Ronald Seger Prabowo
Rabu, 14 September 2022 | 13:35 WIB
Sony Santosa berdiri berlatar tempuran Kali Elo dan Progo di Dusun Bejen, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardi]

Perubahan bentang alam akibat letusan besar Gunung Merapi, menyebabkan sulitnya mencari lokasi pasti di mana tempat Atisa dulu sempat tinggal.

“Alam bergerak. Mungkin dulu sungai di sana, di sini, kita nggak tahu. Tapi hari ini, (pertemuan sungai Elo dan Progo) ada di depan mata kita ini,” kata Sony Santosa, pemilik Eloprogo Art House.

Pemandangan tempuran 2 sungai besar, Elo dan Progo dapat dilihat dari tebing sungai yang saat ini tanahnya menjadi milik Sony. Aliran Kali Elo yang bening bertemu dengan Kali Progo yang keruh.  

Pertemuan dua aliran sungai diyakini memiliki kekuatan spiritual besar. Terlebih, hulu kedua sungai ini berasal dari gunung-gunung “kramat”: Sindoro, Merapi, dan Merbabu.

Mata air Kali Progo berada di puncak Gunung Sindoro. Sedangkan Elo merupakan hasil pertemuan beberapa sungai kecil yang jika dirunut ke hulu akan sampai ke lereng Merapi dan Merbabu.

“Atisa membawa pencerahan ke Tibet. Spirit di Tibet itu, spirit Mandala Borobudur. Konon dia selama 3 tahun di Borobudur waktunya banyak dihabiskan di pertemuan dua sungai. Itu sekitar 1000 tahun lalu,” ujar dia.

Pendapat bahwa ada kaitan antara ajaran Buddha di Tibet dengan Borobudur sungguh tidak berlebihan. Stupa Candi Borobudur diyakini terhubung garis geografis spiritual dengan Stupa Kumbum di Gyantse, Tibet.        

Setiap Agustus dan Oktober, umat Buddha mengadakan peringatan kedatangan Atisa ke Nusantara. Pusat peringatan diadakan di Candi Muarajambi dan Borobudur.  

Tempuran Elo dan Progo

Baca Juga: Perjalanan Spiritual Nita Gunawan, Diusir dari Rumah karena Pindah Agama

Menurut Sony, tidak hanya agama Buddha yang menjadikan tempuran sungai sebagai tempat istimewa untuk bermeditasi. Hampir semua ajaran spiritual meyakini bahwa titik pertemuan 2 sungai sebagai tempat yang sakral.

“Tempat ini umumnya tempat orang ritual. Macam-macam. Ini tempat kita mengakui kebesaran Tuhan. Tempat yang membuat kita setuju bahwa Tuhan itu ada,” kata Sony.

Sony mengaku banyak orang masuk melintasi lahannya untuk melakukan laku spiritual di tempuran Kali Elo dan Progo. Biasanya mereka yang datang melakukan ritual yang berhubungan dengan leluhur atau acara adat.

Kepala Dusun Bejen, Desa Wanurejo, Danang Suyanto mengatakan, biasanya orang datang ke tempuran Kali Elo dan Progo pada malam 1 Suro. Mereka melakukan tapa kungkum atau berendam di tempuran sungai.      

“Beberapa orang yang mungkin tidak kuat membawa pusaka turun temurun, biasanya dilarung di sini. Malam 1 Suro masih ada orang yang menggunakannya untuk tapa berendam. Kungkum,” kata Danang.

Mereka yang akan melakukan ritual biasanya datang sendiri-sendiri. Sepengetahuan Danang mereka yang datang justru orang-orang dari jauh.

Load More