SuaraJawaTengah.id - Penyelenggaraan haji 2024 meninggalkan jejak perdebatan panas yang kini bermuara pada penyelidikan politik tingkat tinggi.
Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji oleh DPR RI bukanlah peristiwa yang terjadi tiba-tiba.
Hal itu adalah puncak dari serangkaian keputusan, kesepakatan, dan kebijakan yang saling tumpang tindih dalam kurun waktu beberapa bulan, menempatkan Kementerian Agama (Kemenag) di bawah kepemimpinan Yaqut Cholil Qoumas sebagai sorotan utama.
Untuk memahami akar masalahnya, penting untuk menelusuri kembali jejak waktu dan kronologi setiap keputusan yang diambil, dari awal kabar baik hingga menjadi bola panas politik.
Oktober 2023: Titik Awal Penuh Harapan
Semua bermula dari sebuah kabar gembira. Indonesia secara resmi mendapatkan kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah dari Kerajaan Arab Saudi.
Angka ini menjadi angin segar, memunculkan harapan bagi ribuan calon jemaah yang telah bertahun-tahun berada dalam daftar tunggu. Pada titik ini, belum ada tanda-tanda badai akan datang.
27 November 2023: Kesepakatan Suci di Senayan
Menindaklanjuti kuota tambahan, Komisi VIII DPR RI menggelar rapat kerja krusial bersama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Baca Juga: Soal Cawapres Pendamping Ganjar Pranowo, Gus Yaqut: Kualitas Erick Thohir Tak Diragukan
Dalam rapat ini, lahirlah sebuah kesepakatan fundamental. Total kuota haji Indonesia untuk tahun 2024 ditetapkan sebanyak 241.000 jemaah.
Yang terpenting, komposisi pembagiannya disepakati secara tegas, mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019: 92% untuk jemaah haji reguler (221.720) dan 8% untuk jemaah haji khusus (19.280).
Rapat ini juga menyepakati Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp93,4 juta. Kesepakatan ini dianggap sebagai landasan hukum dan komitmen bersama antara pemerintah dan legislatif.
Desember 2023: Faktor Eksternal yang Mengubah Permainan
Sebuah perubahan signifikan terjadi di Arab Saudi. Pemerintah Saudi menerapkan kebijakan baru yang tak terduga: sistem zonasi untuk pemondokan di Mina.
Tradisi tarif tunggal dihapus, digantikan dengan lima zona berjenjang di mana lokasi terdekat dengan Jamarat (tempat lontar jumrah) memiliki biaya sewa paling mahal.
Menurut Dirjen PHU Hilman Latief, kebijakan ini menjadi titik balik. "Jemaah haji reguler Indonesia, berdasarkan perhitungan anggaran, hanya mampu ditempatkan di Zona 3 dan 4."
Masalahnya, zona tersebut sudah padat. Kuota tambahan 20.000 jemaah tidak mungkin lagi dipaksakan masuk ke sana.
Satu-satunya opsi yang tersedia adalah Zona 2 yang masih lowong, namun dengan biaya yang jauh melampaui kemampuan anggaran jemaah haji reguler.
9 Januari 2024: Terbitnya Keppres yang 'Menggantung'
Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Keppres ini menjadi landasan hukum utama untuk BPIH. Namun, ada satu detail krusial yang luput: Keppres ini sama sekali tidak merinci pembagian alokasi kuota antara haji reguler dan haji khusus.
Kekosongan inilah yang kemudian menjadi celah administratif.
29 Januari 2024: Langkah Sepihak Kemenag
Menghadapi tekanan operasional akibat kebijakan zonasi Saudi dan kekosongan rincian kuota dalam Keppres, Kemenag mengambil langkah diskresi.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah menerbitkan SK Dirjen PHU Nomor 118 Tahun 2024.
Inilah momen yang menjadi jantung polemik. Di dalam SK level Dirjen ini, Kemenag secara teknis menetapkan alokasi kuota tambahan.
Dari 20.000 kuota ekstra, 10.000 dialokasikan untuk haji khusus. Artinya, Kemenag mengubah rasio yang sebelumnya disepakati bersama DPR.
Kemenag berdalih langkah ini adalah satu-satunya cara cepat dan logis untuk mengisi slot kosong di Zona 2 Mina yang mahal, yang hanya bisa dipenuhi oleh jemaah haji khusus.
Juli 2024: Ledakan Politik di Parlemen
Ketidaksinkronan antara kesepakatan rapat kerja November 2023 dan implementasi di lapangan yang didasari SK Dirjen Januari 2024 akhirnya tercium oleh DPR.
Para wakil rakyat merasa kesepakatan bersama telah diabaikan melalui sebuah produk hukum yang levelnya lebih rendah.
Mereka mempertanyakan mengapa perubahan fundamental ini tidak dikonsultasikan kembali secara formal dalam rapat kerja.
Puncak dari kekecewaan dan kecurigaan ini adalah pembentukan Pansus Hak Angket Haji pada 9 Juli 2024.
DPR kini menggunakan hak konstitusionalnya untuk menyelidiki secara tuntas, apakah tindakan Kemenag murni sebuah diskresi teknis yang dapat dibenarkan untuk menyelamatkan situasi, atau sebuah pelanggaran terhadap undang-undang dan komitmen politik yang telah dibuat.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota