- Rob telah menenggelamkan 370 hektare lahan pertanian produktif di pesisir Kabupaten Batang.
- Pemerintah meluncurkan program tanam 1,3 juta mangrove "Mageri Segoro" untuk mitigasi bencana.
- Laju kerusakan akibat abrasi dan rob dinilai lebih cepat dari upaya pemulihan yang dilakukan.
SuaraJawaTengah.id - Bukan tsunami dahsyat yang datang dalam sekejap, melainkan bencana senyap yang merayap perlahan namun pasti.
Di pesisir Kabupaten Batang, Jawa Tengah, air laut (rob) telah menenggelamkan 370 hektare lahan pertanian, mengubah hamparan padi yang menguning menjadi lautan air asin yang mematikan harapan para petani.
Pemerintah memang tidak tinggal diam. Program ambisius "Mageri Segoro" (Membentengi Lautan) yang diinisiasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menjadi garda terdepan.
Sebanyak 1,3 juta bibit mangrove disiapkan untuk ditanam di 17 lokasi kritis pesisir utara, dengan 57 ribu di antaranya telah ditanam di Batang.
Namun, upaya heroik ini seolah berpacu dengan tembok kenyataan yang jauh lebih brutal.
Wakil Bupati Batang, Suyono, mengakui bahwa program ini adalah langkah antisipasi terhadap dampak perubahan iklim yang sudah di depan mata.
"Program ini bagian dari upaya mengantisipasi perubahan iklim yang dampaknya sudah nyata yaitu rob yang masuk ke daratan. Di daerah ini ada sekitar 370 titik lahan terdampak," katanya di Batang, Rabu (15/10/2025).
Kenyataan pahitnya, dampak itu tidak lagi sekadar ancaman, melainkan krisis yang sudah merenggut mata pencaharian warga.
Ratusan petani kini hanya bisa menatap nanar ladang mereka yang hilang ditelan laut. Suyono menggambarkan situasi darurat ini dengan gamblang.
Baca Juga: Tragedi Kecelakaan di Tol Pemalang-Batang: Satu Tewas, Pengemudi Melawan Arah
"Kondisi di lapangan sudah cukup mengkhawatirkan. Air laut kini telah mencapai teras-teras rumah warga di wilayah Kecamatan Batang dan sekitar 370 hektare lahan pertanian sudah tidak bisa ditanami karena tergenang air asin," tegasnya.
Bagi petani, hilangnya lahan garapan bukan sekadar angka statistik. Ini adalah vonis kemiskinan yang memaksa mereka mencari sumber penghidupan baru di tengah ketidakpastian.
Sementara mangrove butuh waktu bertahun-tahun untuk tumbuh menjadi benteng kokoh, perut keluarga mereka butuh diisi hari ini.
Persoalan ini semakin pelik karena sejarah mencatat, menanam mangrove bukanlah perkara mudah. Upaya penanaman selama puluhan tahun seringkali berujung kegagalan.
"Sejak puluhan tahun kita sudah melakukan penanaman tetapi yang bertahan hanya di beberapa titik. Oleh karena itu, pendekatannya sekarang tidak hanya fisik tetapi juga sosial membangun kesadaran masyarakat," ungkap Suyono.
Kesadaran bahwa tanpa partisipasi aktif warga, jutaan bibit mangrove yang ditanam hanya akan menjadi proyek sia-sia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota