SuaraJawaTengah.id - Dalam dunia yang dipenuhi kebohongan dan informasi menyesatkan di era post truth (suatu kondisi di mana fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan emosi dan keyakinan pribadi), Samuel JD Wattimena menciptakan sebuah karya yang berbicara tanpa berteriak.
Koleksi busana “Hoax & Seven Sins” menyuguhkan sebuah pernyataan mendalam melalui kain-kain sisa, tekstur kasar, dan pola-pola yang tampak bertabrakan.
Karya ini bukanlah sekadar fashion, melainkan sebuah refleksi dari luka sosial yang mendalam, sebuah undangan untuk merenung tentang kondisi dunia yang kian kehilangan arah.
Samuel Wattimena, yang juga anggota DPR-RI Komisi VII dari Dapil Jateng I, menggambarkan koleksinya sebagai potret masyarakat yang retak.
“Kita melihat bukan glamor, tetapi realitas yang tercerai-berai. Layering yang tak rapi, tenun pudar, dan motif batik yang hampir dibuang—semua itu mencerminkan kondisi sosial kita, yang terbelah oleh polarisasi dan kehilangan kepercayaan,” ungkapnya dari keterangan tertulis pada Senin (14/7/2025).
Dalam setiap lapisan busana, ada kejujuran yang tak ditata, tetapi dirasakan—sebuah keindahan yang lahir dari ketidaksempurnaan.
Menggunakan limbah tekstil sebagai bahan utama, Samuel Wattimena menghidupkan kembali apa yang telah ditinggalkan.
Karya ini menyatakan bahwa hal-hal yang dianggap remeh pun memiliki makna yang mendalam. Dari serpihan yang tak utuh, tumbuh kesadaran akan pentingnya kejujuran.
“Di tengah kebohongan yang dibungkus rapi, masih ada kain yang berani bersuara,” tegasnya.
Karya ini lahir dari keresahan mendalam: politik tanpa arah, budaya yang dipoles demi wisata, dan agama yang kehilangan makna.
Dengan garis rancangan yang keras dan liar, koleksi ini menampilkan siluet longgar yang bertumpuk dalam gaya layering. Kombinasi bahan-bahan lokal seperti tenun, batik, dan rajut, berpadu dengan denim yang nakal, menciptakan tampilan yang fresh dan dinamis.
“Ketika batik desa bersanding dengan denim urban, itu bukan sekadar estetika—itu adalah seruan bahwa lokalitas masih hidup dan mampu berdialog tanpa kehilangan jati diri,” jelas Samuel Wattimena.
Koleksi “Hoax & Seven Sins” mengajak kita untuk berpikir. Ia bukan sekadar busana, melainkan sebuah dialog tentang luka sosial yang tak bisa disembuhkan dengan penyangkalan, tetapi dengan pengakuan.
Dalam setiap potongan dan jahitan, ada harapan yang tumbuh. Karya ini menegaskan bahwa di tengah kebohongan yang merajalela, masih ada ruang untuk kejujuran dan keindahan yang tulus.
Dengan konsep ArtCycle yang diterapkan dalam patchwork dan penggunaan kancing serta benang sisa, koleksi ini tidak hanya membawa budaya lokal ke pentas global, tetapi juga menciptakan pernyataan yang kuat.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 9 Sepatu Lokal Senyaman Skechers Ori, Harga Miring Kualitas Juara Berani Diadu
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 7 Desember: Raih Pemain 115, Koin, dan 1.000 Rank Up
- 5 Rekomendasi Mobil Tua Irit BBM, Ada yang Seharga Motor BeAT Bekas
Pilihan
-
Kekayaan dan Gaji Endipat Wijaya, Anggota DPR Nyinyir Donasi Warga untuk Sumatra
-
Emiten Adik Prabowo Bakal Pasang Jaringan Internet Sepanjang Rel KAI di Sumatra
-
7 Sepatu Lari Lokal untuk Mengatasi Cedera dan Pegal Kaki di Bawah 500 Ribu
-
Klaim Listrik di Aceh Pulih 93 Persen, PLN Minta Maaf: Kami Sampaikan Informasi Tidak Akurat!
-
TikTok Hadirkan Fitur Shared Feed untuk Tingkatkan Interaksi Pengguna
Terkini
-
Ratusan PWNU-PCNU Kompak Ikuti Kiai Sepuh, Posisi Gus Yahya Menguat
-
AgenBRILink dan Kanal Digital Jadi Penggerak Inklusi Keuangan di Usia 130 Tahun BRI
-
10 Rekomendasi Hidden Gem Semarang, Cocok untuk Liburan Akhir Tahun
-
5 Fakta Penemuan Bayi yang Dibuang di Tempat Sampah di Puri Pati
-
Saldo DANA Kaget: Raih Kesempatan Rp129 Ribu dari 4 Link Spesial!