Lebih lanjut, penanggulangan premanisme harus dijalankan secara integralistik, melibatkan pemerintah daerah, lembaga nonpemerintah, hingga tokoh masyarakat dan agama dalam pembinaan berkelanjutan.
Tindakan ini penting agar pemberantasan tidak berhenti pada saat kondisi memanas saja, tetapi menjadi bagian dari sistem tata kelola keamanan sosial jangka panjang.
Terkait pelaksanaan Operasi Aman 2025, ia mengingatkan bahwa operasi semacam ini tidak boleh hanya menjadi kegiatan seremonial atau respons reaktif terhadap insiden yang viral.
"Ini jangan sampai kegiatan-kegiatan itu hanya kegiatan-kegiatan seremonial, hanya kegiatan kondisional," tegasnya.
Menurutnya, menjaga stabilitas kamtibmas adalah pekerjaan jangka panjang yang menuntut komitmen dan kerja sama seluruh elemen masyarakat.
Oleh karena itu, tindakan represif harus dibarengi dengan pembinaan dan edukasi secara menyeluruh, terutama pada kelompok-kelompok rentan yang rawan terjerumus dalam praktik-praktik kekerasan atau pemerasan ala preman.
Ia juga menyinggung bahwa akar persoalan premanisme tidak terlepas dari faktor ekonomi, terutama sulitnya akses terhadap lapangan pekerjaan yang layak. Situasi ini menciptakan kondisi kriminogen, yaitu faktor-faktor yang mendorong terjadinya tindak kejahatan.
"Situasi perekonomian dan lapangan pekerjaan yang sulit menyebabkan munculnya kriminogen atau faktor-faktor yang memicu terjadinya kejahatan termasuk premanisme," jelasnya.
Karena itu, pemberantasan premanisme harus menjadi program bersama, yang tidak hanya dilakukan oleh kepolisian, tetapi juga stakeholder lainnya, termasuk pemerintah daerah, tokoh agama, hingga komunitas masyarakat.
Baca Juga: Setitik Harapan dari BRI Slawi untuk Para Penghafal Al-Quran di Ponpes Al Anwar
"Penanganan premanisme tidak hanya dilakukan oleh Polri, juga stakeholder lainnya seperti pemerintah daerah, tokoh masyarakat, tokoh agama, semua bahu-membahu dalam rangka untuk menghindari tindakan-tindakan premanisme itu," tutup Hibnu.
Dengan demikian, pemberantasan premanisme tidak cukup hanya dilakukan dengan razia sesaat. Diperlukan langkah yang tegas, terkoordinasi, dan menyentuh akar permasalahan.
Premanisme bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga sosial. Dan negara harus hadir dengan seluruh perangkatnya, secara serius, berkelanjutan, dan tanpa kompromi.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Pertamina Patra Niaga Gelar Khitan Massal di Cilacap, Wujud Syukur HUT ke-68 Pertamina
-
5 MPV Diesel Pilihan Rp150 Jutaan yang Worth It untuk Keluarga di Akhir 2025
-
BRI Perkuat Aksi Tanggap Bencana Alam, 70 Ribu Jiwa Terdampak Beroleh Bantuan
-
PSIS Semarang Gegerkan Bursa Transfer: Borong Tiga Pemain Naturalisasi Sekaligus
-
8 Wisata Terbaru dan Populer di Batang untuk Libur Sekolah Akhir 2025