Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 17 Februari 2023 | 09:16 WIB
Warga penghayat kepercayaan Pahoman Sejati menggelar ritual tahun baru Badrawarna di petilasan Ki Hajar Windusana, Dusun Windusabrang, Magelang, Jawa Tengah. (Suara.com/ Angga Haksoro Ardi).  

SuaraJawaTengah.id - Jauh sebelum agama-agama samawi masuk ke Nusantara, mayoritas warga lereng Gunung Merapi dan Merbabu sudah menganut kepercayaan Kapitayan.

Melalui kepercayaan Kapitayan, warga lereng Merapi meyakini Tuhan Esa yang sifat, bentuk, serta keberadaanya tidak dapat dijelaskan menggunakan panca indera.

Sang Hyang Taya -sosok Tuhan menurut ajaran Kapitayan- berada dalam posisi suwung. Hampa.

Zat Tuhan tidak bisa dilihat oleh mata, namun eksistensinya diyakini sebagai sumber kekuatan absolut.

“Sejak nenek moyang kami itu sudah memiliki kepercayaan. Tata cara memahami ketuhanan, bermasyarakat, serta tata cara sosial dengan alam,” kata Kikis Wantoro, tokoh penghayat kepercayaan Pahoman Sejati.

Kikis adalah generasi penerus penghayat kepercayaan Pahoman Sejati di Dusun Wonogiri Kidul, Desa Kapuhan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang.

Ki Rekso Jiwo, ayah Kikis Wantoro, didapuk sebagai sesepuh sekaligus pemimpin penghayat kepercayaan Pahoman Sejati. 

Menurut Kikis, penghayat kepercayaan Pahoman Sejati, mengakar pada agama Kapitayan yang ajarannya disebarkan oleh Ki Hajar Windusana.

“Kurang tahu tepatnya kapan. Tapi ada cerita tutur tinular bahwa simbah-simbah dulu itu belajar dari Ki Hajar Windusana. Petilasannya ada di Dusun Windusabrang, Desa Wonolelo.”

Baca Juga: Seringkali Diabaikan, Berikut 3 Tips Mengurangi Munculnya Perut Buncit

Ki Hajar Windusana yang diperkirakan hidup pada abad 18, sempat menuliskan isi ajaran Kapitayan pada ratusan lembar serat lontar.

Kitab yang ditulis menggunakan aksara Budo itu disimpannya di perpusatakaan di Dusun Windusabrang.

Belanda menjarah serat-serat lontar milik Ki Hajar Windusana saat menjajah Nusantara. Sebagian serat lontar dikirim ke perpustakaan Belanda di Batavia, Bataviaas Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.

Sekarang serat lontar beraksara Budo itu sebagian tersimpan di Perpustakaan Nasional di Jakarta, Bibliotheque Nationale di Paris serta British Museum.

“Beliau (Ki Hajar Windusana) mengajarkan hidup itu bagiamana, mengapa, dan oleh siapa kita dihidupkan. Dunia itu sebenarnya bagaimana. Awal mulanya dari situ terus berkembang.”

Dalam posisi Tuhan yang hampa, ajaran Kapitayan menempatkan sang pencipta sebagai zat yang bebas dari nilai-nilai manusia. Tuhan memiliki konsep yang jauh dari konsep manusia.

Load More