Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 27 Agustus 2024 | 09:00 WIB
Massa aksi di depan DPRD Kota Semarang terlibat saling dorong dengan aparat kepolisian, Senin (26/8/2024). (suara.com/Sigit AF)

SuaraJawaTengah.id - Sekelompok pelajar berlari ke tengah kerumunan massa aksi di depan DPRD Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (26/08/2024) petang. Mereka bergabung dengan ribuan mahasiswa yang sedari siang menggelar unjuk rasa di lokasi tersebut.

Para pelajar itu menerobos kerumunan dengan mengenakan helm dan membawa bendera merah putih serta tongkat hingga kayu.

Aksi saling dorongan antara pelajar-mahasiswa dan pihak kepolisian yang berjaga tak terhindarkan. Di momen tersebut, lembaran botol air minum, es batu, dan kayu ke arah petugas tak bisa dibendung.

Tepat ketika kericuhan akan pecah, azan Maghrib berkumandang. Massa aksi sempat menjauh dari depan gerbang untuk menunaikan ibadah.

Baca Juga: BREAKING NEWS: Ricuh! Gerbang Balai Kota Semarang Roboh Didorong Mahasiswa, Tuntut Jokowi Mundur!

Pada pukul 18.00 WIB, Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar melalui pengeras suara meminta massa aksi untuk membubarkan diri.

Menurutnya, batas waktu menyampaikan pendapat di muka umum telah selesai saat itu. Namun, massa aksi tak menindahkan peringatan tersebut lantaran masih banyak yang salat.

Tepat pukul 18.20 WIB, kericuhan akhirnya pecah. Massa yang tak kunjung pergi dari Jalan Pemuda dibubarkan paksa dengan tembakan gas air mata dan semprotan water cannon.

Pasukan pengendalian massa dan brimob kemudian menyisir sepanjang Jalan Pemuda. Massa terpukul mundur hingga Mall Paragon. Sebagian lainnya lari ke gedung terdekat, sekolah, hingga ke permukiman warga.

Dari kejadian tersebut, puluhan orang mengalami sesak napas, terluka, hingga dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, polisi menangkap sejumlah peserta aksi yang diduga sebagai dalang kericuhan.

Baca Juga: Seniman Semarang Suarakan Aspirasi, Soroti Peringatan Darurat ke Pemerintah

Massa Berniat Duduki Gedung DPRD

Demonstrasi di Kota Semarang kamarin, adalah lanjutan aksi yang digelar pada Kamis 22 Agustus 2024 untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 dan 70 terkait  UU Pilkada.

Massa terlebih dahulu berkumpul di Lapangan Kampus 3 UIN Walisongo Semarang. Ratusan mahasiswa dari Unissula, USM, dan Unwahas terlihat di sana. Kelompok buruh pun bergabung saat para demonstran melintasi Jalan Raya Krapyak.

Mereka sengaja berkendara lambat dan sesekali berhenti saat melintasi Jalan Pantura. Kemacetan sepanjangan 2,4 Km akhirnya tercipta.

Aksi ini sebetulnya dipusatkan di Gedung DPRD Jawa Tengah di Jalan Pahlawan. Namun, karena pengamanan yang begitu ketat dan polisi menutup semua jalur evakuasi, massa akhirnya beralih ke gedung DPRD Kota Semarang di Jalan Pemuda.

"Kami skema awal menduduki gedung DPRD untuk sidang rakyat," kata Ketua Dema Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo, Muhammad Ridho Amrullah kepada SuaraJawaTengah.id.

Menurut dia, pihaknya sudah lelah beraudiensi dengan legislator lantaran tidak membuahkan berarti. Terkait blokade pantura, dia tidak merencanakan hal tersebut. Pihaknya hanya akan konvoi dan berorasi di jalan sehingga bisa melumpuhkan lalu lintas meski tidak lama.

"Kami tidak blokade, hanya konvoi sehingga lalu lintas macet. Ini simbol memutus rantai kapitalisme," ujarnya.

Aksi yang dialihkan ke DPRD Kota Semarang sekira pukul 13.30 WIB, ternyata juga mendapatkan pengamanan yang begitu ketat. Barikade Dalmas, Brimod, dan pasukan anti-huru-hara telah berjaga di sana. Satu mobil water cannon juga disiagakan.

2 Gerbang DPRD Jebol, Fasilitas Umum Rusak

Peserta aksi yang tiba di depan DPRD Kota Semarang membagi massa menjadi dua kelompok. Satu berada di sisi utara gerbang DPRD dan satu lagi di sisi selatan gerbang Balaikota Semarang.

Massa menjebol kedua gerbang tersebut dengan cara menariknya menggunakan tali tambang. Sejumlah fasilitas umum seperti pot bungga, lampu, dan CCTV juga dirusak.

Sebetulnya, upaya mediasi telah dilakukan Anggota DPRD Kota Semarang. Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang Rahmulyo Adi Wibowo menemui peserta aksi dan mengajak perwakilan massa untuk beraudiensi.

Namun, upaya tersebut ditolak oleh mahasiswa. Mareka menolak jika hanya perwakilan saja yang diajak masuk, tetapi harus semuanya.

"Kami berupaya untuk mengajak audiensi, tetapi mahasiswa tidak mau. Kalau semuanya masuk untuk audiensi tidak ada yang menjamin bisa aman," kata Wibowo.

