Ronald Seger Prabowo
Jum'at, 13 Desember 2024 | 20:10 WIB
Kuasa hukum tersangka R, BRM Kusumo Putro mengatakan, guru yang telah mengabdi selama 18 tahun itu menyatakan bahwa dirinya adalah korban ketidakadilan. [Suara.com/dok]

SuaraJawaTengah.id - Polsek Gabus Polres Grobogan digugat praperadilan dugaan kasus asusila yakni pencabulan yang melibatkan seorang guru SD di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, memasuki babak baru.

Guru berinisial R (41), yang kini menjalani penahanan selama dua bulan di Lapas Grobogan, membantah semua tuduhan hingga bergulir gugatan praperadilan terhadap proses hukum yang dianggap penuh kejanggalan.

Sebelumnya, pihak Polsek Gabus telah melakukan pelimpahan tahap kedua ke Kejaksaan Negeri Grobogan pada Kamis (12/12/2024).

Sedangkan, saat ini proses pra peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Grobogan masih bergulir.

Baca Juga: Guru Besar Unnes Takut Diintimidasi, Ini PenjelasanDewan Pertahanan Nasional

Kuasa hukum tersangka R, BRM Kusumo Putro mengatakan, guru yang telah mengabdi selama 18 tahun itu menyatakan bahwa dirinya adalah korban ketidakadilan.

Pihaknya meminta, agar Pengadilan Negeri Grobogan untuk menunda penjadwalan sidang pokok perkara hingga gugatan praperadilan selesai.

Revisi, bahwa perkara R sudah dilimpahkan ke kejaksaan ke pengadilan dan menunggu waktu jadwal sidang.

"Kami meminta kebijaksanaan Ketua Pengadilan Negeri untuk menunda penjadwalan sidang klien kami hingga gugatan praperadilan selesai," ujar Kusumo Putro saat berbincang dengan wartawan, Jumat (13/12/2024).

Permohonan yang diajukan ini, kata Kusumo, lantaran dirinya meyakini adanya malprosedur dalam penetapan tersangka terhadap kliennya tersebut.

Baca Juga: Guru Besar Unnes Ikut Seruan Moral Disurati Dewan Ketahanan Nasional, Bentuk Kriminalisasi?

"Proses pra peradilan ini sangat penting untuk memastikan, bahwa proses hukum (penetapan tersangka-red) berjalan sesuai dengan prosedur atau tidak," jelasnya.

Disinggung mengenai adanya kejanggalan dalam proses hukum terhadap kliennya, Kusumo Putro mengaku, adanya inkonsistensi keterangan saksi utama, yaitu korban yang diduga mendapat tekanan dari orang tuanya.

"Awalnya, korban tidak menunjuk klien kami, namun tiba-tiba berubah setelah ada dugaan desakan dari pihak lain," jelas Kusumo.

Merujuk pada waktu kejadian awal Oktober 2024, menurut Kusumo, tim hukum telah mengumpulkan bukti-bukti. Berdasarkan keterangan saksi, kliennya tidak berada di lokasi kejadian yang disebutkan, yaitu di depan toilet sekolah, saat dugaan pencabulan terjadi.

"Klien kami adalah guru kelas 3, sedangkan korban adalah siswa kelas 1. Tidak ada interaksi langsung yang relevan untuk mendukung tuduhan tersebut," kata Kusumo.

Kusumo mengaku, pihaknya tidak mendukung tindak pidana pencabulan atau predator anak. Melainkan menolak penetapan tersangka tanpa bukti kuat dan prosedur yang berlaku.

"Kami berharap praperadilan ini menjadi langkah awal untuk mengungkap fakta sebenarnya dan membersihkan nama klien kami," tegas Kusumo.

"Kami tidak ingin ada ketidakadilan bagi mereka yang dituduh tanpa dasar yang jelas. Penetapan tersangka harus dilakukan secara profesional dan sesuai prosedur," katanya.

Load More