SuaraJawaTengah.id - Hari ini peringatan Hari Toleransi Internasional. Toleransi merupakan etika kolektif yang dipersyaratkan dalam tata kebinnekaan. Sebagai negara binneka, Indonesia mesti terus mewujudkan praktik dan pemajuan toleransi.
Selain itu, kata Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos dalam pernyataan tertulis, Indonesia mesti menjadi teladan dalam tata kebinnekaan yang toleran toleran dan inklusif bagi seluruh komunitas internasional.
Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan penggagas dan tuan rumah forum tingkat dunia Religions 20 (R20) dalam kerangka presidensi G20 yang mana KTT-nya sedang berlangsung di Bali.
Dengan penyelenggaraan R20, Indonesia tentu berkontribusi mempromosikan peran agama dalam mendukung toleransi dan perdamaian. Salah satu fokus bahasan dalam R20 adalah isu minoritas agama yang seringkali mendapat persekusi di berbagai negara.
Baca Juga: Kasus Intoleransi di SMAN 52 Jakarta, Dua Guru Disebut Terlibat Aktif
Dalam konteks yang lain, pada tanggal 9 November yang lalu, Indonesia juga dievaluasi untuk oleh seluruh anggota PBB melalui mekanisme Universal Periodic Review di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa, Swiss.
Salah satu isu yang dievaluasi adalah kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Dalam pantauan SETARA Institute, kata Bonar, banyak sekali negara-negara yang memberikan rekomendasi terkait dengan KBB, mulai dari kebijakan yang diskriminatif dan intoleran hingga gangguan dan persekusi terhadap kelompok minoritas, rumah ibadah, dan kegiatan peribadatan mereka.
Dalam catatan SETARA Institute, persekusi terhadap minoritas di Indonesia terjadi dalam beragam wujud. Salah satu yang paling sering terjadi adalah gangguan rumah ibadah. Gangguan rumah ibadah mencakup penolakan pembangunan rumah ibadah, gangguan saat pembangunan rumah ibadah, penyegelan tempat ibadah, gangguan saat ibadah di rumah ibadah, perusakan rumah ibadah, dan penyerangan terhadap orang yang terjadi di tempat ibadah/rumah ibadah yang dilakukan baik oleh aktor non-negara dan/atau negara.
Merujuk data longitudinal SETARA Institute mengenai Kondisi KBB, 2007-2022, perusakan tempat ibadah dan penolakan pendirian tempat ibadah menempati top 5 dalam kategori jenis pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan terbanyak dengan jumlah 140 peristiwa perusakan dan 90 peristiwa penolakan.
Baca Juga: BNPT Berharap Hari Santri Nasional Momentum Mewaspadai Intoleransi
Data terbaru SETARA Institute dari Januari 2022 hingga akhir September 2022 menunjukkan, terdapat setidaknya 32 peristiwa gangguan rumah ibadah. Angka ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan data annual pada kategori yang sama dalam lima tahun terakhir, yaitu 44 peristiwa (2021), 24 peristiwa (2020), 31 peristiwa (2019), 20 peristiwa (2018), dan 17 peristiwa (2017).
SETARA Institute menggarisbawahi beberapa insight terkait gangguan rumah ibadah.
Pertama, pada tahun 2022 sejauh ini, masjid mengalami gangguan terbanyak, yaitu 15 peristiwa, diikuti dengan gereja sebanyak 13 peristiwa. Namun, perlu digarisbawahi bahwa sebagian besar masjid yang menjadi objek gangguan adalah Masjid Ahmadiyah dan masjid-masjid lain yang ‘berbeda’ dari kelompok muslim arus utama (mainstream).
Kedua, data SETARA Institute menunjukkan meningkatnya tren intoleransi terhadap keberagaman intraagama. Dalam kasus penolakan dan gangguan terhadap masjid, mayoritas gangguan datang dari sesama muslim dan terjadi di wilayah mayoritas Islam.
Ketiga, gangguan terhadap vihara meningkat. Hingga akhir September 2022, terdapat 4 peristiwa gangguan terhadap vihara. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pada tahun 2020 dan 2021 masing-masing hanya 1 kasus gangguan terhadap vihara.
Sementara pada tahun 2017-2019 tidak ditemukan kasus gangguan vihara. Adapun gangguan terhadap vihara pada tahun 2022 ini tersebar di berbagai lokasi, seperti Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Vihara-vihara tersebut ditolak karena dibangun di daerah yang mayoritas muslim dan terdapat kekhawatiran akan Buddhanisasi, yaitu menyebarkan ajaran Buddha dan membuat muslim melakukan konversi, menjadi beragama Buddha.
Dari berbagai kasus gangguan rumah ibadah, SETARA Institute menyoroti pola yang masih terus dilanggengkan, yaitu penggunaan alasan administrasi untuk melakukan restriksi dan persekusi. Ketidaklengkapan persyaratan pendirian rumah ibadah dijadikan sebagai justifikasi bagi keengganan terhadap rumah ibadah agama lain maupun rumah ibadah aliran yang berbeda dalam satu agama yang sama.
