Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Senin, 20 November 2023 | 10:58 WIB
Tugu Muda yang menjadi ikon Kota Semarang. (Sumber : situsbudaya.id)

SuaraJawaTengah.id - Selain banyaknya beragam etnis yang tinggal di Kota Semarang. Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah tersebut juga memiliki beragam kosa kata yang cukup unik.

Para perantau yang berasal dari luar Semarang bahkan luar Jawa Tengah mungkin akan sangat asing dengan dialek atau bahasa Jawa di Kota Lunpia.

Sebetulnya bahasa Jawa Kota Semarang nggak beda jauh dengan bahasa Jawa pada umumnya. Tapi Semarang punya dialek khas layaknya orang Cilacap yang punya jargon "ora ngapak, ora kepenak".

Salah satu kosa kata yang paling sering kamu dengar mungkin kata sisipan "ik". Kosa kata itu biasanya diucap di akhir kalimat untuk menekankan pada kekaguman atau kekecewaan. Misalnya "Alangkah indahnya" orang Semarang hanya berkata: "apik ik".

Baca Juga: Menelusuri Sejarah Tanjakan Silayur Kota Semarang yang Mematikan, dan Mitos Urban Legend Hantu Ranem

Berdasarkan sumber jurnal, kata sisipan "ik" kemungkinan berasal dari kata "iku" yang artinya "itu" dalam bahasa Jawa.

Banyak kosa kata lainnya yang menjadi ciri khas bahasa atau dialek warga Kota Semarang. Misalnya orang Semarang lebih senang mengucapkan "piye jal" yang artinya "bagaimana coba".

Orang Semarang juga lebih sering mengucapkan kata "he'eh" ketimbang "yo" untuk menegaskan suatu balasan terhadap pertanyaan.

Selain itu, frasa dialek Semarangan juga memiliki kekhasannya sendiri. Misalnya frasa "yo rak" (ya tidak) dalam dialek Semarangan menjadi "yo orak to".

Contoh frasa lainnya, "kuwi uga" (itu juga) dalam dialek Semarang menjadi "kuwi barang".

Baca Juga: Kaligawe-Genuk Tergenang Banjir, Ternyata Dua Rumah Pompa Air di Kota Semarang Tidak Bekerja Maksimal

Bahasa-bahasa Semarangan lainnya yang familiar adalah singkatan. Orang Semarang senang menyingkat frasa, misalnya lampu abang ijo (lampu lalu lintas) disebut "bangjo". Kebun binatang menjadi "bon-bin". Seratus menjadi satus.

Tapi tidak semua frasa bisa disingkat contohnya "Taman Lele" tak bisa disingkat menjadi "Tam-le". Gedung batu tak bisa disingkat jadi "Ge-bat" tapi bisa diucapkan dengan kata "dung-batu".

Rupanya dialek atau bahasa Semarangan diatas lantaran banyak dipengaruhi keberadaan etnis-entis Arab, India, Tionghoa, Pakistan atau budaya heterogen yang membuat perbendaharaan kosa kata semakin beragam.

Kontributor : Ikhsan

Load More