Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 12 Agustus 2023 | 09:09 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual. Sejarah kelam tentang Jugun Lanfu atau istilah lainnya wanita pribumi dipaksa jadi budak seks oleh Tentara Jepang. [Pexels]

SuaraJawaTengah.id - Sejarah kelam tentang Jugun Ianfu atau istilah lainnya wanita pribumi dipaksa jadi budak seks oleh Tentara Jepang akan terus jadi lembaran yang bakal diingat selamanya oleh masyarakat Indonesia.

Di Kota Semarang ada empat titik lokasi rumah bordil atau tempat lokalisasi wanita-wanita pribumi dipaksa melayani hasrat Tentara Jepang. Saat ini hanya tinggal satu tempat yang jadi saksi peristiwa Jugun Ianfu di Semarang yakni Hotel Singapore.

Dalam lembaran arsip berjudul "Jugun Ianfu di Semarang" karya pemerhati sejarah Mozes Christian Budiono, menuliskan pendirian rumah bordil pada tahun 1944 diinisiasi oleh seorang perwira Tentara Jepang Kolonel Okubo Torno dan Kolonel Ikeda Shozo.

Dua orang perwira itu lalu mengusulkan kepada atasannya Jendral Nozaki Seiji untuk merekrut beberapa wanita dari kamp terdekat supaya dijadikan pekerja seks. Alasan mereka saat itu membuat rumah bordil untuk memudahkan pencegahan penyakit menular seksual di kalangan Tentara Jepang.

Baca Juga: PSIS Semarang Taklukan Arema FC, Septian David Maulana Ciptakan Brace

Tepat pada tanggal 1 Maret 1944, Jepang resmi membuka empat rumah bordil di Semarang. Sedangkan untuk proses perekrutan wanita-wanita yang akan melayani hasrat seksual Tentara Jepang dipimpin oleh Kapten Ishida.

Tim perekrut kemudian meminta para pemimpin dan wakil kamp intenirar untuk mendaftarkan wanita berusia 30 tahun ke bawah serta mengecek status perkawinannya. Permintaan Tentara Jepang itu tidak semuanya dikabulkan para pemimpin kamp. Sebab mereka ada yang sudah mengetahui rencana jahat Tentara Jepang tersebut.

Tetapi tidak sedikit juga para pemimpin kamp yang menuruti permintaan Tentara Jepang tanpa mengetahui maksud terselubung dari perintah tersebut. Setelah mengunjungi enam kamp di Semarang dan Ambarawa, Tentara Jepang berhasil memboyong 35 wanita yang nantikan dipekerjakan sebagai budak seksual di keempat rumah bordil.

"Memang di kamp Lampersari Semarang terjadi perlawanan dari para interniran yang ditahan disana, sehingga para perekrut mencari kamp lain yang mudah untuk ‘ditaklukan’. Di kamp Gedangan Semarang, wanita yang lebih tua secara sukarela mengajukan diri, dengan alasan untuk melindungi mereka yang lebih muda."

Penyintas Alami Trauma

Baca Juga: Hasil BRI Liga 1: Septian David Maulana Cemerlang, PSIS Gasak Arema FC 2-0

Sesampainya disebuah rumah besar di Semarang diduga rumah bordil Shoko Club, Jan Ruff O’Herne salah seorang penyitas Jugun Ianfu dipaksa menandatangani surat kesediaan, kemudian difoto dan identitasnya diubah menggunakan nama Jepang. 

Saat mengetahui dirinya akan dijadikan pelacur, hati Jan Ruff O'Herne terguncang setengah mati. Bahkan dia sampai memeluk erat-erat gadis delapan tahun yang histeris didekatnya karena ketakutan.

Hari-hari berikutnya bak sebuah bencana, para Jugun Ianfu hanya bisa pasrah dan terpaksa silih berganti melayani hasrat seksual Tentara Jepang. Ada salah satu penyitas bersaksi di rumah bordil Futabaso, dia langsung diperkosa oleh seorang perwira yang sedang mabuk. Kemudian digilir oleh lima Tentara Jepang lainnya.

