
SuaraJawaTengah.id - Memberikan antibiotik kepada anak sering kali dilakukan untuk menurunkan demam yang tak kunjung mereda. Namun, rupanya hal itu tidak diperbolehkan.
Dokter spesialis anak konsultan alergi imunologi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Molly Dumakuri Oktarina, Sp.A(K) melarang orang tua langsung memberikan antibiotik pada anak yang demam tanpa adanya indikasi.
"Kita harus hati-hati dan waspada dalam penggunaan antibiotik, apalagi akhir-akhir ini di negara India ada fenomena superbugs, jadi bakteri-bakteri itu sudah resisten terhadap penggunaan antibiotik," ujar dokter Molly dikutip dari ANTARA pada Rabu (26/10/2022).
Molly mengatakan, pemberian antibiotik tak rasional misalnya tidak sesuai indikasi, durasi, dosis dapat mengganggu pertumbuhan atau perkembangan sistem imun tubuh dan perkembangan otak anak.
"Penggunaan antibiotik tidak rasional akan mengganggu perkembangan sistem imun. Kalau sistem imun terganggu maka akan mengganggu perkembangan otak," kata dia.
Menurut Molly, antibiotik akan merusak struktur mikrobiota komensal atau makhluk hidup yang tidak bersifat merugikan bahkan membunuhnya. Dampak lainnya pada tubuh akibat penggunaan antibiotik tak rasional yakni terjadinya resistensi terhadap jenis antibiotik tertentu.
Umumnya, petugas kesehatan meresepkan antibiotik pada kondisi infeksi yang sudah terkonfirmasi akibat bakteri berdasarkan hasil pemeriksaan. Mereka memberikan antibiotik berdasarkan indikasi, dosis yang disesuaikan dengan berat badan, usia, gejala anak untuk mengatasi gejala infeksi tertentu.
Umumnya pada infeksi bakteri yang tidak begitu berat, pemberian antibiotik tidak akan lama, yakni lima sampai tujuh hari.
"Kalau pemberiannya sesuai maka tidak akan mengganggu keragaman, jumlah mikrobiota di dalam usus, sehingga tak akan ganggu daya tahan tubuh anak. Setelahnya, mikrobiota yang didapat dari makanan sehari-hari akan ada lagi," ujar Molly.
Baca Juga: Bakteri "Superbug" Melanda Dunia, Waspadai Gejalanya Agar Tak Jadi Pandemi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada kasus resistensi antibiotik, maka infeksi seperti pneumonia, TBC dan penyakit bawaan makanan dapat menjadi lebih sulit, dan terkadang tidak mungkin, untuk diobati karena antibiotik menjadi kurang efektif.
Menurut mereka, karena antibiotik dapat dibeli untuk penggunaan manusia atau hewan tanpa resep, munculnya dan penyebaran resistensi menjadi lebih buruk.
Demikian pula, di negara-negara tanpa pedoman pengobatan standar, antibiotik sering diresepkan secara berlebihan oleh petugas kesehatan dan dokter hewan dan digunakan secara berlebihan oleh masyarakat.
Berita Terkait
Terpopuler
- Usai Jokowi, Kini Dokter Tifa Ungkit Ijazah SMA Gibran: Cuma Punya Surat Setara SMK?
- 8 Promo Kuliner Spesial HUT RI Sepanjang Agustus 2025
- Jay Idzes Pakai Jam Tangan Rolex dari Prabowo saat Teken Kontrak Sassuolo
- Kumpulan Promo Jelang 17 Agustus 2025 Rayakan HUT RI
- Gibran Cuma Lirik AHY Tanpa Salaman, Sinyal Keretakan di Kabinet? Rocky Gerung: Peran Wapres Diambil
Pilihan
-
Bupati Pati Bisa Susul Nasib Tragis Aceng Fikri? Sejarah Buktikan DPRD Pernah Menang
-
4 Rekomendasi Tablet Murah untuk Main Game Terbaru Agustus 2025
-
Api Perlawanan Samin Surosentiko Menyala Lagi di Pati, Mengulang Sejarah Penindasan Rakyat
-
4 Rekomendasi HP Murah Chipset Snapdragon Gahar, Harga mulai Rp 2 Jutaan Terbaru Agustus 2025
-
Grup Emiten Boy Thohir Disebut Dapat Diskon Tak Wajar atas Pembelian Solar di Pertamina
Terkini
-
Bukan Cuma Hoki, 3 Weton Ini Punya 'Modal' Jadi Sultan Sejak Lahir Menurut Primbon Jawa
-
Demo Pati Berakhir Ricuh: 64 Orang Terluka Termasuk Polisi, Tak Ada Korban Jiwa
-
Jejak Dosen UGM HU: Diduga Otaki Korupsi Kakao Fiktif Rp7 Miliar di Perusahaan Milik Kampus
-
Demo Anarkis di Pati, 11 Orang Diduga Provokator Diciduk Polisi
-
Polisi Bantah Isu Korban Tewas Demo Ricuh di Pati, Fakta di Lapangan: Puluhan Orang Terluka