Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 08 Desember 2023 | 18:42 WIB
Potret nampak depan Plasa Simpang Lima yang mulai kalah pamor dengan mal-mal elite lainnya di Kota Semarang. Jumat (8/12/23) [Suara.com/Ikhsan]

SuaraJawaTengah.id - Menjamurnya pusat perbelanjaan modern alias mal di Kota Semarang bikin Plasa Simpang Lima seperti hidup segan mati tak mau. Salah satu mal tertua ini kalah pamor dengan kemunculan mal-mal baru.

Meski letaknya strategis di jantung kota, Plasa Simpang Lima mulai ditinggalkan. Sejumlah lorong mal yang dibangun tahun 1990an itu terlihat sepi. Bahkan gerai-gerai yang saling berderetan banyak yang tidak berpenghuni alias kosong.

Jika pada umumnya kita akan mudah melihat gerai fashion, makanan cepat saji, dan lain-lainnya di sebuah mal. Di Plasa Simpang Lima tidak demikian, hanya ada beberapa gerai eloktronik yang masih bertahan disana.

Salah satu pemilik gerai elektronik, Kenny mengutarakan kondisi sepi di Plasa Simpang Lima bukan hal yang baru. Bahkan kondisinya kini mirip saat Kota Semarang dilanda pandemi Covid-19.

Baca Juga: Kendalikan Banjir di Kota Semarang, Mbak Ita Minta Bantuan ke Menteri PUPR

"Seharian nggak ada pengunjung sama sekali juga sering. Puncak kejayaan terakhir Mall Plasa Simpang Lima sekitar tahun 2010an," ucap Kenny pada Suara.com, Jumat (8/12/2023).

Bisa dibilang saat ini Plasa Simpang Lima tinggal kenangan. Menjamurnya mal-mal elite seperti Paragon, DP Mal, The Park hingga Quen City Mal bikin Plasa Simpang Lima makin tenggelam.

Menurut Kenny, ada salah satu penyebab mal tersebut mulai tinggalkan masyarakat Kota Semarang. Mungkin karena bentuk gedung Plasa Simpang Lima tidak banyak mengalami perubahan. Sehingga bikin masyarakat memilih mal-mal yang lebih modern.

"Plasa Simpang Lima juga ketinggalan jauh dengan Mal Ciputra. Apalagi akses parkir disana lebih mudah," imbuhnya.

Omset Menurun Drastis

Baca Juga: Menteri PUPR Turun Tangan, Kendalikan Banjir di Kota Semarang, Perbaikan Pompa Air Langsung Dilakukan

Kenny juga secara terbuka mengatakan pendapatan gerainya saat ini menurun dratis hampir 50 persen. Jika mengingat tahun 2010an, dia bahkan tidak bisa menghitung berapa banyak jumlah pengunjung yang datang mengunjungi gerainya.

"Pas ramai-ramainya pengunjung tuh sampai rela antri. Yang pasti ramainya banget nggak bisa kehitung," tuturnya.

Tidak hanya menyediakan servis handphone. Gerainya waktu itu juga menyediakan berbagai layanan tambahan seperti jual beli lagu MP3, foto artis maupun beragam aplikasi.

Layanan tambahan itu lambat laun luntur mengingat perkembangan teknologi dan internet sangat pesat. Saat ini orang-orang sangat mudah memutar musik dari youtube maupun sportify.

"Kebanyakkan toko lain tutup terutama di bagian bawah mungkin karena udah nggak kuat bayar sewa," terangnya.

Kenny sendiri sudah merintis usahanya di Plasa Simpang Lima sejak 15 tahun silam. Setiap bulannya dia membayar sewa sebesar Rp5 juta.

Mengenang Masa Kejayaan

Pemerhati sejarah, Johanes Christiono mengatakan Plasa Simpang Lima diresmikan langsung Gunernur Jawa Tengah Ismail pada tahun 1990. Waktu itu Plasa Simpang Lima langsung jadi ikon di Kota Semarang.

"Dulu saya meliput peresmiannya. Warga berjubel ingin naik turun eskalator dan lift kapsul," ucap Johanes yang juga merupakan mantan wartawan.

Saking ramainya masyarakat yang berkunjung ke sana. Satpol PP pun sampai kerepotan dan sering kali mengingatkan petugas parkir untuk menata kendaraan agar tidak memakan jalan di kawasan tersebut.

"Mulut Jalan Ahmad Dahlan juga sering padat karena pengendara mencari parkir atau ingin lewat dan deretan sepeda motor parkir sampai memakan porsi jalan di tikungan bunderan Simpang Lima," kenangnya.

Tak berselang lama, di bangunlah pusat perbelanjaan modern lainnya Citraland atau yang kini dikenal dengan sebutan Mall Ciputra. Setelah berdiri, kemudian dibangun jembatan untuk menghubungkan Plasa Simpang Lima dan Mal Ciputra.

Sepanjang lorong jembatan itu ramai stand-stand kuliner. Bahkan jembatan penghubung itu dinamai 'Jembatan Sentra Kuliner'.

"Hampir setiap hari jembatan itu ramai apalagi weekend. Berderet gerai makanan. Orang-orang pun bisa jalan-jalan di kedua mall itu lewat jembatan penghubung," ungkap Johanes.

Dulu Johanes juga sering berbelanja kebutuhan pokok di Plasa Simpang Lima. Sekarang ini dia ikut prihatin lantaran salah satu pusat perbelanjaan modern tertua di Kota Semarang sudah kalah pamor.

"Pusat perbelanjaan modern yang pertama di Kota Semarang itu Mickey Mouse yang kemudian berubah nama menjadi Mickey Morse tahun 1980. Terus disusul Sri Ratu, Golden, Matahari, lalu Yogya dan lain-lainya," pungkasnya.

Kontributor : Ikhsan

Load More