SuaraJawaTengah.id - Rachmat Hakim (59 tahun), punya kegiatan rutin yang tidak main-main. Memberikan pelayanan di Masjid atau yang berhubungan langsung dengan Sang Pemilik Hidup.
Bayangkan. Setiap Rabu pagi sejak 6 tahun yang lalu, Rachmat beserta sekitar 30 orang lelaki lainnya, rutin menginfakkan waktu dan tenaga untuk membersihkan masjid.
Secara bahasa, lafal masjid diambil dari akar kata sajada atau sujud yang punya arti patuh, taat, serta tunduk penuh hormat, juga ta’dzim.
Masjid satu-satunya tempat di muka bumi yang boleh disebut sebagai rumah Allah. Jadi tidak berlebihan, Rachmat dan semua rekannya anggota Relawan Pembersih Masjid (RPM), layak disebut sebagai para pekerja Allah.
Baca Juga:Usai Retret di Akmil, Gubernur Jateng Langsung Tancap Gas Kerja untuk Rakyat
“Kami sungguh menggunakan kesempatan ini untuk refreshing. Jadi bisa ketawa bareng. Kadang ada takmir yang kasih makanan, ya kita makan seadanya. Kami bekerja dengan gembira,” kata Rachmat, Ketua RPM disela membersihkan masjid An Nur di Desa Paremono, Mungkid.
Semua anggota RPM secara sukarela meluangkan waktu tiap Rabu pagi hingga waktu shalat zuhur untuk membersihkan masjid. Tempatnya berpindah-pindah tergantung jadwal yang sudah diatur oleh pengurus.
Masjid An Nur adalah jadwal pertama pembersihan masjid selama bulan Ramadhan. Berikutnya RPM mengatur waktu kegiatan di beberapa masjid di Muntilan.
Jadwal pembersihan masjid justru lebih padat menjelang Ramadhan. Banyak takmir yang meminta bantuan pembersihan agar suasana masjid nyaman bagi jemaah selama puasa.
“Program kami seminggu sekali setiap hari Rabu. Biasanya kalau menjelang Ramadhan banyak permintaan, jadi kami tambah jadwal pembersihan hari Sabtu.”
Bukan Cleaning Service
Selain dakwah melalui bersih-bersih masjid, tujuan RPM adalah menggugah masyarakat agar lebih memperhatikan perawatan masjid. Kebanyakan warga mudah membangun masjid tapi kurang merawatnya.
“Jadi kami bukan sekadar cleaning service. Tapi mengajak masyarakat lebih memperhatikan kebersihan masjid. Rata-rata kita itu gampang membuat masjid tapi untuk merawatnya kurang.
Pernah suatu kali membersihkan masjid di daerah Rambeanak, debu dari karpet ditimbang hingga 1,5 kilogram. “Kotor sekali, debunya seperti abu vulkanik.”
Menurut Rachmat Hakim, ternyata tidak gampang merawat masjid. Jemaah sering memasrahkan pekerjaan membersihkan masjid kepada marbot yang hanya mampu menjalankannya seminggu sekali.
Biasanya begitu tahu akan kedatangan relawan, warga buru-buru membersihkan masjid karena malu. “Ternyata setelah kita datang masih kotor. Karena kotoran yang tidak terlihat dan tidak terjangkau itu banyak sekali.”