Dia menyebu pembubaran paksa massa aksi dilakukan karena telah melebihi waktu yang diatur dalam undang-undang.

"Polisi punya tenggat waktu, jadi dibubarkan," katanya.

Politikus PDIP itu mengatakan narasi yang dibangun massa aksi adalah mengadili Presiden Joko Widodo lantaran tidak taat konstitusi. Pihaknya akan menyerap aspirasi mahasiswa dan menyampaikannya ke pemerintah pusat.

"Isu yang dibangun adalah adili Jokowi. Kami akan tampung dan sampaikan ke pemerintah pusat, karena yang punya kewenangan, kan, pemerintah pusat," tuturnya.

Massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Rakyak Menggugat (Geram) Jawa Tengah membawa 4 tuntutan dalam aksi itu. Pertama, mereka meminta seluruh pejabat negara untuk mematuhi hukum demi mengembalikan marwah demokrasi.

Kedua, mewajibkan presiden Jokowi dan bawahannya untuk menegakkan konstitusi. Ketiga, menguatkan lagi institusi hukum seperti KPK. Keempat, apabila ketiga tunttan tersebut tidak dilaksanakan maka massa aksi bergerak melengserkan Presiden Jokowi.

33 Orang Dirawat, 27 Mahasiswa-Pelajar Ditangkap

Polisi mengamankan satu pelajar yang ikut aksi di depan DPRD Kota Semarang, Senin (26/8/2024). (suara.com/Sigit AF)

Kuasa hukum Geram Jateng Tuti Wijaya menyebut sebanyak 33 orang harus menerima perawatan medis lantaran sesak napas akibat menghirup gas air dan sebagian terluka di kepala.

"Data sejauh ini ada 33 orang yang dibawa ke rumah sakit, ada yang bocor juga kepalanya," kata dia di Polrestabes Semarang.

Selain itu, lanjut dia, sebanyak 21 mahasiswa-pelajar juga ditahan polisi. Dia masih belum mengetahui jumlah pastinya lantaran polisi melarang pihaknya untuk melakukan pendampingan hukum.

"Ada 21 pelajar dan 6 mahasiswa yang ditangkap polisi, itu masih data sementara," katanya.

Kuasa hukum lainnya, Nasrul Saftiar Dongoran menyayangkan tindakan kepolisian. Menurutnya, pelajar yang ditangkap merupakan anak di bawah umur sehingga polisi harus memperlakukan mereka sebagaimana mestinya.

"Mereka tidak boleh diperiksa malam hari, harus didampingi oleh walinya atau pendamping hukum," tutur dia.

Dia menyampaikan anak di bawah umur harus dilakukan proses hukum yang berbeda. Menurutnya, mereka tidak bisa diperiksa malam hari, dan harus didampingi wali atau kuasa hukum.

"Ini berpotensi melanggar hak-hak anak karena bagaimana pun, anak yang berhadapan dengan hukum harus diperiksa oleh penyidik khusus anak," ujarnya.

Satu Polisi Terluka di Pipi

Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar mengatakan pihaknya menerjunkan personel gabungan sebanyak 1.541 untuk mengamankan aksi. Pasukan gabungan tersebut juga mendatangkan personel dari kabupaten tetangga.

Menurutnya, pihaknya melakukan tindakan tegas lantaran massa aksi makin tak terkendali dan melewati batas waktu unjuk rasa.

"Tadi bisa disaksikan, adik-adik kita melakukan pelemparan batu, kayu, hingga paving ke arah petugas," katanya ditemui seusia kericuhan.

Dia melaporkan satu anggotanya terkena lemparan tongkat di pipi sebelah kanan. Pihaknya masih mendata sejumlah anggota yang terluka dalam kericuhan tersebut.

"Wakasat Intel Polrestabes terkena tombak di pipi kanan," katanya.

Pemkot Semarang Gerak Cepat

Petugas membersihkan coretan di pagar Balai Kota Semarang. [Dok Humas]

Tak lama setelah aksi demo mahasiswa itu, Wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu menginstruksikan jajarannya untuk gerak cepat membenahi sejumlah fasilitas umum di Balai Kota Semarang yang mengalami kerusakan dan juga membersihkan coretan-coretan di tembok. 

Nampak beberapa OPD seperti Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar), Disperkim, Distaru, Diskominfo, Bagian Rumah Tangga, Bagian Tata Usaha serta bantuan dari Kecamatan Semarang Tengah, Semarang Barat dan Semarang Utara bahu membahu melakukan upaya pembenahan dan pembersihan di seputaran halaman depan balaikota.

Wali kota yang akrab disapa Mbak Ita mengatakan ada sejumlah fasilitas umum yang mengalami kerusakan akibat demonstrasi tersebut, di antaranya CCTV yang ada di sisi depan gerbang balaikota, pot-pot tanaman, taman samping gedung Co Working Space atau CWS, huruf-huruf tulisan Balaikota juga copot, coretan-coretan di tembok dan lantai depan balaikota serta pagar gerbang balaikota.

"Malam ini OPD terkait langsung memperbaiki beberapa fasilitas yang rusak seperti pagar, CCTV dan pot-pot bunga yang hancur dan menghapus coretan-coretan di tembok serta membersihkan sampah yang berserakan. Dengan demikian, besok (hari ini, Red) pelayanan masyarakat di balaikota bisa berjalan seperti biasa," tutur Mbak Ita, Senin (26/8) malam.

Kontributor : Sigit Aulia Firdaus

Load More