Budi Arista Romadhoni
Rabu, 21 Agustus 2024 | 08:25 WIB
Warga menuju Dukuh Timbulsloko, Desa Timbusloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, dengan menggunakan perahu nelayan, Selasa (20/08/2024). (suara.com/Sigit AF)

Dengan berbagai kejadian tersebut, banyak nelayan atau pemancing yang menghindari melintas kampung itu ketika malam hari.

Warga yang Tersisa Hanya Punya Asa

Seseorang memandang deretan rumah kosong di Dukuh Timbulsloko, Desa Timbusloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Selasa (20/08/2024). (suara.com/Sigit AF)

Dukuh Timbulsloko, Desa Timbulsloko, kini berpenduduk sekitar 110 kepala keluarga (KK), padahal sebelumnya sebanyak 400 KK.

Warga yang bertahan memodifikasi rumahnya menjadi rumah panggung untuk terhindar dari rob.

Tokoh Masyarakat Desa Timbulsloko Shobirin mengatakan warga yang pindah kebanyakan merasa lelah dengan keadaan.

Rob yang terus meninggi mengharuskan warga juga meninggikan rumahnya. Padahal, harga meterial tanah padas tidak murah.

Harga tanah padas per truk dump adalah Rp 500 ribu. Namun, jika diantarkan sampai ke kampung tersebut maka harganya naik menjadi Rp 2 juta.

Akses ke Dukuh Timbulsloko yang sulit membuat harga tanah padas/truk dump naik drastis. Terdapat dua cara untuk masuk ke sana.

Pertama melalui tanggul sempit sepanjang 1 km yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua. Kedua, melalui perahu nelayan dengan biaya menumpang sebesar Rp 10 ribu.

Baca Juga: Banjir Terus, Pemkab Demak akan Bangun Rumah Pompa atasi Rob di Sayung

"Warga yang bertahan ini, istilahnya adalah orang-orang yang pasrah karena tidak memiliki modal untuk pindah," katanya.

Shobirin menyebut terdapat 55 rumah yang sudah ditinggalnya pemiliknya. Kawasan itu dikenal dengan kampung mati dan banyak cerita horornya.

"Surga" yang Tinggal Cerita

Desa Timbulsloko yang terletak di pesisir utara Jawa Tengah dulu tidak seperti sekarang. Desa ini sebelum tahun 2000, dikenal seperti surga karena kemakmurannya.

Shobirin masih ingat betul. Ketika masih muda, banyak tanaman pohon kelapa di kampungnya, tanah sangat subur dengan berbagai macam tanaman di atasnya.

"Dulu, Desa Timbulsloko istilahnya Gemah Ripah Loh Jinawi, seperti syurga dunia. Mencari uang Rp 100 ribu/hari gampang, sekarang mungkin setara Rp 1 juta/hari," tuturnya.

Load More