SuaraJawaTengah.id - Masjid Kyai Sholeh Darat yang berada di Jalan Kakap Darat Tirto Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara nampak seperti masjid pada umumnya. Tak ada yang istimewa selain bentuk bangunan yang sederhana.
Tapi siapa sangka masjid ini satu-satu peninggalan bersejarah seorang mahaguru santri Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani alias Kyai Sholeh Darat yang masih bisa disaksikan sampai sekarang.
"Kalau dulu nama langgarnya Sayyid, kalau berdiri langgar sudah sangat tua sekali. Sudah ada sebelum Mbah Sholeh datang ke sini," kata salah satu cicit Kyai Sholeh Darat, Lukman Hakim Saktiawan pada Suara.com Selasa (17/10/2023).
Seiring banyaknya jemaah, Masjid Kyai Sholeh akhirnya mengalami pemugaran tahun 1990an. Tidak mengubah bentuk maupun desain. Hanya dilebarkan dan mengganti bahan-bahan yang lebih kokoh.
"Detailnya mbah Sholeh datang pertama kali ke sini saya kurang paham. Tapi Mbah Sholeh tinggal disini cukup lama, sampai wafatnya disini," tuturnya lelaki yang akrab disapa Gus Lukman tersebut.
Guru Ulama-ulama Besar
Saat menginjakkan kaki di Kota Semarang setelah mendalami ilmu agama di Mekkah. Kyai Sholeh Darat kemudian mendirikan Pondok Pesantren (Ponpes) Darat. Dulu ponpes milik Kyai Sholeh Darat dikenal sebagai pondok "pamungkas".
Ibarat sebuah universitas, Ponpes Darat seperti pascasarjana. Santri-santri yang mondok disini sudah berguru pada kyai-kyai nusantara. Mereka berguru ke Kyai Sholeh Darat untuk menyempurkan atau memparipurnakan ilmu agama.
"Kalau dua ulama besar Hasyim Asyari dan Ahmad Dahlah udah jadi santri Kyai Sholeh Darat saat keduanya bertemu di Mekkah," paparnya.
Baca Juga: Kawasan TPA Jatibarang Semarang Kembali Terbakar, Lokasi Berada di Zona 3
"Setelah mbah Sholeh pulang ke Jawa beliau-beliau ini nyusul termasuk santri-santri lainnya," tambah Gus Lukman.
Diceritakan Gus Lukman, sehari-harinya Kyai Sholeh Darat banyak menulis kitab. Meski dilarang kolonial Belanda, Kyai Sholeh Darat menyiasatinya dengan menggunakan huruf arab pegon.
"Huruf arab pegon itu tulisan yang menggunakan huruf arab tapi bahasanya menggunakan bahasa Jawa. Mbah Sholeh ingin santri-santrinya yang tidak sekolah paham tafsiran Al-Quran," bebernya.
Pertemuan dengan RA Kartini
Sebelum Kyai Sholeh Darat bertemu pertama kali dengan tokoh emansipasi wanita RA Kartini di Masjid Agung Demak. Menurut pendapat Gus Lukman, keduanya mungkin sudah mengenal sejak kecil. Sebab mereka sama-sama lahir dan besar di Jepara.
Lalu Kartini ternyata tertarik dengan kitab-kitab yang ditulis Kyai Sholeh Darat. Karena tidak mengerti, Kartini pun meminta secara khusus pada Kyai Sholeh Darat untuk menerjemahkan ke bahasa Jawa.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Polisi Ungkap Pembunuhan Advokat di Cilacap, Motif Pelaku Bikin Geleng-geleng
-
UPZ Baznas Semen Gresik Salurkan Bantuan Kemanusiaan bagi Warga Terdampak Bencana Banjir di Sumbar
-
3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
-
7 Destinasi Wisata Kota Tegal yang Cocok untuk Liburan Akhir Tahun 2025
-
Gaji PNS Naik Januari 2026? Kabar Gembira untuk Abdi Negara