SuaraJawaTengah.id - Babak penutup perjalanan tokoh umat Buddha Indonesia, Murdaya Widyawimarta Poo diakhiri dengan sakral. Upacara kremasi tradisional Buddha Tantrayana digelar untuk melepasnya ke alam antarabhava.
Kremasi Murdaya Poo menunggu satu bulan dari tanggal wafatnya, 7 April 2025. Prajna Murdaya, menjelaskan alasan menunda kremasi salah satunya adalah menanti hari ulang tahun pernikahan ke-54 kedua orang tuanya.
"Tanggal pernikahan itu pada 7 Mei 1971," kata Prajna Murdaya di kaki Bukit Dagi, kompleks Candi Borobudur.
Prosesi kremasi melibatkan para biksu dari kuil Buddha kuno, Phalpung Sherab Ling di Himachal Pradesh, India Utara. Para biksu di kuil ini berada dibawah naungan seorang Lama terkenal, Tai Situ Rinpoche.
Salah satu ciri khas ritual kremasi yang diadakan oleh para biksu Phalpung Sherab Ling adalah penggunaan kayu bakar untuk membakar jenazah. Berbeda dari krematorium yang biasanya menggunakan bahan bakar gas untuk kremasi.
Menurut Prajna, pihak keluarga menyiapkan 1,5 ton campuran kayu cendana, gaharu, dan jenis kayu keras lainnya untuk pelaksanaan kreamasi.
Lahan sekitar 5 meter persegi disiapkan di puncak Bukit Dagi sebagai tempat kremasi. Diatas alas berupa tatanan batu bata, disusun tumpukan kayu tempat dimana peti jenazah diletakkan.
Di atas peti jenazah kembali ditumpuk kayu-kayu yang terus ditambahkan selama proses kremasi. Api dijaga tetap menyala sekitar 4 hingga 5 jam.
"Kremasi dengan api besar mungkin butuh waktu 2 sampai 3 jam. Dengan api kecil sekitar 5 sampai 6 jam," ujar Prajna.
Baca Juga: Bahas Peringatan Waisak 2023 di Borobudur, Perwakilan Umat Buddha Temui Ganjar Pranowo
Sejak jenazah diberangkatkan dari tenda penyemayaman di kaki Bukit Dagi hingga tiba di lokasi kremasi, para Rinpoche merapal doa-doa panjang. Doa kembali dilakukan oleh keluarga sebelum api menyulut kayu kremasi.
"Semoga beliau di sana juga damai terus melanjutkan belajar, sampai sempurna mencapai dunia kekal abadi. Tidak mengulangi apa yang menjadi sejarah kehidupan di dunia yang tidak sempurna," kata Hartati Murdaya istri mendiang.
Menuju Kehidupan Kekal
Menurut keyakinan Buddha, kematian adalah proses menuju kehidupan yang kekal. Baik kremasi maupun pemakaman, bertujuan membantu penyempurnaan fisik di alam Yama atau alam baka.
Setelah kematian, seorang Lama yang telah menjadi guru harus membacakan Bardo Thodol kepada orang yang meninggal (biasanya dengan dibisikan di telinga. Budaya Barat mengenal kitab ini sebagai kitab kematian.
Kitab ini berisi kumpulan ajaran dharma yang mendalam tentang pembebasan diri melalui niat yang damai. Panduan spiritual ini disusun untuk membantu kesadaran seseorang untuk melewati berbagai fase setelah meninggal.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Danantara dan BP BUMN Hadirkan 1.000 Relawan, Tegaskan Peran BUMN Hadir di Wilayah Terdampak
-
Turunkan Bantuan ke Sumatera, BRI Juga akan Perbaiki dan Renovasi Sekolah
-
Pertamina Patra Niaga Gelar Khitan Massal di Cilacap, Wujud Syukur HUT ke-68 Pertamina
-
5 MPV Diesel Pilihan Rp150 Jutaan yang Worth It untuk Keluarga di Akhir 2025
-
BRI Perkuat Aksi Tanggap Bencana Alam, 70 Ribu Jiwa Terdampak Beroleh Bantuan