SuaraJawaTengah.id - Zaman berubah. Meningkatnya tuntutan standar pendidikan, mengancam tutup sekolah-sekolah milik pemerintah atau biasa disebut sekolah negeri.
Perkenalkan: Nur Rizki Budiman. Siswa kelas II SD Negeri Bulurejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Di meja sebelahnya, duduk tenang sambil melipat tangan, Shifa Keyla Anggraeni.
Di kelas ini Rizki dan Shifa bersaing ketat peringkat kelas. Jika Rizki dapat rangking satu, Shifa pasti menguntit dibawahnya.
Tak perduli berapa pun nilai pelajaran mereka, Rizki dan Shifa sama-sama tidak pernah merasakan peringkat ketiga di kelas.
Baca Juga: Hari Pendidikan Nasional 2023, Bupati Purwakarta Bagi-bagi Motor Trail dan Laptop Untuk Ini
Bukan apa-apa, sebab kelas ini hanya dihuni oleh mereka berdua. Di kelas seluas itu hanya ada dua set bangku dan meja murid, khusus untuk Rizki dan Shifa.
“Dulu waktu kelas I ada 4 siswa. Kebetulan yang 2 pindah sekolah. Satu ke Tegalrejo, satu lagi ke MI Ma’arif,” kata Tyas Setiani, guru kelas II SD Negeri Bulurejo.
Tyas yang berstatus guru PPPK mengaku tidak keberatan hanya mengajar 2 orang murid di kelas. “Malah seperti mengajar privat. Mengajarnya lebih enak karena bisa (memberi perhatian) secara individu satu per satu.”
Tyas baru kerepotan jika harus memberi pelajaran praktik yang membutuhkan keterlibatan banyak anak.
Seperti saat mempraktikkan pelajaran tema permainan kipas angin atau air yang seharusnya dimainkan oleh kelompok yang terdiri dari 8 anak. “Kalau kebetulan satu anak izin (tidak masuk sekolah) yang satu juga izin, saya nganggur,” kata Tyas.
Baca Juga: Hari Pendidikan Nasional 2023, Bupati Purwakarta Bilang Begini
Ditinggal Murid
Rizki dan Shifa diterima masuk SD Negeri Bulurejo tahun ajaran 2021-2022. Angkatan pertama yang kembali membaui kapur tulis, setelah 2 tahun sekolah diselenggarakan jarak jauh akibat Covid.
Pihak sekolah semula mengira jumlah siswa menyusut ekstrem karena orang tua masih takut menyekolahkan anak seusai pandemi.
Tapi kenyataanya pada tahun ajaran berikutnya, jumlah siswa yang mendaftar ke SD Negeri Bulurejo tidak bertambah signifikan. Tahun ajaran 2022-2023, sekolah hanya menerima 8 siswa baru kelas I.
Kepala SD Negeri Bulurejo, Sri Hartini mengatakan jumlah murid di sekolahnya hanya 60 anak. Rata-rata kelas (kecuali kelas II) diduduki oleh 10 orang siswa.
Idealnya satu kelas tingkat sekolah dasar diduduki oleh 28 orang murid. Itu berarti jumlah siswa per kelas di SD Negeri Bulurejo, kurang dari separo jumlah seharusnya.
Hartini menyebut beberapa hal yang menyebabkan sekolahnya kurang dimintai warga sekitar.
“Kendalanya, orang tua yang tidak bisa antar-jemput memilih anaknya sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif yang tidak menyebrang jalan. Yang bisa antar-jemput anak, anaknya disekolahkan di Kota Magelang.”
Desa Bulurejo berada di wilayah perbatasan Kabupaten Magelang dengan Kota. Warga perbatasan biasanya lebih memilih menyekolahkan anaknya ke Kota Magelang.
Orang tua meyakini, kualitas pendidikan di Kota Magelang lebih baik. Fasilitas sekolah di kota tetangga juga dianggap lebih bagus.
Fasilitas Kedodoran
Pilihan itu bukan tanpa alasan. Sri Hartini mengantar saya menengok pojok perpusatakaan SD Negeri Bulurejo.
Belum memiliki ruang perpustakaan permanen, kamar baca siswa SD Negeri Bulurejo menempati bekas rumah tinggal penjaga sekolah.
Di kamar seluas 2,5 meter x 3 meter itu para siswa masih harus berbagi ruang dengan 2 rak buku.
“Bangunan rumah dinas itu bocor semua. Rumah yang pojok dimanfaatkan untuk perpustakaan, UKS, sekaligus musholla. Juga ruang belajar ekstra baca tulis Al Qur’an.”
Buku-buku pengisi perpustakaan didapat Sri Hartini dari usahanya ‘nembung’ koleksi perpustakaan sekolah lainnya yang tutup. “Kemarin sudah mau dikasih (buku) tapi karena ruangannya belum ada terus nggak jadi.”
Masuk waktu sholat, ruang baca perpustakaan diubah menjadi tempat sholat berjamaah. Lantai kamar mandi dan tempat wudhu terpaksa dilapis karpet plastik karena terdapat lubang di sana-sini.
Upaya Sri Hartini bertahan agar sekolah tidak ditinggal para murid, antara lain dengan menambah kegiatan ekstra kulikuler. Didatangkan guru taekwondo, menggambar, dan tari sebagai daya tarik.
