Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 17 Februari 2023 | 09:16 WIB
Warga penghayat kepercayaan Pahoman Sejati menggelar ritual tahun baru Badrawarna di petilasan Ki Hajar Windusana, Dusun Windusabrang, Magelang, Jawa Tengah. (Suara.com/ Angga Haksoro Ardi).  

Kitab yang ditulis menggunakan aksara Budo itu disimpannya di perpusatakaan di Dusun Windusabrang.

Belanda menjarah serat-serat lontar milik Ki Hajar Windusana saat menjajah Nusantara. Sebagian serat lontar dikirim ke perpustakaan Belanda di Batavia, Bataviaas Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.

Sekarang serat lontar beraksara Budo itu sebagian tersimpan di Perpustakaan Nasional di Jakarta, Bibliotheque Nationale di Paris serta British Museum.

“Beliau (Ki Hajar Windusana) mengajarkan hidup itu bagiamana, mengapa, dan oleh siapa kita dihidupkan. Dunia itu sebenarnya bagaimana. Awal mulanya dari situ terus berkembang.”

Baca Juga: Seringkali Diabaikan, Berikut 3 Tips Mengurangi Munculnya Perut Buncit

Dalam posisi Tuhan yang hampa, ajaran Kapitayan menempatkan sang pencipta sebagai zat yang bebas dari nilai-nilai manusia. Tuhan memiliki konsep yang jauh dari konsep manusia.

Kapitayan misalnya tidak meyakini adanya surga dan neraka sebagai konsep akhir dari buah keimanan seseorang di dunia.

Tuhan dalam konsep Kapitayan tidak pernah menghakimi manusia. Sebagai sang Maha Pengasih, Tuhan tidak bertugas menyiksa manusia.   

Semua yang terjadi pada manusia adalah buah dari perbuatan manusia sendiri. Pahoman Sejati memiliki prinsip hidup: sopo gawe nganggo, sopo nandur ngunduh.

Merdeka Memilih Keyakinan

Baca Juga: CEK FAKTA: Gempar Penampakan UFO Terbang di Atas Gunung Merapi, Benarkah?

Para penganut Pahoman Sejati diberi kemerdekaan untuk memilih jalan hidup. Termasuk soal pilihan pindah mengikuti ajaran agama yang dianut oleh masyarakat kebanyakan.

Load More