Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 23 Maret 2024 | 03:59 WIB
Warga demak Oktaviyaningrum, yang menjadi korban banjir tapi berhasil melahirkan anaknya. [Istimewa]

SuaraJawaTengah.id - Sepotong kisah haru terjadi dari korban banjir di Kabupaten Demak. Ia adalah Oktaviyaningrum, perutnya terasa mulas-mulas saat banjir mengepung rumahnya.

Padahal, ia tengah berada dalam keadaan hamil tua. Diketahui usia kandungan perempuan warga Kampung Krapyak, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak itu sudah memasuki sembilan bulan.

Mulasnya itu, ia rasakan di dalam rumahnya. Ada dorongan kuat ingin segara ke klinik bersalin. Namun, di luar rumah sedang tidak baik-baik saja. Banjir mulai menggenangi lingkungan sekitar. Tanggul sungai di kampungnya jebol karena hujan dengan intensitas tinggi.

Saat itu, suaminya masih bergotong royong bersama warga mencoba menutup tanggul dengan sandbag, agar banjir tidak semakin tinggi dan meluas.

Baca Juga: Banjir Demak Disebut Tanda Munculnya Selat Muria, Simak Sejarah dan Penyebab Selat Itu Hilang

Pada momentum itu, suaminya juga berada pada persimpangan kebimbangan, antara menyelesaikan menutup tanggul agar banjir tak meluas, atau langsung pulang mendampingi istrinya. Pada akhirnya, ia memutuskan pulang ke rumah mendampingi istrinya.

Begitu suaminya sampai rumah, perempuan yang akrab disapa Okta itu langsung di bawa ke klinik persalinan. Untuk melintasi banjir yang melanda, ia menumpang perahu karet.

Setelah melewati genangan, barulah diantarkan menggunakan mobil. Jarak dari rumah ke kliniknya 30 menit. Menit demi menit ia lalui dengan debar.

“Pokoknya penuh tantangan, tidak menyangka melahirkan pas tanggul jebol. Waktu perjalanan ke klinik air sudah naik lebih dari 15 centimeter," kata Okta di lokasi pengungsian di Wisma Halim, Jumat (22/3/2024).

Usai melahirkan dipersalinan, Okta dan suaminya sempat bingung akan pulang kemana. Ia sempat memutuskan pulang ke rumah bersama bayinya. Sebab, banjir di rumahnya belum begitu tinggi.

Baca Juga: Potret Banjir di Demak: Jalan Pantura Jadi Pemukiman, Sawah Jadi Lautan

Tetapi sehari setelah pulang ke rumah, ternyata air meninggi dengan cepat. Dengan kondisi panik, mereka dengan empat anaknya membawa barang seadanya, mengungsi di mushola dekat rumah, yang posisinya dianggap lebih aman.

Namun, karena mengungsi di mushola tersebut dianggap warga sekitar tidak repesentatif bagi ibu yang baru saja melahirkan, perangkat kampungnya kemudian menyarankan agar pindah ke pengungsian Wisma Halim.

Di wisma itu, ia bersama 216 warga yang lain. Sebab, kondisinya lebih aman dan fasilitasnya memadai. Seperti ketersediaan air bersih, makanan sehari -hari, dan tempat ibadah. Okta pun tak merasa kesulitan memenuhi kebutuhan bayinya. Baju, popok, minyak telon, semua tersedia.

Sebagai ibu yang baru saja melahirkan, Okta dan anaknya juga mendapat perhatian khusus dari petugas. Setiap hari kesehatan mereka berdua, dan asupan makanannya diberikan sesuai dengan kebutuhan ibu menyusui.

"Pelayanan di sini bagus, terpenuhi semua, kebutuhan bayi sama saya juga. Setiap hari dicek kesehatan. Tensi, semua. Kesehatan bayi juga semua dicek," ungkapnya.

Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana berkesempatan mengecek langsung kamp pengungsian yang ditempati Okta dan suaminya.

Nana mengatakan, warga yang terkena musibah banjir diungsikan di Demak dan Kabupaten Kudus. Di Demak, terdapat sekitar 24.600 pengungsi. Sementara di Kudus sebanyak 5.800 pengungsi.

“Hasil tinjauan kami, selama lima sampai enam hari mereka mengungsi, mereka masih dalam keadaan sehat. Kebutuhan-kebutuhan logistik, sandang, maupun pangan uga tercukupi,” bebernya.

Load More