“Kebetulan kemarin ada siswa kami yang juara Pekan Olah Raga Pelajar Daerah (Popda) tingkat Kabupaten Magelang cabang tenis lapangan. Kami mau menunjukkan meski SD kecil tapi bisa berprestasi.”
Kemana SD Inpres?
Situasi sekolah negeri sekarang berbalik total dari era tahun 1970an. Melalui Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 1973, Presiden Soeharto kala itu memerintahkan program Bantuan Pembangunan Gedung SD.
Setahun kemudian terbit Instruksi Presiden tentang Program Bantuan Pembangunan SD yang didanai APBN. Pada tahap pertama program ini, pemerintah membangun 6 ribu SD Inpres yang masing-masing memiliki 3 ruang kelas.
Hingga tahun 1994 diperkirakan berdiri 150 ribu unit bangunan sekolah yang dibangun menggunakan dana proyek SD Inpres.
Pembangunan fisik tanpa perbaikan mutu dan sarana pendidikan, menyebabkan sekolah-sekolah milik pemerintah mulai ditinggalkan. Sekolah yang kekurangan siswa terpaksa merger dengan sekolah lain.
Menurut data kemendikbud.go.id, di Kecamatan Mertoyudan -wilayah SD Negeri Bulurejo- terdapat 128 sekolah berbagai tingkatan.
Sebanyak 42 sekolah berstatus negeri dan 86 lainnya milik swasta. Dari 36 TK, hanya 1 yang dimiliki oleh pemerintah.
Jumlah sekolah di wilayah Magelang terbanyak di Kecamatan Muntilan: 133 sekolah. Sebanyak 34 sekolah milik pemerintah, 99 lainnya swasta punya.
Dulu sekolah negeri termasuk sekolah favorit. Sekarang hanya beberapa sekolah saja yang masih mampu mempertahankan status istimewa tersebut.
Kini Kepala SD Negeri Bulurejo, Sri Hartini harus cemas menghadapi masa penerimaan peserta didik baru. Ditinggal 14 murid kelas VI yang lulus tahun ini, setidaknya sekolah ini harus menerima siswa baru sejumlah sama.
Kekhawatiran Sri Hartini bertambah, mengingat siswa kelas II, Nur Rizki Budiman berencana pindah mengikuti orang tuanya yang tinggal di kecamatan lain.
Tinggalah Shifa Keyla Anggraeni, menjadi siswa kelas II semata wayang. “Mudah-mudahan nanti dapat siswa pindahan,” kata Sri Hartini.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi
Berita Terkait
-
Bisa Jadi Pemasukan Tambahan, Pemprov DKI Bakal Tarik Retribusi Kantin Sekolah
-
Nostalgia Orde Baru? Prabowo-Gibran Dikritik Kompak Pamer Simbol Militerisme Lewat Akmil
-
Tampang Budiman Sudjatmiko versi Lawas dan Masuk Kabinet Prabowo Disorot Publik: Waktu Muda Melawan, Pas Tua Ciut
-
Gibran Blusukan Hingga Tinggalkan Akmil, Rocky Gerung: Kok Bisa Ya Pencitraan Diwariskan?
-
Raffi Ahmad Cerita Alasan Prabowo Subianto Ajak Kabinetnya Retreat di Akmil: Ada Filosofinya
Terpopuler
- Agus dan Teh Novi Segera Damai, Duit Donasi Fokus Pengobatan dan Sisanya Diserahkan Sepenuhnya
- Bukti Perselingkuhan Paula Verhoeven Diduga Tidak Sah, Baim Wong Disebut Cari-Cari Kesalahan Gegara Mau Ganti Istri
- Bak Terciprat Kekayaan, Konten Adik Irish Bella Review Mobil Hummer Haldy Sabri Dicibir: Lah Ikut Flexing
- Bau Badan Rayyanza Sepulang Sekolah Jadi Perbincangan, Dicurigai Beraroma Telur
- Beda Kado Fuji dan Aaliyah Massaid buat Ultah Azura, Reaksi Atta Halilintar Tuai Sorotan
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP 5G Rp 4 Jutaan Terbaik November 2024, Memori Lega Performa Handal
-
Disdikbud Samarinda Siap Beradaptasi dengan Kebijakan Zonasi PPDB 2025
-
Yusharto: Pemindahan IKN Jawab Ketimpangan dan Tingkatkan Keamanan Wilayah
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Chipset Snapdragon, Terbaik November 2024
-
Kembali Bertugas, Basri-Najirah Diminta Profesional Jelang Pilkada Bontang
Terkini
-
Deretan Tablet Redmi Terbaru 2024 dan Spesifikasinya
-
Diskon BRImo hingga Cashback Meriahkan OPPO Run 2024
-
Survei Pilkada Kota Semarang: Yoyok-Joss Unggul Tipis atas Agustina-Iswar
-
Jokowi Sampai Turun Gunung ke Semarang, Optimis Luthfi-Yasin Menang di Pilgub Jateng
-
Dramatis! Evandro Brandao Jadi Pahlawan, PSIS Curi Poin di Kandang Persik Kediri