Setiap hari pola itu terus berulang, para penyitas seperti tidak dimanusiakan. Tentara Jepang tidak memiliki hati walaupun para penyitas merengek kesakitan. Yang ada dipikirkan Tentara Jepang hanya kepuasaan seksual.

Akibat tekanan dan perlakuaan yang tidak manusiawi dari Tentara Jepang tersebut. Tidak sedikit para penyitas yang mengalami nervous breakdown. Kejiwaan mereka terguntung, sehingga ada sebagian penyitas yang harus dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Selain itu, ada beberapa penyitas yang berusaha kabur. Bahkan ada satu atau dua orang yang memilih mengakhiri hidupnya.

"Namun, terdapat cerita dimana ‘klien’ menolak untuk berhubungan seks malah melindungi mereka. Ketika berada di Shoko Club, Jan Ruff menceritakan mengenai Yodi seorang Jepang, yang membelinya setiap malam guna menjaga Jan dari orang lain yang menggunakan jasanya. Yodi sendiri merasa malu dan meminta maaf kepada Jan atas perlakuan bangsanya terhadap Jan. Beberapa wanita bahkan secara sukarela melayani tamu, demi melindungi wanita lain yang lebih muda."

Berakhirnya Jugun Ianfu

Pada bulan April di tahun yang sama, datang perintah dari Markas Besar Jepang di Asia Tenggara kepada Jenderal Nozaki untuk melepaskan semua wanita yang dipaksa melayani hasrat seksual Tentara Jepang di Semarang. Hal tersebut karena ada protes seorang ibu yang tinggal di kamp Halmahera Semarang yang tidak terima dengan penangkapan anaknya.

Protes seorang ibu tersebut terdengar sampai ke telinga Kolonel Odajima dari Markas Besar di Batavia. Kolonel Odajima lalu menemui ibu tersebut dan merekomendasikan pelepasan Jugun Ianfu ke Markas Besar Angkatan Darat ke-16 di Saigon.

Tidak sedikit juga para Jugun Ianfu di Semarang dipindahkan ke kamp Kota Paris di Bogor dan kamp Kramat 3 di Batavia. Mereka semua mendapat perlakuan khusus di kamp yang mereka tempati.

Tercatat selama satu bulan mendirikan empat rumah bordil di Semarang. Ada sekitar 100 wanita pribumi, India, Eropa, Tionghoa yang jadikan budak seks Tentara Jepang. Hingga berakhirnya penderitaan mereka, tidak semua para Jugun Ianfu mendapatkan keadilan.

Hanya Jugun Ianfu yang berasal dari Eropa yang kisahnya banyak dibahas dan disidangkan di pengadilan militer di Batavia tahun 1948. Sampai sekarang tidak diketahui bagaimana nasib para Jugun Ianfu dari Indonesia yang dijadikan budak seks oleh Tentara Jepang.

Diakhir perang dunia II, Kolonel Okubo yang menginisiasi berdirinya rumah bordil di Semarang justru memilih bunuh diri ketika proses penyelidikannya belum selesai. Terdakwa utama lainnya seperti Jenderal Nozaki juga memilih bunuh diri di penjara.

Sedangkan Kolonel Ikeda dihukum lima belas tahun penjara, Mayor Okada dihukum mati. Delapan perwira dihukum dari tujuh hingga dua puluh tahun penjara. Seorang penerjemah dihukum dua tahun penjara dan dua orang perwira medis mendapatkan hukuman ringan karena mengabaikan kesehatan dari para wanita.

Beberapa terdakwa mengaku mengelabui korban (Jugun Ianfu) dengan menawari mereka bekerja sebagai pelayan. Bukan secara terang-terangan menjadi pekerja seks untuk melayani para Tentara Jepang di Semarang.

Kontributor: Ikhsan

Load More