Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 13 Oktober 2023 | 17:11 WIB
Habib Luthfi bin Yahya. (Instagram @habibluthfibinyahya)

SuaraJawaTengah.id - Nama Habib Luthfi bin Yahya selalu menjadi perbincangan. Bahkan peristiwa-peristiwa sejumlah Kiai saat bertemu Habib Luthfi juga memiliki cerita beragam.

Salah satunya dari almarhum KH. Muhammad Masroni dari Kota Semarang. Ia pernah menceritakan kisahnya saat bertemu cucu Nabi Muhammad SAW tersebut.

Kisah Habib Luthfi bin Yahya berada di dua tempat dalam satu waktu. Cerita itu pun pastinya sering didengar saat KH. Masroni masih aktif berdakwah.

Suatu ketika KH. Masroni bertamu ke tempat Habib Luthfi bin Yahya. Beliau dibuat kaget karena melihat Habib Lutfi tidak Sholat Dhuhur, Ashar dan Magrib.

Baca Juga: Sowan ke Habib Luthfi, Ganjar Pranowo Dapat Pesan Merawat Kebangsaan

Minggu berikutnya KH. Masroni datang lagi ke tempat Habib Luthfi. dan kembali melihat habib luthfi tidak sholat.

Dengan kejanggalan tersebut KH. Masroni berpikiran buruk dengan Habib Luthfi. "Katanya wali Allah kok tidak sholat," dalam gumamnya yang dikutip dari akun Tiktok @habibluthfibinyahyavideo.

Habib Luthfi pun mengerti yang digelisahkan Kiai tersebut.

Lalu Habib Luthfi menyuruh Kh Masroni mengambil asbak di tempat biasa habib luthfi sholat.

"Masyallah ternyata ada Habib Luthfi yang sedang sholat ditempat tersebut," KH Masroni pun dibuat kaget dan soalah tidak percaya apa yang disaksikannya.

Baca Juga: Cerita Habib Luthfi Berikan Bekal Nasi Rantangan untuk Kapolri Sebelum Berangkat ke Rembang

Lalu Siapa sebenarnya Habib Luthfi bin Yahya?

Berikut ini adalah profil dan jejak karier Habib Luthfi bin Yahya, hingga silsilah keluarga Habib Luthfi bin Yahya yang juga masuk di dalam silsilah keluarga besar Nabi Muhammad SAW.

Latar Belakang dan Profil Habib Luthfi bin Yahya

Gelar lengkap Habib Luthfi adalah Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya. Habib Luthfi lahir di Kota Pekalongan, pada 10 November 1947. Tanggal lahirnya tersebut bertepatan dengan 27 Rajab 1367 H. Diketahui, Habib Luthfi memiliki silsilah Ayah hingga ke Nabi Besar Muhammad SAW dan ibu seorang Syarifah (keturunan Nabi) yang bernama Sayidah al Karimah as Syarifah Nur.

Habib Luthfi sempat mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Balekambang, Jepara yang saat itu diasuh oleh KH Abdullah Hadziq bin Hasbullah.

Pendidikan pertamanya diterima dari sang Ayah al Habib al Hafidz Ali al Ghalib, kemudian dirinya belajar di Madrasah Salafiyah selama tiga tahun. Kemudian selanjutnya pada tahun 1959, Habib Luthfi melanjutkan studinya ke pondok pesantren Benda Kerep, Cirebon, lalu ke Indramayu, Purwokerto, dan Tegal.

Setelah itu melanjutkan ke Makkah, Madinah, hingga ke negara-negara lainnya. Selama menjalani masa studinya, Habib Luthfi banyak menerima ilmu syari’ah, thariqah, dan tasawuf dari para ulama-ulama besar, wali-wali Allah yang utama, serta guru-guru yang penguasaan ilmunya tidak diragukan lagi.

Habib Luthfi bin Yahya adalah seorang ulama berpengaruh di Indonesia. Bahkan para tokoh politik nasional termasuk Jokowi dan Prabowo Subianto pernah sowan kepadanya. Habib Luthfi adalah Ketua Forum Sufi Internasional, dan saat ini menjabat Ra’is ‘Am jam’iyah Ahlu Thariqah al Mu’tabarah an Nahdiyah. Digadang-gadang menjadi sebagai salah satu ulama kharismatik Indonesia saat ini, selain Menkopolhukam Mahfud MD dan Menhan Prabowo Subianto, Habib Luthfi bin Yahya juga disegani Presiden RI Joko Widodo.

Karier Habib Luthfi bin Yahya

Presiden Joko Widodo telah melantik sembilan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) masa jabatan 2019-2024 di Istana Negara, Jakarta Pusat. Salah satu anggotanya yaitu Habib Luthfi bin Yahya, salah satu tokoh Nahdlatul Ulama. Berdasarkan data yang dihimpun pada Sabtu (14/12/2019), Habib Luthfi atau gelar lengkapnya Maulana Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya ini juga pernah menjabat sebagai Ketua MUI Jawa Tengah (2005-2010).

Atas pelantikan tersebut, Habib Luthfi mengaku tidak punya alasan apapun untuk bisa bersedia menjabat Wantimpres. Menurutnya, satu-satunya alasan adalah ulama bisa berkontribusi untuk bangsa dan negara.

Load More