Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 13 Oktober 2023 | 08:48 WIB
Ilustrasi remaja. Kematian terhadap remaja meningkat tajam. Salah satu penyebabnya, disebut-sebut karena ketidakmampuan dalam mengendalikan perilaku dan emosi yang mengakibatkan kematian. (Pixabay/Sasin Tipchai)

SuaraJawaTengah.id - Kematian terhadap remaja meningkat tajam. Salah satu penyebabnya, disebut-sebut karena ketidakmampuan dalam mengendalikan perilaku dan emosi yang mengakibatkan kesakitan dan kematian.

Praktisi Kesehatan Masyarakat, Spesialis Kesehatan Jiwa dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Dr dr Khamelia Malik mengatakan terdapat paradoks pada kesehatan remaja yang terlihat sehat secara fisik.

"Angka kesakitan dan kematian di masa remaja meningkat hingga 200 persen pada akhir ini," katanya dikutip dari ANTARA pada Jumat (13/10/2023).

Khamelia mengatakan hal tersebut berbanding terbalik dengan masa remaja yang secara fisik merupakan periode paling sehat sepanjang hidup dari segi kekuatan, kecepatan, kemampuan penalaran, lebih tahan terhadap kondisi dingin, panas, kelaparan, dehidrasi, dan berbagai jenis cedera.

Baca Juga: Peduli Kesehatan Mental, Yoursay Sukses Serukan Campaign "Happy Mind Soul Me"

Khamelia menilai remaja pada saat ini menjadi sulit untuk dipahami. Hal tersebut disebabkan adanya area otak yang mengalami maturasi lebih cepat dibandingkan dengan area lainnya.

"Otak remaja berkembang dalam keadaan konstan, yang berarti remaja lebih cenderung melakukan perilaku berisiko dan implusif, kurang mempertimbangkan konsekuensi dibanding orang dewasa," ujarnya.

Untuk itu Khamelia mengimbau para orang tua untuk membimbing dan menjadi panutan para remaja dalam membangun kecerdasan emosi dan mengambil pilihan yang lebih sehat.

Menurutnya, orang tua atau guru perlu membantu remaja untuk mengevaluasi risiko dan mengantisipasi konsekuensi dari setiap pilihan yang diambil remaja.

"Selain itu juga mengembangkan strategi untuk mengalihkan perhatian dan energi ke aktivitas yang lebih sehat agar kesehatan mental juga terjaga," ujarnya.

Baca Juga: Hari Kesehatan Mental Sedunia 2023: Pentingnya Kantor Sediakan Sesi Konsultasi Psikolog untuk Karyawan

Sementara itu Kepala Pusat Riset (Kapusris) Kesehatan Masyarakat dan Gizi Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wahyu Pudji Nugraheni mengatakan kecemasan, depresi, dan gangguan mental, menjadi sejumlah contoh bentuk gangguan mental yang rentan diderita anak-anak dan remaja.

"Perubahan fisik dan hormon, tekanan akademis, serta masalah sosial dan identitas itu, bisa mempengaruhi terhadap gangguan kesehatan mental mereka," kata Pudji (10/10).

Ia mengatakan secara keseluruhan kondisi mental seseorang dipengaruhi oleh genetik, lingkungan, sosial, ekonomi, serta kondisi biologisnya.

Selain anak-anak dan remaja, Pudji menyebut ada tujuh kelompok lain yang rentan terserang gangguan mental yakni individu dengan riwayat keluarga yang secara genetik punya gangguan mental, individu dengan penyakit kronis, serta seseorang dengan riwayat trauma dan pelecehan.

Load More