Berkenaan dengan kasus-kasus gangguan terhadap rumah ibadah dan peribadatan, SETARA Institute menyampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut.
Pertama, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri hendaknya mempermudah syarat pendirian rumah ibadah yang tercantum dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
Mengingat kecenderungan interpretasi yang restriktif terhadap syarat pembangunan rumah ibadah di beberapa daerah, formula 90/60 perlu ditinjau ulang pada aspek substansi dan implementasinya. Syarat 60 orang pendukung pendirian rumah ibadah harus berasal dari yang berbeda agama, nyata-nyata memberikan ruang bagi kelompok eksternal untuk mengintervensi dan membatasi hak konstitusional atas peribadatan yang dijamin secara tegas dalam Pasal 29 ayat (2) UUD NRI tahun 1945.
Kedua, pemerintah daerah agar menginisiasi regulasi yang mempermudah syarat pendirian rumah ibadah dan menekankan peran FKUB dalam fasilitasi dialog dan resolusi konflik mengenai peribadatan dan gangguan atas rumah ibadah. Dalam konteks ini, inisiatif dalam regulasi mesti diperluas, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Kupang. Melalui Peraturan Walikota Nomor 79 Tahun 2020 tentang Pedoman Fasilitasi Pembangunan Rumah Ibadah, Pemkot Kupang menjabarkan peran-peran FKUB dalam fasilitasi, mediasi, dan resolusi konflik jika terdapat penolakan.
Ketiga, mengingat meningkatnya tren intoleransi terhadap keberagaman intraagama, pemerintah tidak hanya perlu menggencarkan dialog antariman, tetapi juga semakin mengintensifkan dialog intraiman. Dialog intraiman tersebut diharapkan dapat meningkatkan literasi akan keberagaman intraagama, meningkatkan kohesi sosial di tengah perbedaan keberagamaan di dalam dan antar agama, serta mewujudkan kerukunan di dalam dan antar umat beragama.
Keempat, masyarakat sipil, tokoh agama, dan tokoh-tokoh dalam forum-forum di daerah, seperti FKUB dan FPK, mesti memainkan peran dan berkontribusi dalam memajukan praktik dan inisiatif-inisiatif bagi penguatan tata kebinekaan dalam keberagamaan.
Mereka mesti berperan lebih aktif dalam upaya menyemai damai, yaitu memperbanyak ruang dialog dan memfasilitasi dialog, termasuk berperan sebagai mediator dalam konflik seputar gangguan rumah ibadah. Peran mereka menjadi semakin signifikan di tengah-tengah polarisasi sosial, kegaduhan politik elektoral yang merusak kohesi sosial, serta ancaman politisasi identitas jelang pemilu 2024.
Berita Terkait
-
Ibadah Terganggu, Umat Buddha Cetya Mengadu ke DPRD DKI, Begini Jalan Tengahnya
-
Pemerintahan Prabowo Diminta Tinjau Aturan yang Bertentangan dengan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
-
Refleksi Hari Kesaktian Pancasila, TII: Kasus Intoleransi Masih Jadi Ancaman Serius
-
DPR Diduga Muluskan Jalan Kaesang Lewat RUU Pilkada, Setara Institute: Bentuk Vetokrasi Elite Penuh Nafsu Kekuasaan!
-
Larang Paskibraka Pakai Hijab, Setara Institute Sebut BPIP Lakukan Politik Penyeragaman
Terpopuler
- Agus dan Teh Novi Segera Damai, Duit Donasi Fokus Pengobatan dan Sisanya Diserahkan Sepenuhnya
- Bukti Perselingkuhan Paula Verhoeven Diduga Tidak Sah, Baim Wong Disebut Cari-Cari Kesalahan Gegara Mau Ganti Istri
- Bak Terciprat Kekayaan, Konten Adik Irish Bella Review Mobil Hummer Haldy Sabri Dicibir: Lah Ikut Flexing
- Bau Badan Rayyanza Sepulang Sekolah Jadi Perbincangan, Dicurigai Beraroma Telur
- Beda Kado Fuji dan Aaliyah Massaid buat Ultah Azura, Reaksi Atta Halilintar Tuai Sorotan
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP 5G Rp 4 Jutaan Terbaik November 2024, Memori Lega Performa Handal
-
Disdikbud Samarinda Siap Beradaptasi dengan Kebijakan Zonasi PPDB 2025
-
Yusharto: Pemindahan IKN Jawab Ketimpangan dan Tingkatkan Keamanan Wilayah
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Chipset Snapdragon, Terbaik November 2024
-
Kembali Bertugas, Basri-Najirah Diminta Profesional Jelang Pilkada Bontang
Terkini
-
Deretan Tablet Redmi Terbaru 2024 dan Spesifikasinya
-
Diskon BRImo hingga Cashback Meriahkan OPPO Run 2024
-
Survei Pilkada Kota Semarang: Yoyok-Joss Unggul Tipis atas Agustina-Iswar
-
Jokowi Sampai Turun Gunung ke Semarang, Optimis Luthfi-Yasin Menang di Pilgub Jateng
-
Dramatis! Evandro Brandao Jadi Pahlawan, PSIS Curi Poin di Kandang Persik Kediri