

Soal cerita-cerita warga sekitar Puntingan yang menyebut dusun itu dikuasai makhluk asral yang membuat para penghuninya tidak betah, Sakdan menjelaskan.

"Menurut saya bukan karena ada gangguan (makhluk halus). Cuma memang tempatnya singup. Gumuk ini kalau orang bilang angker. Sebelah makam itu ada gumuk yang di tengahnya ada pohon pakel."

Menurut orang-orang tua di Desa Dlimas, keberadaan bukit kecil (gumuk) di Dusun Puntingan ada kaitannya dengan kisah terbentuknya Gunung Tidar.

Makhluk halus yang diceritakan menguasai tanah Jawa sempat akan mendirikan kerajaan di kawasan ini, sebelum mendirikan Gunung Tidar.

Namun rencana itu batal karena proses mistis mendirikan gunung keburu ketahuan oleh manusia. "Gunung Tidar itu tadinya mau didirikan di sini. Tapi keburu ketahuan orang. Sebelum ada jago kluruk ada warga yang menyapu sarean yang bawah."

Sekitar 200 meter dari Dusun Puntingan masuk ke arah hutan, terdapat 2 kompleks makam: makam bawah dan makam atas.

Kompleks makam bawah terdapat makam yang diyakini sebagai sarean Raden Rahmat yang konon seorang priyayi dari Demak. Di kompleks makam itu juga ada kuburan seorang putri asal Jepara.

Kompleks makam atas khusus dipakai untuk menguburkan warga Dusun Puntingan. Istiono salah satu warga Puntingan yang dimakamkan di lahan itu.  

Menurut Sakdan di kompleks makam atas juga terdapat peninggalan yoni dan lingga. Belum jelas apakah keberadaan benda purbakala lambang kesuburan itu menunjukkan adanya kampung kuno di sekitar Dusun Puntingan pada masa kerajaan Hindu.   

Makam Raden Rahmat kata Sakdan, hingga saat ini masih sering diziarahi pada malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon. Para peziarah sering menggunakan mushola di Dusun Puntingan untuk beribadah sebelum atau setelah berziarah.    

Mushola itu menjadi satu-satunya bangunan di Dusun Puntingan yang masih dipakai. "Dibangun sejak warga sini masih ada. Sampai sekarang masih dipakai. Ada orang ziarah, buat orang beristirahat dari sawah."

Suasana “dusun mati” Puntingan yang tidak berpenghuni di Desa Dlimas, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jumat (2/9/2022). [Suara.co/ Angga Haksoro Ardi]

Dusun Tanpa Listrik

Alasan paling masuk akal mengapa Dusun Puntingan ditinggalkan warganya karena akses jalan yang sulit menuju tempat ini. Jalan menuju Puntingan bisa ditempuh lewat Dusun Dlimas atau Tobanan.

Akses masuk lewat Dusun Dlimas lebih dekat, namun harus melintasi turunan dan tanjakan terjal. Kondisi jalan yang dilewati masih berupa tatanan batu yang licin karena dipenuhi sampah guguran daun bambu.  

Jalan masuk lewat Dusun Tobanan lebih jauh karena harus mengitari desa namun kondisi jalurnya lebih landai. “Dulu akses masuknya malah hanya jalan setapak selebar 1,5 meter. Kanan-kirinya pohon teh-tehan.”

Selain jalan yang sulit atau jauh dilalui, Dusun Puntingan hingga kini tidak terjamah jaringan listrik PLN. Dulu hanya rumah Istiono yang memiliki penerangan lampu, itupun dengan cara menarik kabel dari Dusun Dlimas.

Hingga kini bahkan di siang hari, tidak banyak warga Desa Dlimas yang berani melintasi Dusun Puntingan.

"Kalau sudah jam 5 sore sepi. Apalagi kalau musim hujan. Yang berani paling hanya yang punya lahan di sekitar sini. Kalau sendirian nggak berani. Tidak ada penerangan juga."

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More