SuaraJawaTengah.id - Di balik semarak dan semangat solidaritas ribuan buruh yang turun ke jalan memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day di Semarang 1 Mei 2025, terselip satu babak yang tak diharapkan: 'Kericuhan'.
Sorotan pun kini mengarah pada sekelompok orang berpakaian serba hitam yang menyusup di antara massa aksi, memancing provokasi, dan akhirnya memicu bentrokan dengan aparat. Siapa mereka? Dan bagaimana mereka masuk ke ruang-ruang perjuangan buruh?
Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang mengungkap adanya indikasi kuat bahwa kerusuhan yang terjadi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada pada peringatan May Day bukanlah spontanitas, melainkan hasil perencanaan sistematis.
Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol. M. Syahduddi, menyebut bahwa sehari sebelum peristiwa tersebut, telah berlangsung sebuah rapat konsolidasi tertutup yang disinyalir digelar di salah satu ruang kampus di Kota Semarang.
"Dua dari enam tersangka yang telah kami tetapkan, mengikuti rapat konsolidasi pada Rabu (30/4) untuk menyepakati pola aksi usai buruh bubar. Mereka berencana mengenakan atribut serba hitam, dan memang sejak awal menunjukkan itikad untuk membuat kericuhan," jelas Syahduddi dikutip dari ANTARA.
Lebih dari sekadar pakaian, atribut hitam ini mengarah pada afiliasi dengan kelompok yang selama ini dikenal dalam narasi perlawanan jalanan: Anarko.
Polisi bahkan menemukan satu grup WhatsApp dengan 18 anggota yang diduga menjadi wadah koordinasi para pelaku. Grup ini bukan hanya berbagi lokasi dan strategi, tetapi juga mengusung narasi perlawanan terhadap negara, kapitalisme, dan institusi resmi, termasuk aparat keamanan.
“Kami masih menyelidiki lebih jauh siapa saja anggota dalam grup tersebut. Ada dugaan kuat, kelompok ini tidak bergerak sendiri. Ada pihak eksternal yang mendanai atau menggerakkan mereka,” tambah Kapolrestabes.
Meski nama “Anarko” kerap terdengar dalam berbagai aksi protes di kota-kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung, keterlibatan kelompok ini dalam demo buruh di Semarang menandai pola baru.
Mereka tak lagi sekadar menempel dalam kerumunan, tetapi mencoba membajak narasi perjuangan buruh untuk agenda mereka sendiri.
Fakta bahwa rapat konsolidasi dilakukan di ruang kampus juga menimbulkan pertanyaan baru.
Apakah ada keterlibatan atau pembiaran dari pihak internal kampus? Atau apakah ruang itu hanya dipinjam tanpa izin resmi?
Hingga saat ini, pihak kepolisian belum merinci nama kampus maupun identitas individu yang terlibat dalam penyediaan tempat tersebut.
Namun, penyelidikan terus berjalan, termasuk penelusuran jaringan antar daerah yang mungkin memiliki pola rekrutmen dan gerakan serupa.
"Kesamaan atribut dan metode yang digunakan kelompok ini dengan kejadian di kota lain menunjukkan pola yang cukup sistemik. Ini bukan peristiwa tunggal," kata Syahduddi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
BRI BO Slawi Gelar Cek Kesehatan dan Donor Darah Gratis, Wujud Peduli Masyarakat
-
7 Tempat Wisata Rembang Viral dan Hits Ini Siap Jadi Favorit Libur Akhir Tahun 2025
-
Kampung Natal Saloka 2025: Perayaan Nataru Penuh Kearifan Lokal dan Rekor Dunia!
-
PT Semen Gresik Kucurkan Rp1,05 Miliar untuk Pembangunan Infrastruktur Jalan Enam Desa
-
BRI Konsisten Salurkan Bantuan dan Trauma Healing bagi Anak-Anak Korban Bencana di Sumatera