Budi Arista Romadhoni
Senin, 17 Oktober 2022 | 09:16 WIB
Kolase Ferdy Sambo Cs pakai rompi merah tahanan Kejagung (Suara.com)

Namun pascainsiden Duren Tiga, tren positif terkait kepercayaan publik terhadap Polri tersebut mengalami penurunan.

Bagaimana tidak, sebanyak 97 orang personel Polri diperiksa tim khusus bentukan Kapolri terkait dengan insiden Duren Tiga dan 35 di antaranya diduga kuat melanggar etik tidak profesional dalam menjalani tugas menangani TKP Duren Tiga.

Personel yang diperiksa itu berasal dari satuan kerja (satker), tingkat Mabes Polri dari Divisi Propam (tiga perwira tinggi), delapan perwira menengah, empat perwira pertama, empat bintara, dua tamtama. Kemudian dari satker Polda Metro Jaya sebanyak empat orang perwira menegah dan tiga orang perwira pertama. Selanjutnya dari satker Bareskrim Polri ada perwira menengah dan perwira pertama, masing-masing satu orang.

Dari 35 personel itu, sembilan personel berstatus terdakwa tindak pidana pembunuhan berencana, dan obstruction of justice. Sisanya melanggar etik dari tingkat sedang, hingga pelanggaran berat.

Sejak Kamis (1/9), hingga Senin (3/10) sebanyak 19 orang personel Polri pelanggar etik telah menjalani sidang etik, dengan putusan berbeda-beda, mulai dari pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH), mutasi bersifat demosi satu tahun, dua tahun hingga delapan tahun dan sanksi cukup dengan minta maaf.

Kemudian kepercayaan publik mulai merangkak naik lagi setelah adanya komitmen Polri mengusut perkara tersebut, dengan membentuk tim khusus, penonaktifan beberapa anggota dari jabatan sebelumnya, mengusut dugaan pelanggaran kode etik hingga menetapkan tersangka.

Ini terkait dengan masalah kepercayaan masyarakat terhadap institusi Pori dan ini menjadi pertaruhan bersama. Oleh karena itu, hal ini yang tentunya menjadi catatan penting dan saya minta untuk betul-betul ditindaklanjuti.

Sistem merit

Meski kasus Sambogate telah selesai ditingkat penyidikan (Polri), dan memasuki tahap pembuktian di persidangan, insiden ini meninggalkan catatan penting untuk perbaikan institusi Polri ke depannya, utamanya terkait manajemen kepolisian.

Baca Juga: Tinggal Menghitung Jam, Ferdy Sambo Segera Diadili pada Sidang Pertama Kasus Pembunuhan Brigadir J

Berangkat dari isu “kakak-adik asuh di kasus Sambogate”, sejatinya mengingatkan kepada pihak-pihak terkait bahwa ada upaya untuk meringankan Ferdy Sambo dari jeratan hukum.

Ada tiga jenis “kakak asuh” itu, yakni orang yang masih aktif (anggota polisi), sudah pensiun, dan orang-orang yang pernah berjasa dibantu oleh Ferdy Sambo terkait penanganan kasus.

Budaya kakak-adik asuh di kepolisian sudah lama terjadi, dan hal itu sudah lumrah. Hanya saja ketika tidak ada kontrol (pengarawasan) yang baik, akhirnya yang muncul kepentingan-kepentingan pragmatis, seperti mencukupi kebutuhan-kebutuhan, gaya hidup hedon, kepentingan politik, titipan untuk promosi dan lainnya.

Ia mengamati budaya itu kental, sehingga sempat muncul istilah Dwifungsi Polri. Hal ini salah satu dari efek tidak adanya sistem merit yang baik.

Di internal Polri karena tidak ada jabatan, beberapa perwira polisi ditugaskan di luar Polri, seperti di kementerian dan lembaga-lembaga terkait.

Pola ini berpengaruh di internal Polri, ketika kementerian tidak membutuhkan lagi, atau pergantian menteri, maka perwira Polri tersebut dikembalikan ke internal, akhirnya mengganggu yang sudah ada di internal, sehingga muncul "inflasi" jenderal. Banyak jenderal menganggur di Mabes Polri.

Load More