SuaraJawaTengah.id - Belakangan ini banyak beredar tulisan di media online yang membandingkan sisi-sisi kehidupan tinggal di Kota Semarang dan Yogyakarta. Mulai dari permasalahan cuaca sampai makanan turut jadi topik pembahasan.
Memang banyak orang-orang Jogja yang migrasi ke Kota Lunpia untuk mengadu nasib. Alasan paling realitis orang Jogja enggan bekerja di daerah sendiri adalah masalah upah.
Fadia Haris Nur Salsabila contohnya. Usai menuntaskan pendidikan perguruan tinggi di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dia tidak tertarik mencari pekerjaan di Jogja yang merupakan tanah kelahirannya.
Perempuan yang akrab disapa Fadia itu justru melirik Kota Semarang sebagai pijakkan dia meniti karir. Fadia menilai lapangan pekerjaan di ibu kota Jawa Tengah lebih besar ketimbang di Jogja.
Namun saat pertama kali menginjak Kota Semarang. Fadia cukup shock dengan masalah cuaca. Disebutkannya cuaca di Kota Semarang jauh lebih panas apabila dibandingan dengan Kota Solo maupun Jogja.
"Kipas angin atau AC itu harus nyala 24 jam. Karena panasnya nggak bisa ditoleransi," curhatnya pada Suara.com, Senin (11/3/24).
Hal serupa juga dirasakan Made Dinda Yadnya Swari. Perempuan lulusan UGM Jogja itu mengungkapkan culture shock ketika bekerja di Kota Semarang adalah masalah cuaca.
"Misal nih di Jogja mulai kerasa panas itu sekitar jam 11 atau jam 12. Tapi jam 9 pagi di Semarang itu panasnya udah kayak jam 12 siang di Jogja," tutur perempuan yang akrab disapa Dinda tersebut.
Selain cuaca, Dinda juga mengeluhkan tempat-tempat makan. Misal di setiap sudut Jogja, warung burjo disana memiliki citra rasa khas. Sedangkan burjo-burjo di Semarang tidak demikian.
Baca Juga: Tradisi Dugderan Sambut Ramadan 2024 di Semarang, Apa Itu Warak Ngendhog?
"Mungkin aa penjual burjonya bukan dari Kuningan kali ya," celetuknya.
Adanya perbedaan kontur jalan antara Semarang atas dan bawah. Bikin Dinda tak tertarik lagi melakukan night ride seperti yang sering ia lakukan sewaktu kuliah di UGM.
Dinda juga turut menyoroti permasalahan air bersih. Katanya kualitas air bersih di Semarang dengan Jogja berbeda jauh.
"Mungkin karena (Semarang) wilayah pantura airnya airnya jauh lebih jelek dan kuning. Jadi aku harus nyisihin duit buat ganti filter air," bebernya.
Permasalahan cuaca dan kontur jalan yang tidak stabil juga turut diresahkan Muhammad Irfan Habibi. Sebagai orang Jogja yang sedang mengeyam pendidikan di UIN Walisongo dirinya hafal betul perbadingan tinggal di Semarang dan Jogja seperti apa.
Jika ditanya dua pilihan antara tinggal di Semarang atau Jogja untuk jangka waktu yang panjang. Habibi dengan tegas akan memilih tinggal di Jogja.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
-
Statistik Suram Elkan Baggott Sepanjang 2025, Cuma Main 360 Menit
Terkini
-
PSIS Semarang Gegerkan Bursa Transfer: Borong Tiga Pemain Naturalisasi Sekaligus
-
8 Wisata Terbaru dan Populer di Batang untuk Libur Sekolah Akhir 2025
-
5 Rental Mobil di Wonosobo untuk Wisata ke Dieng Saat Libur Akhir Tahun 2025
-
Stefan Keeltjes Enggan Gegabah Soal Agenda Uji Coba Kendal Tornado FC
-
7 Poin Kajian Surat Yasin tentang Ilmu, Adab, dan Cara Beragama menurut Gus Baha