Budi Arista Romadhoni
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding dan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi di Semarang pada Selasa (15/4/2025). [Dok Humas]

SuaraJawaTengah.id - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah semakin serius dalam memperkuat ekosistem perlindungan dan pemberdayaan bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Langkah ini menjadi respons atas tingginya angka penempatan pekerja migran dari provinsi ini, yang mencapai puluhan ribu orang per tahun dan berkontribusi besar sebagai pahlawan devisa negara.

Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menyatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan role model atau model pendampingan dan pelatihan komprehensif bagi calon PMI yang dapat direplikasi di kabupaten/kota.

Model ini bertujuan untuk memastikan setiap proses, mulai dari rekrutmen hingga pemberangkatan, berjalan sesuai standar perlindungan dan profesionalisme.

Baca Juga: Pemprov Jateng Prioritaskan Ini! Gebrakan Gubernur Luthfi di Tahun 2025

“Saya sudah perintahkan Dinas Ketenagakerjaan untuk menyusun role model pendampingan. Kita butuh penyelarasan antardaerah, karena masing-masing memiliki karakteristik lokal yang berbeda. Semua harus punya sistem yang seragam, tapi tetap adaptif,” ujar Luthfi saat menerima kunjungan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding di kantor Gubernur Jateng, Selasa (15/4/2025).

Data terbaru mencatat, sepanjang tahun 2024, sebanyak 66.611 PMI berasal dari Jawa Tengah. Sementara pada triwulan pertama tahun 2025 saja, sudah tercatat 14.361 orang diberangkatkan.

Angka tersebut tersebar di sembilan kabupaten yang menjadi kantong utama pekerja migran, yaitu Cilacap, Kendal, Brebes, Pati, Grobogan, Banyumas, Sragen, Kebumen, dan Sukoharjo.

“Secara nasional, Jawa Tengah berada di posisi kedua setelah Jawa Timur dalam hal jumlah PMI. Ini bukan angka kecil. Artinya, tanggung jawab kita juga besar. Mereka ini pahlawan devisa, maka harus kita jaga,” tegas Luthfi.

Negara-negara tujuan utama PMI dari Jateng antara lain Hong Kong, Taiwan, Malaysia, Korea Selatan, Jepang, dan Singapura. Beberapa negara Eropa, seperti Jerman, juga mulai membuka peluang kerja bagi tenaga kerja Indonesia, khususnya di sektor kesehatan dan teknologi.

Baca Juga: Situasi Lebaran di Jateng Berjalan Normal, One Way Nasional Mulai Diberlakukan

Gubernur menambahkan, pendekatan berbasis kearifan lokal akan menjadi bagian penting dalam strategi pendampingan. Setiap kabupaten memiliki pola migrasi yang berbeda: ada yang didominasi faktor kemiskinan, ada pula yang sudah membentuk tradisi panjang migrasi ke luar negeri.

“Pendampingan tidak bisa satu pola. Harus disesuaikan dengan simpul tenaga kerja yang sudah terbentuk di daerah. Ini juga memudahkan pengawasan, supaya tidak terjadi penipuan atau penempatan nonprosedural,” jelasnya.

Lebih jauh, Ahmad Luthfi mendukung rencana pemerintah pusat untuk menerapkan sistem digitalisasi satu pintu dalam penempatan PMI. Aplikasi terintegrasi akan membantu calon pekerja migran dan keluarganya mengakses informasi, pelatihan, dan layanan pendukung lainnya.

Sementara itu, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, menekankan pentingnya membangun ekosistem pelatihan yang berorientasi pada pengembangan keterampilan.

Ia menyoroti pentingnya mengangkat kelas PMI dari pekerja kasar menuju tenaga kerja dengan keterampilan menengah hingga tinggi (medium to high skill).

“Kalau kita kirim pekerja migran dengan keterampilan menengah ke atas, dampaknya bukan cuma ekonomi keluarga, tapi juga ada transfer ilmu dan keterampilan. Ketika mereka pulang, mereka bisa jadi tenaga produktif dan mandiri,” jelas Karding.

Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk membentuk unit khusus di bawah struktur pemerintahan kabupaten/kota yang fokus mengurusi isu pekerja migran. Minimal, kata dia, ada kepala bidang yang mengoordinasikan urusan migrasi tenaga kerja.

Karding mengingatkan pentingnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk menggunakan jalur legal saat ingin bekerja di luar negeri.

“Kita harus hentikan pola-pola lama yang merugikan. Semua harus prosedural dan transparan,” tandasnya.

Dengan konsolidasi pusat dan daerah, serta pendekatan kultural yang kuat, pemerintah optimistis mampu menciptakan tata kelola pekerja migran yang lebih manusiawi, adil, dan berkelanjutan.

Komentar

Load More