Budi Arista Romadhoni
Kamis, 06 April 2023 | 04:34 WIB
Area kebun yang dijadikan lokasi ‘ritual’ saat ST menghabisi nyawa para korban.[suara.com/Citra Ningsih]

SuaraJawaTengah.id - Fenomena penipuan berkedok penggandaan uang berujung pembunuhan seakan sedang berada diposisi puncak. Kasus Mbah Slamet atau Slamet Tohari yang habisi nyawa belasan korban melalui praktik dukun menjadi salah satu bukti bahwa pola pikir masyarakat belum bertransformasi. 

Pakar Sosiologi hukun atau perilaku menyimpang, Dr Masrukin mengatakan, adanya praktik penggandaan uang berujung pada pembunuhan sudah ada sejak tahun 1986. Dan bahkan kasus serupa masih terjadi sampai saat ini dan puncaknya terjadi di Banjarnegara.

"Sebenarnya gejala tentang penggandaan uang yang berujung pada pembunuhan sudah ada sejak tahun 1986, yang kasus di Brebes dan Magelang. Sampai puncaknya di Banjarnagra yang korbannya sampai belasan, dan korbannya luar daerah," kata dia kepada suara.com, Rabu (5/4/2023).

Terlebih jika melihat status sosial dan latar belakang para korban penipuan berkedok penggandaan uang, menurutnya pola pikir masyarakat belum bertransformasi.

"Korbannya berasal dari bermacam-macam status sosial. Bahkan korban yang pengungkap kasus ini (PO) itu orang kaya. Ini menjadi tanda jika pola pikir belum mengalami transformasi," ujarnya.

Menurutnya, mestinya saat ini masyarakat sudah berubah menjadi pola pikir yang logis atau berdasarkan ilmu. Namun nyatanya masih banyak yang percaya dengan metafisik atau hal yang magis. 

Fenomena itu tak hanya terjadi pada kalangan menengah, namun juga dari kalangan elite. Seakan hal supranatural menjadi jalan pintas sejak dahulu.

"Mestinya pola pikirnya berubah dari yang percaya metafisik menuju ilmu pengetahuan atau modern. Masyarakat ini kan campur-campur, tapi masih saja ada yang percaya supranatural untuk dijadikan jalan pintas. Jadi belum ke arah modern," tuturnya.

Jika dirinya melihat trend kasus penipuan berkedok penggandaan uang, mestinya bisa menjadi pelajaran untuk masyarakat lainnya.  

Baca Juga: Gila! Dipersiapkan dengan Matang, Mbah Slamet Sang Dukun Maut Habisi 12 Orang Tanpa Kekerasan

"Dilihat dari trek kasusnya kalau yang di Banjarnegara itu kan dapat hukuman mati. Tapi hal ini terjadi sampai beberapa kali berarti tidak menjadi pelajaran di masyarakat dikemudian hari," pikirnya.

Kasus penipuan berujung kematian juga belum lama ini terjadi pada kasus Wowon CS. Selain pola pikir yang belum berubah, ditambah keahlian komunikasi persuasif dari jaringan membuat masyarakat makin terjerat.

"Hal ini didukung dari komunikasi informal. Jadi lewat jaringan dukun yang juga sudah bisa meyakinkan," tuturnya.

Sehingga, jangankan masyarakat menengah kebawah, kalangan eli politik dan ekonomi bahkan birokrasi samnpai saat ini masih percaya dengan praktik supranatural. 

"Misal untuk menduduki jabatan tertentu harus ke dukun atau ke tempat angker. Nah dari elit saja masih begitu apalagi kelas menengah kebawah," sambungnya.

Terlebih, lanjutnya, jika masyarakat pada situasi tidak menentu dan ketidakpastian itu biasanya akan berubah ke arah teologis dan metafisik. Apalagi jika diikuti rasa tidak pernah puas dan perilaku hedon, maka faktor pendorong kearah menyimpang akan lebih besar.

Load More